Siapa yang tidak tahu dengan kedua
judul buku diatas. Kalo emang belum tahu ya udah beli gih, biar tahu ya, he.
Meskipun ini sudah lewat dan banyak
yang tahu, saya tetap mau menuliskannya. Yah namanya juga blosg saya. Dua buku
karya dua orang penulis yang saling mendukung, Asma Nadia dan Isa Alamsyah.
Selain keduanya penulis buku-buku laris, yang paling menarik keduanya adalah
suami-istri.
Sebenarnya sudah lama ingin membeli
kedua buku ini, namun ketika masih di Bengkulu dana harus di prioritaskan. Jadi
terkadang masih membeli buku obralan dulu untuk menambah imajinasi bacaan.
Berhubung sekarang lagi momentnya pas acara, dan penjualannya dapat diskon
lagi, plus foto dan tanda tangan, ya untung banget dong. Nah kenapa saya menghubungkan
kedua buku ini, biar lebih afdhol kita bahas sekilas satu-satu dulu ya.
Love Sparks In Korea. Buku yang cukup
membuat saya melek dengan beberapa karya Asma Nadia adalah settingnya di luar
negeri.
Seng Iseng niruin gaya Rania, jarang-jarang ih suka foto ginian. Ambil Moment Aja. |
Buku pertama yang saya baca habis dan
berulang (sayang Cuma sempat minjam) itu ketika kelas dua SMA, buku serial
Aisyah Putri. Empat serinya sudah saya baca habis semua. Sekarang mau beli buat
di koleksi tapi sayang, belum menemukan stoknya lagi.
Lalu buku berikutnya, Cinta di Ujung
Sajadah. Jujur saja buku ini sangat menarik dan menjebak banget. Yang mana
ternyata Cinta adalah nama karakter utama di buku ini, dan perjalanan cintanya
bukanlah cinta ke lawan jenis, meskipun ada bagian yang menunjukkan indikasi
itu, namun yang menjadi cerita pentingnya adalah perjuangan Cinta mencari
Ibunya. Bukunya sekarang dipinjem temen nggak balik, hiks...
Berikutnya Sakinah bersamamu, sip
awalnya saya mencari buku Asma melalui online. Saya pikir ini cerpen atau apa
gitu. Tidak banyak menemukan judul yang saat itu ditawarkan (membelinya sekitar
tiga tahun lalu) saya iyakan saja buku itu, yang saat itu di internet tidak
terlalu saya perhatikan judulnya. Eh ternyata cerita tentang kisah-kisah
keluarga dan rumah tangga, hehe.
Lalu Assalamualaikum beijing. Nah ini
buku berlatar belakang luar negeri pertama yang saya baca dari karyanya Asma
Nadia. Menunjukkan perjalanan seorang Muslimah yang luar biasa. Meskipun unsur
romantis dan Cinta yang ditampakkan disini, tapi sebuah kemasan apik yang tidak
menunjukkan ke’alay’an dalam kisah percintaan, melainkan sebuah perjuangan.
Bahkan filmnya yang saya tonton, membuat senang karena tidak jauh dari
imajinasi ketika membaca novelnya.
Sampai saat ini film yang diangkat ke
layar lebar berdasarkan novel dan sesuai imajinasi bagi saya ketika membacanya,
baru tiga film. Harry Potter, Assalamualaikum beijing, dan Ketika Mas Gagah
pergi. Yang lain mungkin ada yang saya baca novelnya saja, atau Cuma nonton
filmya saja. Masih perlu piknik dan cari ilmu lagi nih ya.
Setelah lama tidak menjamah buku Asma
Nadia, akhirnya dipertemukan langsung dengan orangnya dan kesempatan membeli
bukunya. Yah selalu ada pengorbanan untuk sebuah ilmu. Dulu sempat ingin
menonton filmya, tapi karena suatu hal urung untuk dilakukan.
Pelatihan workshop Asma nadia yang tidak
pernah terpikir untuk bisa ikut sebelumnya, menjadikan moment yang sangat
berharga. Memang sudah haus ilmu untuk beberapa waktu, dan disni semua ilmu
yang diinginkan sekaligus dibutuhkan hadir.
Kembali ke buku Love Sparks In Korea,
pembukaannya kepanjangan ya, hehe. Dari buku ini saya menarik kesimpulan bahwa
beberapa kisah yang ditampilkan adalah tentang Asma Nadia sendiri dalam
perjalanannya yang difiksikan.
Masih teringat kata Pak Isa dalam
penyampaian materinya tentang bagaimana menulis tulisan non-fiksi, salah
satunya adalah dengan membuatnya menjadi fiksi murni. Menurut saya buku ini
salah satunya. Meskipun dari alur keluarga, jodoh dan lainnya mungkin tidak
persis, tapi ada beberapa detail yang tahu perjalanan Asma Nadia, pasti akan
sadar juga hal-hal ini.
Salah satunya adalah menjadikan Rania
(tokoh utama dalam nivel LSIK), seorang penulis yang sudah best seller dan
beberapa dari bukunya sudah di filmkan. Hal ini sama dengan kondisi Asma Nadia
atas pencapaiannya kan?
Lalu kondisi Rania yang memiliki
penyakit dan tidak menyelesaikan kuliahnya. Sama dengan Asma Nadia yang beliau
sempat kuliah di IPB tapi tidak menyelesaikannya karena penyakit yang sedang
dideritanya. Perjalanannya dalam Writer in residence juga deimikian. Sedikit
bercerita tentang perjalanan ketika di Barcelona dan beberapa tempat lainnya.
Bahkan dari keluargapun sempat
terpikir demikian. Salah satu saudaranya yang disebutkan bernama Tia kan? Tahu
dengan mbak Helvy Tiana Rosa ya? Kakaknya Asma Nadia itu lho yang penulis juga.
Dalam buku sengaja nggak dikasih nama lengkap, jadi sempat berpikir mungkin
saja diambil dari nama itu ya? Hehe.
Nah Cuma disini tidak menceritakan
tentang jodoh dalam dunia sebenarnya. Kalo aslinya kan Bunda Asma istri dari
Pak Isa. Namun ada bagian dari Pak Isa yang dimasukkan disini. Ingat ketika ada
bagian yang menjelaskan Rania memberi pinjaman buku No Excuse kepada saudara
atau temannya itu kalau nggak salah ya. Nah buku itu kan karyanya Pak Isa, kalo
yang belum tahu beliau hayo cepetan beli bukunya, hehe.
Namun pengemasan disini sangat manis
dan rapi, sehingga meskipun hanya satu kejadian yang menunjukkan adanya bagian
Pak Isa di dalamnya, namun jika
memperhatikannya itu menjadi sebuah tempelan cerita yang bisa melekat.
Membuatnya seolah-olah hanya sebuah buku biasa yang menjadi sebuah bacaan,
namun sebenarnya adalah sebuah pengenalan secara tidak langsung tapi kuat.
Panjang-panjang dari atas Cuma buat
bilang hubungan singkat ini ya, terlalu. Penulis blog ini minta digebukin deh
ya.
Eits, layaknya seperti sebuah novel,
klimaksnya biasanya di akhir kan, hehe. Maap deh.
Nah, bagaimana dengan buku pak Isa
sendiri. Buku pertama yang membuat saya tertarik adalah buku 101 Dosa Penulis
Pemula. Membelinya ketika akan menjadikan salah satu rujukan dalam mengisi pelatihan
kepenulisan Oktober tahun lalu.
Bener-bener dibahas dalam buku ini
tentang kesalahan dan apa aja yang perlu untuk dilakukan agar naskah menjadi
terlihat lebih baik. Setelah membacanya lebih dari satu kali, satu kutipan pada
bagian akhir buku yang harusnya ini menjadi penyemangat kita semua.
“Memiliki limu yang sedikit tapi dibagikan masih lebih baik daripada
memiliki ilmu banyak yang disimpan sendiri.”
Lalu buku kedua yang kemaren saya
beli langsung ditempat workshop bersamaan dengan buku Asma Nadia, No Excuse.
Sudah lama ingin buku ini tapi belum kesampaian. Lagi-lagi diberikan moment
yang tepat untuk mendapatkannya.
Buku ini saya yakin sangat perlu
untuk ‘menampar’ anda semua yang memiliki alasan untuk melemahkan dalam
melakukan apapun. Menarik dan enak dibaca karena pengemasan buku ini
menampilkan kisah-kisah langsung secara nyata dan mengejutkan. Dan lagi
semuanya adalah tentang orang terkenal yang kebanyakan kita tahu.
Kalau dari dunia menulis saya akan
memberi contoh J.K Rowling tahu ya penulis novel Harry Potter ini.
Perjuangannya yang menulis di depan mesin ketik. Tidak memiliki uang meski
sekedar hanya untuk FotoCopy. Ditolak berkali-berkali oleh penerbit, bahkan
dalam sumber lain di luar buku ini, ada yang menyebutkan ditolak 17 kali. Wallahualam.
Terlepas berapa kali ditolak,
mengetiknya dengan mesin tik saja sudah sangat payah. Apalagi ketika minta
digandakan naskah, harus mengetik ulang dengan mesin tiknya karena tidak mampu
untuk copy naskahnya. Lantas kamu yang punya laptop, fotocopy murah, bahkan
beberapa penerbit bisa menerima naskah hanya dengan lewat email tanpa harus
print dan mengirim, masih loyo tekadnya buat jadi penulis?
Jadi dari kedua buku tersebut,
meskipun memiliki hubungan dalam cerita yang diangkat hanya sekilas, namun efek
dan isi dari kedua buku tersebut sangat bagus. Yah, setidaknya sesuai dengan
genre bacaan yang saya suka.
Semoga ada kesempatan menuntut ilmu
di lain waktu. Dalam kepenulisan saya sudah bertemu dengan patokan penulis saya
Asma Nadia. Sebuah impian yang tertulis dari lima tahun lalu. Lalu dibidang
public speaking, ada satu pelatihan yang sampai sekarang ingin saya ikuti, yah
membutuhkan dana yang lumayan dan pengorbanan waktu juga sih. Tapi kalau ada
Allah apa sih yang tidak mungkin.
Pelatihan dari motivator Nasional,
Jamil Azzaini selama tiga hari jumat-sabtu-minggu setiap bulan pada minggu
ketiga. Yah saya mengikuti tulisannya dan salut dengan leadershipnya dalam
mengembangkan lembaga trainingnya. Saya yang masih belajar, tentunya ingin
lebih banyak ilmu lagi. Sekarang masih belum ada apa-apanya. Semoga diberi
kesempatan dibulan november atau desember tahun ini aamiin.
Semoga betah membaca tulisan panjang
kali ini ya, he.
Salam berkarya, Salam Semangat.
2 komentar:
Senangnya bisa bertemu kak Asma Nadia..Semoga kelak saya juga bisa berjumpa langsung. Aminn
Maaf laptop rusak sebulan ini, baru bisa dilihat lagi blognya,
alhamdulillah, ini dengan perjuangan juga ngejar mbak asmanya, dukungan orang tua, lalu nekat berangkat h-1 acara.
amiin, niatkan dengan kuat inshaAllah bisa bertemu dengan beliau juga amiin
Posting Komentar