Senin, 10 Oktober 2016

Semua ada resikonya, (Menuju workshop Asma Nadia part 1)



Jumat sore secara mendadak saya harus pulang untuk mengambil tiket pesawat menuju jakarta besok. Dengan benar-benar mendadak, pagi jumat saya sudah memesan travel untuk kepulangan ke Argamakmur.
Sengaja tidak memakai motor karena belum lama ada info perampokan secara ramai di salah satu daerah dalam perjalanan pulang. Daripada mengambil resiko tidak selamat mending pulang dengan yang lebih aman meskipun sedikit merogoh kocek.


Tepat setelah sholat ashar, dihubungi oleh travel yang sudah saya booking paginya. Melihat hanya ada satu penumpang di bagian tengah perempuan, sang supir langsung saja mempersilahkan untuk duduk di depan, tepat disebelahnya. Seperti membaca pikiran saya. Hanya bisa menarik nafas lega dan bersyukur.

Setelah seperempat perjalanan, mobil travel sempat berhenti sejenak. Ketika tidak sengaja menoleh ke arah belakang tempat satu penumpang yang perempuan tadi, ternyata beliau adalah kakak tingkat ketika SMA dulu, tepatnya malah kakak tingkat yang menjadi panitia MOS di kelompok saya.

Setelah sadar dan beliau juga ingat saya adik tingkatnya, kamipun sedikit mengobrol. Dari tentang kuliah, kerja dan kegiatan masing-masing. Beliau sekarang  sudah kerja di rumah sakit yang ternyata satu yayasan dengan tempat saya mengajar, haha dunia memang sempit. Ketika mobil berjalan lagi, obrolanpun terhenti dan sayapun perlahan mulai tidur hingga sampai tujuan.

Besoknya, jam enam kurang lima belas menit. Saya sudah siap untuk kembali menuju bengkulu. Setelah memilih travel pagi yang berangkat jam enam, dalam pikiran akan sampai di Bengkulu sekitar setengah delapan, namun perjalanan memiliki cerita lain di dalamnya.

Mengambil sebuah keputusan untuk menggunakan kendaraan, tentunya memiliki keuntungan dan kelemahan sendiri, dan mau tidak mau menjadi resiko atas apa yang terjadi.

Ketika melihat jam perjalanan, perkiraan saya harusnya sekitar lima belas menit lagi sampai Unib belakang, karena biasanya travel ini melewati jalan itu. Namun apa yang dipikiran lain dengan kenyataan. Tepat di simpang pondok kelapa, travel berbelok ingin ke arah simpang nakau mengantar penumpang lain yang berada di arah sana. Karena sempat tertidur, makanya kami tidak bisa berkata apa-apa.

Pemilik travel yang kebetulan ikut dengan para penumpang, sedikit ada cekcok dengan supir, serta sayapun kena imbasnya, karena kurang keras mengatakan tujuan kami. Saya hanya bisa diam dan menelan ludah. Karena tidak ada yang diburu-burukan maka saya hanya mengikuti saja kemana arah mobil, yang penting kami nanti diantar.

Lalu, setelah sedikit dinasehati, sang supir langsung menaikkan kecepatannya, dan dua kali hampir saja menabrak pengendara lain dari arah berlawanan. Sempat membuat jantung ini cemas juga melihat kecepatan yang dikemudikan, namun bagaimana lagi, kondisi menuntut sang supir harus melakukannya.

Jam sembilan tepat, saya berhenti di depan SD gang tiga Unib belakang dan sampai di tujuan. Langsung bersiap-siap dan meluncur ke sekolah dengan sepeda motor plus barang bawaan untuk berangkat ke Jakarta siangnya.

Yah, karena sudah memilih, resiko yang seperti tadi sangat mungkin terjadi. Dan tidak ada yang memungkiri jika saya pulang pakai motorpun akan aman, karena kita tidak ada yang tahu, dan semua ada resikonya ya.

Semoga apa yang dipilih untuk dilakukan, ada keberkahan tersendiri di dalamnya, aamiin.

Oke, lanjut tidur lagi, nih terbangun karena nyamuk, hehe, beberapa jam sebelum workshop nih, semoga ilmu dari bunda Asma bisa bermanfaat dan dibawa ke Bengkulu.

Oyasuminasai...

0 komentar:

Posting Komentar

 
;