Jumat, 12 Agustus 2016

Arif Apriyadi pangestu, sohib yang lebih tinggi,, review pelatihan ROT (Part 15)



Semester empat menuju lima, saya pertama kali mengenal Arif.

Dulu kami masih sama-sama mahasiswa yang belum tahu arah. Mulai dekat ketika berada dalam satu pengajian. Sering antar jemput dan nginap bareng.

Masih sangat terasa ketika saling berbagi telur satu butir dan mie satu bungkus. Betapa kami bukan siapa-siapa hanya seorang mahasiswa yang masih mencari kenapa kami disini.

Ketika saling cerita satu sama lain, ternyata ada jurusan kuliah yang ketika itu lebih kami inginkan. Arif selalu bercerita bahwa dirinya ingin masuk menjadi anak Penjaskes, sedangkan saya ingin menjadi mahasiswa psikologi. TakdirNya mengatakan bahwa kami sekarang sama-sama menjadi anak Bahasa, meskipun beda bahasa, hehe.
Novel Pertama Arif
Kalo bercerita perjalanan akan begitu panjang ya, he.

Semua dimulai ketika semester enam. Yah, saat itu ketika yang lain pada sibuk menjadi ketua di organisasi masing-masing, saya mah bukan apa-apa. Dan ketika teman saya satu ini Arif, menjadi salah satu ketua umum di salah satu organisasi luar kampus.

Setiap berjalan dengannya, siapa sih yang tidak minder, hehe. Seorang ketua umum organisasi dengan mahasiswa biasa yang bukan apa-apa.

Ketika Maret 2015 lalu, kami berdua sama-sama launching buku, tapi sayang, Arif saat itu sakit dan harus di operasi tidak bisa hadir launching. Dengan terpaksa ketika pemaparan bukunya, sayalah yang harus menjabarkannya sedikit. Tentu saja ada sesuatu yang hilang dan tidak lengkap.

Setelah beberapa waktu, saya mulai membuka pelatihan-pelatihan seperti menulis dan public speaking, juga terkadang mengisi acara, hampir selalu saya ajak Arif. Membantu menjadi publikasi dan mengisi.
 
Oktober 2015, saya membuka pelatihan public speaking dan Arif mendaftar untuk ikut. Tentu saja saya kaget. Pertama, saya bukan siapa-siapa, kedua yang saya yakini Arif memiliki jabatan organisasi lebih tinggi, dan terakhir teman sendiri. Sampai-sampai saya bilang,

“Boy, nih ane sendiri yang ngisi, masa ikut?”

Dia pun mengatakan tidak masalah dan tetap ikut. Katanya ingin lebih melatih kemampuan berbicaranya. 

Saya bepikir dalam hati, bukankah pasti sudah sering mengisi acara ya, kan posisinya ketua organisasi.

Tanpa ingin menghalangi orang mencari ilmu saya iyakan saja.

Saya kagum dan salut meskipun dengan posisi tingginya tetap memposisikan diri sebagai penuntut ilmu, meskipun yang mengisi hanyalah temannya sendiri.

Semenjak saat itu arif cukup sering mengisi acara. Terkadang saya juga merekomendasikannya, bahkan pernah menjadi juri menulis untuk beberapa acara berdua juga. Dan sampai sekarangpun dengan kemampuannya sudah magang menjadi Guru di salah satu sekolah swasta, sedangkan saya masih sibuk nulis-nulis saja, hehe.


0 komentar:

Posting Komentar

 
;