“Kamu sudah jadi bahan perbincangan
diantara para dosen. Kapan mau selesai, kenapa tidak pernah terlihat di
Fakiultas lagi, atau kamu tidak ingin menyelesaikan kuliahmu?”
Suara keras Pak Sardi menasehatiku. Entah
antara marah atau kasihan tak tertebak. Tidak sengaja bertemu dengannya di
parkiran motor, tak bisa mengelakkan diri. Cadar yang menutupi muka inilah yang
masih menjadi penyelemat ekspresi bertemu degannya.
“Maaf pak, bukannya tidak muncul
lagi, saya kerjakan kok, ini buktinya” Sambil menunjukkan data yang sedang
kukerjakan di hadapannya.
“Saya memang tidak di dekanat karena
bimbingannya di ruangan Magister oleh Professor Hendra pak. Kan beliau stay nya disitu jadi saya ya ke
ruangannya bukan ke dekanat” Dengan santai melakukan pembelaan diri.
Meskipun baru tiga bulan ini mulai
memberanikan diri menggunakan cadar di lingkungan Fakultas Psikologi ini, aku
masih kelepasan dengan gaya kocak bawaan dari kecil. Mau gimana lagi, mantan
juara panjat pinang dulunya, sifat pecicilan masih terbawa dong.
Pernah bahkan teman dekat yang awalnya
sempat takut dengan keputusanku, namun sudah mulai cair seperti biasanya
berkomentar.
“Eh Nabila, kamu tuh udah mulai
tertutup gitu masih saja pecicilannya nggak hilang. Jangan aja ntar malah ikut
lomba panjat pohon yang lain, malu oy, jaim dikit lah, jaga iman.”
Aku Cuma nyengir kuda aja di
depannya. Eits, tapi nggak bakal kelihatan, kan muka tertutup, mau aku cibirin
juga bebas deh. Astaghfirullah, ingat Nabil, kamu lagi hijrah, feminim dikit
dong. Batinku yang lain menyeruak.
Kembali ku tekuri kerut dan anggukan
di wajah pak ketua prodi. Yah, pertemuan yang tidak sengaja ini membuat mati
kutu. Kalau tadi balik kanan kabur, ketara banget kan kalau menghindari. Yah udah
semester dua digit gini deh kalau ketemu dosen ya.
“Hm, yah bapak paham, terus bagaimana
kenapa belum selesai juga atau jarang bimbingan?”
Kembali pertanyaan menyelidik
diajukan. Untuk pertanyaan yang satu ini aku sudah siap sejak lama jika ada
yang melontarkannya, termasuk beliau.
“Alhamdulillah pak lumayan rutin. Ini
sudah mau bimbingan yang ke dua belas” Dengan sedikit bangga aku membalas
pertanyaan Pak Sardi.
Yah dalam waktu empat bulan memang
bukan hal yang wah jika bimbingan 12 kali, tapi menelisik proposal sebelumnya
yang ditolak karena setahun tidak ada kemajuan, dan ini empat bulan sudah
banyak bimbingan tentu menjadi kebanggan sendiri dong, apalagi pembimbing
sebelumnya adalah Pak Sardi ini, ketua prodiku sendiri. Hehe.
“Huh, okelah, kamu harus cepat
selesaikan, jangan sampai di dahului adik tingkatmu yang lain” Dengan muka lega
sekaligus waspada Pak Sardi berlalu dan mengembalikan kertas penelitianku.
Nafas lega kuhembuskan berulang kali.
Horor banget kejadian mendadak ini.
Kuputar badan berbalik kebelakang
untuk melanjutkan analisis yang sedang dikerjakan, dan ternyata...
“Nabila, kamu belum selesai juga? Sudah
lama tidak nampak di Fakultas, kemana saja kamu?” Suara Bu Halimah, dosen yang terkenal tegas
dan disiplin menghampiriku.
Amboi, baru selamat dari satu
interogasi, bertemu dengan interogasi yang lain, lalu harus menjawab ulang
pertanyaan yang sama kah? Huaaa...
0 komentar:
Posting Komentar