Kalau ingat lagi pembahasan tentang
judul di hari pertama workshop, tentu judul diatas bukan judul yang menarik
untuk dijadikan tulisan yang menjual. Tapi ini blog saya, dan memang tulisan
ringan saja terserah saya dong ya, hehe.
Malam menunjukkan pukul 19.30 ketika
saya dan abi sampai ditempat penginapan di tanah abang Jakarta. Menyusuri
jalanan malam untuk mengisi perut yang cukup kosong, melihat sebuah pemandangan
yang tentunya tidak akan saya dapatkan di bengkulu.
Ketika sampai disini langsung merubah
mode diri menjadi penyesuaian. Dari cara, tingkah laku, adat dan budaya tentu
saja berbeda. Tak bisa menggunakan cara tempat tinggal saya untuk bertahan dan
berbaur disini.
Emperan jalan tanah abang yang diisi
berbagai pola manusia. Dari yang tertutup sampai yang terbuka, dari yang naik
gojek, sampai yang naik Kopaja. Keramaian kendaraan dan manusia yang berkali
lipat dari tempat asal sudah tentu menjadi hal yang langsung saya adaptasi.
Memiliki banyak pengalaman dari berbagai tempat memang perlu.
Setelah makan nasi ayam di salah satu
warung makan di pinggir jalan, kembali menuju tempat penginapan. Yah,
alhamdulillah masih sempat untuk menulis draft blog di laptop. Selama sepuluh
hari tak bisa mengepost di blog karena jaringan dan fleksibilitas, tak membuat
kehilangan akan untuk tetap menulis. Tuliskan saja dulu di word dan di simpan.
Ketika pulang nanti tinggal di bombardir untuk di postkan di blog deh, hehe.
Ini tulisan keempat sejak
meninggalkan Bengkulu, yang dibuat tanggal 6 oktober. Bulan kemaren sempat
gagal sih mencoba komitmen One Day One Postnya, karena Cuma berhasil menuliskan
27 tulisan dalam satu bulan, kurang tiga tulisan lagi biar genap 30. Semoga
bisa membayarnya di bulan ini.
Nah, kembali cerita tentang pelatihan
bersama Asma Nadia. Pagi jam 6 sudah siap-siap untuk berangkat. Meskipun acara
jam 9, namun setengah tujuh sudah berada di lokasi. Jangan harap bisa seperti
di Bengkulu. Jika disana, berangkat jam 8 juga terkejar, tapi disini tenu
berbeda. Dengan volume kendaraan yang cukup tinggi jika dibandingkan, persiapan
lebih cepat sangat baik dan akan lebih menguntungkan.
Berangkat jam 6 saja sudah cukup
banyak kendaraan yang lewat, alhamdulillah masih belum terlalu ramai untuk
dikatakan macet. Dan sekitar setengah jam sudah sampai di lokasi. Melihat
kondisi masih sepi dan belum ada tanda-tanda peserta yang datang, saya dan abi
menunggu di tempat tunggu. Setelah agak lama, abipun pamit karena ada urusan
yang lain, saya menunggu sendiri.
Tidak lama setelahnya, seorang bapak
yang sedari tadi duduk di samping saya menyapa. Pertanyaan pertama yangg
dilontarkannyapun cukup mengejutkan. “Aktif di BEM ya?” ujar bapak itu sembari
menyunggingkan senyum yang ramah dan tulus.
Dengan sedikit ragu saya mengiyakan.
Lalu barulah tersadar sedang memakai jaket BEM dari Universitas Bengkulu. Yah,
saya yang hanya memiliki dua jaket pribadi yang keduanya memiliki logo
organisasi, tidak bia mengelak akan kejadian yang seperti ini.
Lalu percakapan jadi akrab karena
bapak itu juga dulunya aktivis mahasiswa. Saling sharing tentang kegiatan dan
kondisi di daerah masing-masing. Lalu secara mengalir kami bertukaran no hp,
dia menawarkan untuk tinggal di tempatnya jika nanti selama seminggu tidak
memiliki tempat tinggal. Sungguh persaudaraan yang luar biasa.
Tidak lama setelah itu dia pulang.
Bosan menunggu, saya mencari sesuatu yang bisa dimakan. Ketika berjalan kedepan
gedung tempat acara, ada yang sedang menjual bubur ayam, wah lumayan buat pengganjal
pagi-pagi. Setelah selesai makan, minuman yang ditawarkannya membuat saya
menarik kesimpulan. Di sini sepertinya minuman tawar itu adalah teh tanpa gula,
itu juga yang disuguhkan ketika makan nasi ayam malam sebelumnya.
Yah, maklum orang baru, jadi tidak
ada yang banyak diketahui dengan perbedaan kebiasaan yang beda dari rumah
sendiri.
Jam 8.00, mulai memberanikan diri
masuk ke lobi, seidkit menunggu karena masih ragu, bertemu dengan peserta
lainnya laki-laki juga. Alhamdulillah, soalnya daritadi yang lewat rata-rata
perempuan, dan memang ketika acara jumlah laki-laki yang mengikuti workshop
tidak sampai seperempatnya dari jumlah perempuan.
Aa Ugi namanya, laki-laki ganteng
(kalo cantik perempuan kan?) berumur 29 tahun. Dengan perawakan badan yang tidak
beda jauh dengan saya kami bercerita mengalir. Dan seketika langsung akrab.
Tidak lama kami mengobrol datang seorang perempuan yang dilihat sekilas masih
muda, namuan raut yang ditampakkan sudah pasti lebih tua dari saya.
“Peserta Asma Nadia juga ya?” pertanyaan
pertama yang terlontar ketika sampai, dengan sedikit kebingungan di wajahnya.
Saat itu juga saling tukar kontak,
meskipun saya sampai sekarang belum sempat menghubungi keduanya. Baru beli
pulsa tadi, hehe.
Dengan cara masing-masing kami
menulis dalam dunia sendiri. Aa Ugi yang sudah punya dua buku, Mbak Rita yang
aktif menulis catatan hatinya, sedangkan saya sedang mencoba aktif menulis di
blog.
Jam 9.00 acara pelatihan dimulai, dan
Bunda Asma masuk ke ruangan. Antara percaya dan tidak, sekarang berada di
ruangan bersama Asma Nadia dengan jarak yang dekat. Seorang penulis yang saya
jadikan patokan dalam perjalanan menulis saya. Rasa Syukur yang tak terkira,
dan kedua orang yang paling berpengaruh sampai mengusahakan saya untuk tiba
disini, My Parents.
Memasuki awal workshop, bunda Asma
cerita sharing dan menyapa para peserta. Ketika ditanya yang berasal dari luar
jawa, sontak sempat merasa spesial, karena hanya ada tiga orang saja yang
berasal dari luar jawa. Ada yang dari Makassar satu orang, Lampung satu orang,
dan saya sendiri dari bengkulu. Secara tidak langsung membawa nama daerah sendiri.
Bismillah.
Bersambung berikutnya...
0 komentar:
Posting Komentar