Semester empat menuju lima, saya pertama kali mengenal Arif.
Dulu kami masih sama-sama mahasiswa yang belum tahu arah. Mulai
dekat ketika berada dalam satu pengajian. Sering antar jemput dan nginap
bareng.
Masih sangat terasa ketika saling berbagi telur satu butir
dan mie satu bungkus. Betapa kami bukan siapa-siapa hanya seorang mahasiswa
yang masih mencari kenapa kami disini.
Ketika saling cerita satu sama lain, ternyata ada jurusan
kuliah yang ketika itu lebih kami inginkan. Arif selalu bercerita bahwa dirinya
ingin masuk menjadi anak Penjaskes, sedangkan saya ingin menjadi mahasiswa
psikologi. TakdirNya mengatakan bahwa kami sekarang sama-sama menjadi anak
Bahasa, meskipun beda bahasa, hehe.
Kalo bercerita perjalanan akan begitu panjang ya, he.
Semua dimulai ketika semester enam. Yah, saat itu ketika
yang lain pada sibuk menjadi ketua di organisasi masing-masing, saya mah bukan
apa-apa. Dan ketika teman saya satu ini Arif, menjadi salah satu ketua umum di
salah satu organisasi luar kampus.
Setiap berjalan dengannya, siapa sih yang tidak minder,
hehe. Seorang ketua umum organisasi dengan mahasiswa biasa yang bukan apa-apa.
Ketika Maret 2015 lalu, kami berdua sama-sama launching
buku, tapi sayang, Arif saat itu sakit dan harus di operasi tidak bisa hadir
launching. Dengan terpaksa ketika pemaparan bukunya, sayalah yang harus
menjabarkannya sedikit. Tentu saja ada sesuatu yang hilang dan tidak lengkap.
Setelah beberapa waktu, saya mulai membuka
pelatihan-pelatihan seperti menulis dan public speaking, juga terkadang mengisi
acara, hampir selalu saya ajak Arif. Membantu menjadi publikasi dan mengisi.
Oktober 2015, saya membuka pelatihan public speaking dan
Arif mendaftar untuk ikut. Tentu saja saya kaget. Pertama, saya bukan
siapa-siapa, kedua yang saya yakini Arif memiliki jabatan organisasi lebih
tinggi, dan terakhir teman sendiri. Sampai-sampai saya bilang,
“Boy, nih ane sendiri yang ngisi, masa ikut?”
Dia pun mengatakan tidak masalah dan tetap ikut. Katanya ingin
lebih melatih kemampuan berbicaranya.
Tanpa ingin menghalangi orang mencari ilmu saya iyakan saja.
Saya kagum dan salut meskipun dengan posisi tingginya tetap
memposisikan diri sebagai penuntut ilmu, meskipun yang mengisi hanyalah
temannya sendiri.
Semenjak saat itu arif cukup sering mengisi acara. Terkadang
saya juga merekomendasikannya, bahkan pernah menjadi juri menulis untuk
beberapa acara berdua juga. Dan sampai sekarangpun dengan kemampuannya sudah
magang menjadi Guru di salah satu sekolah swasta, sedangkan saya masih sibuk
nulis-nulis saja, hehe.
0 komentar:
Posting Komentar