Senin, 10 Oktober 2016

Love Spark In Korea – No Excuse



Siapa yang tidak tahu dengan kedua judul buku diatas. Kalo emang belum tahu ya udah beli gih, biar tahu ya, he.

Meskipun ini sudah lewat dan banyak yang tahu, saya tetap mau menuliskannya. Yah namanya juga blosg saya. Dua buku karya dua orang penulis yang saling mendukung, Asma Nadia dan Isa Alamsyah. Selain keduanya penulis buku-buku laris, yang paling menarik keduanya adalah suami-istri.

Sebenarnya sudah lama ingin membeli kedua buku ini, namun ketika masih di Bengkulu dana harus di prioritaskan. Jadi terkadang masih membeli buku obralan dulu untuk menambah imajinasi bacaan. Berhubung sekarang lagi momentnya pas acara, dan penjualannya dapat diskon lagi, plus foto dan tanda tangan, ya untung banget dong. Nah kenapa saya menghubungkan kedua buku ini, biar lebih afdhol kita bahas sekilas satu-satu dulu ya.

Love Sparks In Korea. Buku yang cukup membuat saya melek dengan beberapa karya Asma Nadia adalah settingnya di luar negeri.


Seng Iseng niruin gaya Rania, jarang-jarang ih suka foto ginian.
Ambil Moment Aja.


Buku pertama yang saya baca habis dan berulang (sayang Cuma sempat minjam) itu ketika kelas dua SMA, buku serial Aisyah Putri. Empat serinya sudah saya baca habis semua. Sekarang mau beli buat di koleksi tapi sayang, belum menemukan stoknya lagi.

Lalu buku berikutnya, Cinta di Ujung Sajadah. Jujur saja buku ini sangat menarik dan menjebak banget. Yang mana ternyata Cinta adalah nama karakter utama di buku ini, dan perjalanan cintanya bukanlah cinta ke lawan jenis, meskipun ada bagian yang menunjukkan indikasi itu, namun yang menjadi cerita pentingnya adalah perjuangan Cinta mencari Ibunya. Bukunya sekarang dipinjem temen nggak balik, hiks...

Berikutnya Sakinah bersamamu, sip awalnya saya mencari buku Asma melalui online. Saya pikir ini cerpen atau apa gitu. Tidak banyak menemukan judul yang saat itu ditawarkan (membelinya sekitar tiga tahun lalu) saya iyakan saja buku itu, yang saat itu di internet tidak terlalu saya perhatikan judulnya. Eh ternyata cerita tentang kisah-kisah keluarga dan rumah tangga, hehe.

Lalu Assalamualaikum beijing. Nah ini buku berlatar belakang luar negeri pertama yang saya baca dari karyanya Asma Nadia. Menunjukkan perjalanan seorang Muslimah yang luar biasa. Meskipun unsur romantis dan Cinta yang ditampakkan disini, tapi sebuah kemasan apik yang tidak menunjukkan ke’alay’an dalam kisah percintaan, melainkan sebuah perjuangan. Bahkan filmnya yang saya tonton, membuat senang karena tidak jauh dari imajinasi ketika membaca novelnya.

Sampai saat ini film yang diangkat ke layar lebar berdasarkan novel dan sesuai imajinasi bagi saya ketika membacanya, baru tiga film. Harry Potter, Assalamualaikum beijing, dan Ketika Mas Gagah pergi. Yang lain mungkin ada yang saya baca novelnya saja, atau Cuma nonton filmya saja. Masih perlu piknik dan cari ilmu lagi nih ya.

Setelah lama tidak menjamah buku Asma Nadia, akhirnya dipertemukan langsung dengan orangnya dan kesempatan membeli bukunya. Yah selalu ada pengorbanan untuk sebuah ilmu. Dulu sempat ingin menonton filmya, tapi karena suatu hal urung untuk dilakukan.

Pelatihan workshop Asma nadia yang tidak pernah terpikir untuk bisa ikut sebelumnya, menjadikan moment yang sangat berharga. Memang sudah haus ilmu untuk beberapa waktu, dan disni semua ilmu yang diinginkan sekaligus dibutuhkan hadir.

Kembali ke buku Love Sparks In Korea, pembukaannya kepanjangan ya, hehe. Dari buku ini saya menarik kesimpulan bahwa beberapa kisah yang ditampilkan adalah tentang Asma Nadia sendiri dalam perjalanannya yang difiksikan.

Masih teringat kata Pak Isa dalam penyampaian materinya tentang bagaimana menulis tulisan non-fiksi, salah satunya adalah dengan membuatnya menjadi fiksi murni. Menurut saya buku ini salah satunya. Meskipun dari alur keluarga, jodoh dan lainnya mungkin tidak persis, tapi ada beberapa detail yang tahu perjalanan Asma Nadia, pasti akan sadar juga hal-hal ini.

Salah satunya adalah menjadikan Rania (tokoh utama dalam nivel LSIK), seorang penulis yang sudah best seller dan beberapa dari bukunya sudah di filmkan. Hal ini sama dengan kondisi Asma Nadia atas pencapaiannya kan?

Lalu kondisi Rania yang memiliki penyakit dan tidak menyelesaikan kuliahnya. Sama dengan Asma Nadia yang beliau sempat kuliah di IPB tapi tidak menyelesaikannya karena penyakit yang sedang dideritanya. Perjalanannya dalam Writer in residence juga deimikian. Sedikit bercerita tentang perjalanan ketika di Barcelona dan beberapa tempat lainnya.

Bahkan dari keluargapun sempat terpikir demikian. Salah satu saudaranya yang disebutkan bernama Tia kan? Tahu dengan mbak Helvy Tiana Rosa ya? Kakaknya Asma Nadia itu lho yang penulis juga. Dalam buku sengaja nggak dikasih nama lengkap, jadi sempat berpikir mungkin saja diambil dari nama itu ya? Hehe.

Nah Cuma disini tidak menceritakan tentang jodoh dalam dunia sebenarnya. Kalo aslinya kan Bunda Asma istri dari Pak Isa. Namun ada bagian dari Pak Isa yang dimasukkan disini. Ingat ketika ada bagian yang menjelaskan Rania memberi pinjaman buku No Excuse kepada saudara atau temannya itu kalau nggak salah ya. Nah buku itu kan karyanya Pak Isa, kalo yang belum tahu beliau hayo cepetan beli bukunya, hehe.

Namun pengemasan disini sangat manis dan rapi, sehingga meskipun hanya satu kejadian yang menunjukkan adanya bagian Pak Isa di dalamnya,  namun jika memperhatikannya itu menjadi sebuah tempelan cerita yang bisa melekat. Membuatnya seolah-olah hanya sebuah buku biasa yang menjadi sebuah bacaan, namun sebenarnya adalah sebuah pengenalan secara tidak langsung tapi kuat.

Panjang-panjang dari atas Cuma buat bilang hubungan singkat ini ya, terlalu. Penulis blog ini minta digebukin deh ya.

Eits, layaknya seperti sebuah novel, klimaksnya biasanya di akhir kan, hehe. Maap deh.

Nah, bagaimana dengan buku pak Isa sendiri. Buku pertama yang membuat saya tertarik adalah buku 101 Dosa Penulis Pemula. Membelinya ketika akan menjadikan salah satu rujukan dalam mengisi pelatihan kepenulisan Oktober tahun lalu.

Bener-bener dibahas dalam buku ini tentang kesalahan dan apa aja yang perlu untuk dilakukan agar naskah menjadi terlihat lebih baik. Setelah membacanya lebih dari satu kali, satu kutipan pada bagian akhir buku yang harusnya ini menjadi penyemangat kita semua.

“Memiliki limu yang sedikit tapi dibagikan masih lebih baik daripada memiliki ilmu banyak yang disimpan sendiri.”

Lalu buku kedua yang kemaren saya beli langsung ditempat workshop bersamaan dengan buku Asma Nadia, No Excuse. Sudah lama ingin buku ini tapi belum kesampaian. Lagi-lagi diberikan moment yang tepat untuk mendapatkannya.

Buku ini saya yakin sangat perlu untuk ‘menampar’ anda semua yang memiliki alasan untuk melemahkan dalam melakukan apapun. Menarik dan enak dibaca karena pengemasan buku ini menampilkan kisah-kisah langsung secara nyata dan mengejutkan. Dan lagi semuanya adalah tentang orang terkenal yang kebanyakan kita tahu.

Kalau dari dunia menulis saya akan memberi contoh J.K Rowling tahu ya penulis novel Harry Potter ini. Perjuangannya yang menulis di depan mesin ketik. Tidak memiliki uang meski sekedar hanya untuk FotoCopy. Ditolak berkali-berkali oleh penerbit, bahkan dalam sumber lain di luar buku ini, ada yang menyebutkan ditolak 17 kali. Wallahualam.

Terlepas berapa kali ditolak, mengetiknya dengan mesin tik saja sudah sangat payah. Apalagi ketika minta digandakan naskah, harus mengetik ulang dengan mesin tiknya karena tidak mampu untuk copy naskahnya. Lantas kamu yang punya laptop, fotocopy murah, bahkan beberapa penerbit bisa menerima naskah hanya dengan lewat email tanpa harus print dan mengirim, masih loyo tekadnya buat jadi penulis?

Jadi dari kedua buku tersebut, meskipun memiliki hubungan dalam cerita yang diangkat hanya sekilas, namun efek dan isi dari kedua buku tersebut sangat bagus. Yah, setidaknya sesuai dengan genre bacaan yang saya suka.

Semoga ada kesempatan menuntut ilmu di lain waktu. Dalam kepenulisan saya sudah bertemu dengan patokan penulis saya Asma Nadia. Sebuah impian yang tertulis dari lima tahun lalu. Lalu dibidang public speaking, ada satu pelatihan yang sampai sekarang ingin saya ikuti, yah membutuhkan dana yang lumayan dan pengorbanan waktu juga sih. Tapi kalau ada Allah apa sih yang tidak mungkin.

Pelatihan dari motivator Nasional, Jamil Azzaini selama tiga hari jumat-sabtu-minggu setiap bulan pada minggu ketiga. Yah saya mengikuti tulisannya dan salut dengan leadershipnya dalam mengembangkan lembaga trainingnya. Saya yang masih belajar, tentunya ingin lebih banyak ilmu lagi. Sekarang masih belum ada apa-apanya. Semoga diberi kesempatan dibulan november atau desember tahun ini aamiin.

Semoga betah membaca tulisan panjang kali ini ya, he.

Salam berkarya, Salam Semangat.

2 komentar:

Rizka Andriana mengatakan...

Senangnya bisa bertemu kak Asma Nadia..Semoga kelak saya juga bisa berjumpa langsung. Aminn

Usamah Izzuddin Al-qosam mengatakan...

Maaf laptop rusak sebulan ini, baru bisa dilihat lagi blognya,
alhamdulillah, ini dengan perjuangan juga ngejar mbak asmanya, dukungan orang tua, lalu nekat berangkat h-1 acara.

amiin, niatkan dengan kuat inshaAllah bisa bertemu dengan beliau juga amiin

Posting Komentar

 
;