Malam tadi baru saja pulang dari internetan di kampus,
lumayan berlari karena hujan. Ingat mau membeli map, berhenti di tempat
fotocopy biasa langsung saja beli map dan pena.
Berawal dari sebuah pertanyaan, lalu abang pemilik tempatfotocopy yang memang sudah
kenal dengan saya sedikit bercerita atau lebih tepatnya argumen sih.
“Apa pentingnya organisasi? Untuk apa memangnya?” tanyanya
tiba-tiba.
Saya senyum saja, dan tertarik ingin mendengarkan apa yang
menjadi pembicaraan selanjutnya. Yah bagaimana tidak posisinya saya dulu orang
yang pernah aktif di organisasi dan beberapa komunitas, lebih dari lima pula.
“Sekarang abang tanya, tujuan kamu kuliah untuk apa Usamah?”
tanyanya dengan pelan.
Lagi-lagi saya diam tersenyum dan berpikir, mencari jawaban
dengan kalimat yang pas, eh udah dijawab lagi sama abangnya.
“Untuk dapat sarjana kan? Untuk selembar ijazah yang
nantinya menjadi gelar kan?” jawabnya
dengan nada meyakinkan.
Saya hanya menginyakan dan tersenyum, dan abang itu lanjut
lagi.
“Maaf ya, bukan berarti abang mengatakan organisasi itu
buruk, abang percaya tidak ada ilmu yang sia-sia. Tapi coba pikir untungnya
apa? Kita kan ada tujuan yang penting dan terpenting dan kuliah yang penting
itu sarjana, itupun belum tentui sukses” lanjutnya semangat. Saya hanya
berputar-putar berpikir, antara tersindir dan setuju, hehe.
Dan abang itu melanjutkan kembali, dia menceritakan
mahasiswa yang dulunya di organisasi tapi tidak ada istimewanya.
“Ada tuh abang kenal, Melati (Bukan nama sebenarnya)
angkatan 2006 sampai sekarang belum luluss, nah nak jadi apa coba. Nggak tahu
sekarang dimana. Ada juga Imran (Bukan nama sebenarnya) dulu karena demo bolah
balik ke POLRES, karena saling lapor dengan istri pejabat salah satu instansi.”
Lanjutnya lagi.
Saya diam sambil mendengarkan dan membayangkan kisah cerita
yang sudah lama terjadi.
“Dia tidak ada yang menolong, teman-teman DEMOnya hanya
berkoar, tapi siapa yang membantu. Ada juga Aris (bukan nama sebenarnya), dulu
pernah menarik kerah leher baju pak Rektor lama, terus dia di skors. Ada
teman-teman organisasinya bantu? Tidak ada. Yang rugi dia sendiri kan.”
Saya mulai menyetujui ada benarnya juga apa kata abang ini.
Tapi ya saya tinggal skripsi lagi dan sudah tidak ada organisasi yang diikuti,
tidak banyak komentar jadinya.
“Nah terus apa gunanya organisasi kalau begitu. Kita yang
real aja Usamah. Sekarang kerja sulit, tiap tahun ada kurang lebih anggaplah
minimal 3000 mahasiswa masuk universitas. Itu baru satu kampus di satu
provinsi, belum kampus yang lain dan universitas yang lain, terus tiap tahun
ada yang wisuda anggaplah paling kecil 2500 mahasiswa satu kampus, sedangkan
lapangan kerja tidak sampai segitu.”
Saya mulai menikmati pembicaraan ini, dan membenarkan apa
yang dikatakannya, meskipun tidak sepenuhnya. Dan dia lanjut lagi yang kali ini
cukup memberi tamparan keras...
“Sekarang lihat banyak yang lulusan sarjana tidak sesuai
tempatnya, guru sudah diisi sarjana yang bukan guru. Padahal sudah dijelaskan,
kalau menempatkan sesuatu itu pada tempatnya kan?”
Benar juga apa yang dikataknnya, pikir saya dalam hati, lalu
lanjut lagi.
“kalau begitu untuk apa kuliah? Padahal jurusan ada untuk
bisa memfokuskan mahasiswa, tapi nyatanya keluarannya tidak sessuai dengan yang
dipelajarinya. Salah juga jika sekarang organisasi untuk anak semester 4-6
padahal itulah masa-masa penting dan lagi banyak-banyaknya kuliah, jadi kalo
menurut abang lakukan yang terpenting dan sessuai jalurnya tu lah yang baik mah.”
Kalimat terakhir abang yang bersamaan dengan redanya hujan.
Saya mengiyakan dan mengambil pelajaran berharga malam ini.
Yah tapi tidak sepenuhnya menyalahkan para organisatoris, karena saya dulupun
seperti itu. Namun juka yang terpenting dilupakan sepertinya memang tidak baik.
Dan lagi bekerja sesuai jalur, hm, saya sih inginnya punya usaha saja, meskipun
berada di jurusan keguruan. Hehe salah tidak ya...
Semoga jadi pelajaran bagi kita semua, pesan dari mereka
yang sudah menikmati gerbang kehidupan yang lebih lama. Buat Abangnya kalo kebaca ini maaf ye, hehe.
0 komentar:
Posting Komentar