Selasa, 09 Agustus 2016

Main kurang jauh, Pulang kurang malam.



Baru belajar sedikit, langsung berbicara panjang lebar dan menyalahkan orang yang berpendapat.
Ikut pelatihan sekali langsung berkoar-koar dengan semangat terbakar

Sering menemukan yang seperti ini,? eits mungkin kita juga pernah termasuk kali ya.

Banyak sekali disekitar kita sekarang orang-orang yang nampak berilmu dan tahu segalanya, padahal belum tentu, sekali lagi kita bisa termasuk ya. Mudah sekali menyalahkan, terlalu gampang memberi label dan memastikan yang belum pasti. Dan lucunya terjadi antar sesama sendiri. Entah itu sama-sama komunitas atau organisasi.

Jika kita menelisik para orang terdahulu dengan ilmunya yang sangat luar biasa. Bahkan mereka lebih banyak mendengarkan dan diam untuk hal-hal yang tidak harus diperdebatkan. Hal-hal kecil yang seharusnya bisa di selesaikan dengan mudah dan cepat, malah menjadi dendam dan berkelanjutan.

Kita mudah sekali berfatwa ini itu. Memberi cap sana sini. Tapi pahamkah bahwa sebenarnya kita sedang memberi cap pada diri sendiri. Memberi cap bahwa kita adalah orang yang mudah melontarkan ucapan sebelum tahu kebenaran.

Interopeksi lagi yuk...

Pernah suatu ketika mendapat curhatan dan cerita dari seorang yang merasa sudah capek dan letih berada di suatu organisasi. Merasa apa yang dilakukannya tidak pas dan tidak sejalan bagaimana seharusnya. Semua orang bebas saja berpendapat dan mengklaaim sesuatu, selama itu tidak langsung dijatuhkan tanpa diteliti lebih mendalam.

Ungkapan judul diatas beberapa kali saya berikan kepada teman-teman yang kadang bercerita tentang kondisi yang ada disekitarnya. Perbedaan pemahaman tentang ibadah. Perbedaan pikiran tentang sikap dan perlakuan. Dan perbedaan lainnya yang seharusnya bisa dibawa duduk bersama sambil tersenyum dan dengan hati yang lapang.

Ada yang merasa bahwa dirinya bukan apa-apa susah berdakwah, dan lainnya. Menyebarkan pemahaman aktivis tapi merasa ditentang dengan satu payung sendiri. Itu hal biasa. Hanya sebuah ujian dalam satu lingkaran tidak sepantasnya membuat diri langsung merasa rendah dan tidak berguna. Saya sendiri pernah pengalaman, dalam sebuah kondisi tepatnya KKN kebangsaan, dimana menjadi seseorang yang berada dalam lingkungan minoritas. Selama 1 bulan tidak mendengar Adzan sholat lima waktu. Apa rasanya coba?
Jika masih mengedepankan idealisme, dididik dan besar dalam lingkungan yang mayoritas, pasti akan merasa resah dan panik. Tapi disanalah menjadi sebuah tempahan pengalaman bagi diri saya. Memahamkan diri dan belajar dari lingkungan beda agama, suku, adat dan budaya, menambah pengalaman banyak meskipun belum seberapa.

Jika masih berada di lingkungan rumah dan tetangga kamu sudah frustasi dalam beraksi, kamu perlu menjelajah lebih jauh lagi. Kelilingi desamu, kotamu, provinsimu, negaramu, nahkan negara orang lain. Buka pikiran dan lihatlah dunia kamu akan memandang sesuatu yang berbeda.

Bukankah para imam terdahulu belajar untuk memahami bukan sekedar menggurui. Bukankah para nabi terdahulu diutus untuk menjadi contoh, bukan untuk memerintah tanpa arah. Bukankah para pembesar dunia menjadi panutan yang teladan, bukan hanya menunjukkan kemewahan.

Pahamkan lagi diri yang masih kecil. Carilah ilmu yang masih sedikit, dan jangan pernah puas. Baca buku sebanyak-banyaknya, cari teman sebaik-baiknya, dan jadilah orang yang paling rendah hatinya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;