Lagi-lagi hanya duduk dan menatap
layar komputer. Sudah setengah jam tidak ada satu kata pun yang bisa ditulis,
ah stress.
Bergabung di komunitas sudah,
ngikutin blog penulis hebat juga banyak, ikut pelatihan dan seminar juga, tapi
masih belum ada satu karya pun yang tertulis. Bahkan yang ukuran sedikit seperti
puisi pun tidak.
Pekerjaan mengurus lima anak dan
menyiapkannya setiap hari juga menjadi kendala waktu bagi diriku. Belum lagi
pagi dan malam harus selalu mengantar dan menunggu suami pulang.
Ah, tolonglah satu tulisan saja
cukup. Sudah satu bulan semenjak termotivasi ingin mencoba menulis tapi tidak
bisa juga. Sekarang aku duduk diantara waktu luang yang sempitpun malah tak ada
kalimat dan kata-kata indah yang keluar, lalu aku harus bagaimana?
Terkadang iri dengan beberapa penulis
hebat.
Ada mereka yang mahasiswa. Jam kuliah
yang memiliki jangka waktu dan kadang tidak masuk, memberikan keleluasaan untuk
menulis. Pasti kalau masih mahasiswa dulu dan rajin menulis, satu hari minimal
bisa membuat lima lembar tulisan. Kalau lagi libur bisa sepeluh lembar dong.
Bagaimana tidak? Mahasiswa nggak
ngurus apa-apa kan? Cuma kuliah. Mungkin kalau yang sambil cari uang sendiri
bisa dikatakan pengecualian, tapi kebanyakan mereka kan hanya duduk diam dan
menunggu kiriman orang tua. Kalau mereka memiliki alasan tidak punya waktu, pengen
saya cekik dah.
Nggak tahu apa rasanya jadi mak-mak. Jam empat udah harus bangun
nyuci piring dan baju. Habis shubuh siapin sarapan untuk anak-anak dan suami. Lalu
beres-beres rumah dan lainnya. Siang siap-siap jemput anak yang kecil. Kalau anak
masih bayi, ya setiap detik harus ngawasin kan.
Aku katakan ini karena ingat beberapa
waktu lalu, kejadian yang membuatku hanya bisa meringis dengan seorang
mahasiswi
Pernah sekali seorang mahasiswi yang
kulihat sepertinya berada. Memakai kaos biru lengan panjang, rok hitam tebal,
plus tas ransel yang bermerk. Tidak sengaja bertemu di mall ketika sedang
membeli kebutuhan rumah tangga, secara mengalir curhat kepadaku tentang
kuliahnya.
“Mbak, menurut mbak kuliah tuh
baiknya gimana sih. Aku punya banyak cita-cita tapi kok kayaknya susah banget
ya. Rasanya tiap waktu yang aku punya nggak cukup lho mbak” Dengan nada melas
mahasiswi itu bercerita.
Aku perhatikan dia seksama. Ini masih
muda, umur kayaknya belum ada 23 deh. Apalagi katanya baru semester tiga,
rasanya baru mulai setahun kuliah.
“Jalani aja, nggak sesulit itu kok. Yang
penting kamu niat dan semangat. Di kampung Orang tua menunggu kamu pulang
dengan sarjana lho, jangan lupa ya” Jawabku sekenanya, dan sedikit menyemangati
meskipun agak malas.
Lagi-lagi dirinya menarik napas
panjang. Seperti beban hidupnya sudah sangat berat. Lalu secara mengalir
kembali dia bercerita tentang dirinya yang sedang meraih impiannya untuk
menjadi penulis, tapi tiap hari katanya nggak ada waktu.
Ketika kutanyakan dengan seksama,
ternyata waktunya banyak digunakan tidur, nonton, jalan-jalan sama teman, dan
tugas selalu dikerjakan kepepet. Yah wajar saja tidak ada waktu, yang digunakan
bukan waktu untuk kebermanfaatan. Belum ngerasain jadi ibu rumah tangga kali
ya.
Aku bingung mau bagaimana lagi. Sudah
jam setengah sepuluh malam. Setengah jam dari tadi hanya sibuk membuka media
sosial berharap ada ide yang muncul. Ternyata tidak ada juga. Sebentar lagi
suamiku juga pulang. Untung anak-anak sudah pada tidur semua.
Ah, sudahlah, tidak ada ide yang
muncul, padahal aku bisa menceritakan masa lalu atau diri sendiri, tapi ketika
menghadap layar dengan microsoft word di depan mata, tak satu kata pun yang
keluar untuk dijadikan kalimat bermakna.
Huh, bodo ah, masih tidak ada ide
yang bisa ku tulis, lebih baik nonton tv aja.
0 komentar:
Posting Komentar