Assalamualaikum apa kabar kamu semua,
kembali saya menulis lagi hari ini. Setelah dua hari bengkulu diterjang badai
dan hujan, semoga apa yang terjadi memberikan keberkahan.
Menjadi seseorang yang hebat apakah
menyenangkan?
Atau menjadi sesorang yang serba bisa
apakah enak?
Pernahkah terkadang kamu menjadi
seseorang yang merasa paling bawah, paling minder atau serba tidak bisa?
Apa yang salah dengan ssemua hal itu?
Kembali dengan judul diatas, ada apa
dengan “Nyadar Diri”?
Sederhana saja untuk memahaminya.
Nyadar diri tentu adalah posisi dimana kita mengerti dan memahami apa yang ada
pada diri kita sendiri. Entah itu kemampuan kelemahan ataupun yang lainnya yang
menyangkut tentang diri sendiri.
Ketika kita sudah bisa sadar akan
diri sendiri, maka akan bisa menempatkan posisi diri dimanapun. Dengan adanya
kesadaran diri, kamu tidak perlu repot menunggu ukuran dari orang lain untuk
memberikan penilaian atas dirimu, meskipun pada kondisi tertentu kamu juga
perlu untuk mendapatkan penialian tersebut.
Kemampuan atas sesuatu sangat penting
jika kamu sudah paham dimana batasmu. Saya sendiri yang sadar akan kelemahan
dibidang akdemik dalam melakukannya, tidak memaksakan diri untuk menguasainya. Dengan tetap mencoba melakukan sebaik mungkin tapi tidak untuk menjadi hebat di
dalamnya.
Ketika dulu ada mata kuliah yang
sadar dari awal ada kelemahan yang tidak bisa saya lakukan dan kuasai, saya
langsung menghadap keruangan dosen dan mengatakan ketidakmampuan dalam hal itu.
Dengan menyadari hal itu sang dosenpun memakluminya, dan akhirnya saya pun
tetap bisa melewatinya dengan kemampuan yang ada.
Berusaha bersikap “Nyadar Diri” akan
situasi apapun akan membuatmu menjadi lebih terbuka dalm menerima apapun.
Ketika banyak yang menanyakan hal yang berhubungan dengan pengetahuan agama,
saya tidak serta merta menjawab secara “Blek”. Saya akan membahas apa yang saya
ketahui dari sumber yang pernah saya baca, pelajari dan dengar. Lalu biasanya
saya menyuruh mereka yang bertanya untuk mencari sumber lain agar lebih kuat.
Karena saya sadar bukan seorang
tafsir, atau seseorang yang memiliki sanad yang kuat, atau belajar langsung
dari ahlinya, saya tidak akan memberikan pendapat untuk mutlak diikuti, karena
sadar masih belajar. Dengan anggapan diri bahwa ilmu yang didapat masih sangat
kurang akan membuat kita lebih mudah untuk mendengarkan orang lain.
Sayanganya pada hal inilah kita
sering terlena, bukan nyadar akan diri sendiri, tapi sering sok nyadarkan orang
lain. Secara tidak sadar hal itupun membuat kita merendahkan orang lain. Maka
dari itu, perlu sebuah kesadaran yang tinggi dan kuat dalam melakukannya.
Ingat, kita semua diciptakan dari asal yang sama, dan dalam bentuk yang setara.
Hanya iman dan ketaatan yang membedakan seberapa besar kepantasan diri kita di
hadapanNya.
Sadarilah batas kemampuan diri, dan
lawan batas itu ketika waktunya.
Sadarilah akan kelemahan diri, dan
hadapi kelemahan itu ketika sudah lebih kuat
Sadarilah sesuatu yang besar yang mungkin
dilakukan, hingga pada saatnya nanti, bukan saja mungkin tapi benar-benar akan
dilakukan.
Salam Semangat.
0 komentar:
Posting Komentar