Jumat, 02 Desember 2016

Kejayaan Islam Kembali, Satu Syarat Untuk Tiga Janji



Sudah bersyukur dengan nikmat hari ini?


Nikmat iman, islam, rasa tenang dan aman kita rasakan dengan enaknya. Mungkin di beberapa tempat lain saudara kita bisa merasakan nikmat iman dan islam, tapi bagaimana dengan tenang dan aman?

Palestina, Suriah, Myanmar, dan beberapa tempat lainnya banyak saudara kita yang tidak mendapatkan rasa aman itu. Tapi lihat apa yang terjadi.

Apakah ibadah mereka menurun? Apakah keimanan mereka melemah? Atau mungkin mereka meninggalkan keislamannya? Sungguh tak ada satu pun yang terjadi itu semua kepada mereka.

Berapa banyak penghafal quran hidup dengan penuh senyuman diantara bom-bom yang menyapa di negeri Palestina. Betapa tegar ibadah yang dilakukan tanpa takut untuk dihentikan, meskipun badan sendiri menjadi korban pembakaran di Myanmar.

Sekarang tanyakan kepada diri kita sendiri bagaimana kondisi iman kita. Sudah seberapa jauh peningkatan ibadah yang dilakukan dari baligh sampai sekarang?

Jangankan dihafal, tanyakan saja pada diri sendiri Sudah berapa lembar bacaan quran hari ini? Apakah setiap sholat masih dengan tiga Qul? Atau bertambah sampai al-fiil?

Bagaimana ibadah kita. Sudah berapa khusyuk sholat kita? Pada tingkatan sekedar memenuhi kewajiban, atau sudah menjadi kebutuhan. Bahkan mungkin hanya sebagai penutup hari dalam tanda pengenal keislaman.

Naudzubillah summa naudzubillah. Semoga kita semua selalu dalam lindungan dan rahmatnya.

Jika melihat di sekitar kita, terutama di negeri tercinta ini, mulai terasa sebuah gejolak yang sangat besar dalam beberapa minggu terakhir. Sebuah perlakuan dari satu orang menggerakkan berjuta orang. Namun pertanyaannya apakah ini bentuk dari sebuah kejayaan atau kelemahan?

Sangatlah perlu untuk melihat kembali ke dalam diri tentang apa yang terjadi. Jikalau Islam yang sedang kita jalani ini ternyata belum kuat, berarti diri sendiri inilah yang salah. Cek syahadat kita, apakah sudah murni menghambakan diri kepada Allah, ataukah masih ada pegangan dan kepercayaan dengan hal lain atas sebuah keyakinan.

Jika syahadat saja sudah goyah, bagaimana bisa hal lain kita jadikan pegangan untuk membentuk kekuatan. Karena keyakinan padaNyalah yang membuat kuat semua hal. Menyekutukannya adalah keputusan paling buruk yang di lakukan.

Padahal buku petunjuk sudah jelas di depan mata. Tapi kita sendiri tak pernah menggunakannya. Ketika ‘dia’ yang mengutip salah satu bagian dari buku petunjuk kita menimbulkan api besar, pertanyaannya apakah kita sudah melihatnya?

Tidak ada yang salah dalam hal ini, pelajaran besar bagi kita adalah untuk kembali menginteropeksi diri sendiri.

Ingatlah kejayaan islam dulu yang sangat baik di zaman Rasul dan para sahabatnya. Ada yang pernah mengatakan, andaikata Umar hidup di zaman sekarang, mungkinlah ‘dia’ sudah di penggal kepalanya. Dulu, ketika masa islam sedang berjaya dengan kekuatannya, tak ada satu orang pun yang berani untuk mencelanya. Baik dari orang islam sendiri, apalagi mereka yang di luar islam.

Kekuatan islam yang begitu hebat, membuat semua penganutnya memiliki keyakinan kuat dan bangga akan apa yang dibawa. Bagaimana dengan sekarang. Seberapa bangga kita dengan keislaman yang dipegang. Apakah panggilan manusia lebih diutamakan dari panggilan Allah? jika iya, wajar saja jika apa yang sedang bergejolak sekarang bisa terjadi.

Melihat sebuah kejayaan yang terjadi di masa lampau, Allah pun sudah memberikan tiga janji di dalam surat an-nur ayat 55. Untuk memenuhi semuanya hanya dibutuhkan satu syarat. Apa itu?

Tiga janji Allah di dalam surat an-nur ayat 55 yang pertama tentang kepemimpinan atau kekuasaan. Nah Allah sendiri memanggil orang yang beriman agar bisa diberikan sebuah tempat untuk memimpin. Berikutnya agama yang di ridhoinya. Tentu di sini yang dijelaskan adalah agama Islam. Yang terakhir adalah rasa aman. Inilah janji Allah untuk kita semuanya. Dan untuk mendapatkan itu semua Allah hanya minta satu syarat yaitu Meenyembahnya dan tidak syirik.

Kurang apa coba. Janjinya tiga, syaratnya satu. Kita semua mungkin luput akan hal ini, karena jarang membaca, atau membaca tanpa makna. Alangkah indah jika orang beriman yang memimpin akan membuat agama ini menang dan memberikan rasa aman tidak hanya bagi muslim, bahkan mereka yang diluarnya.

Bukan masalah negara islam atau bukan, tapi apakah kita sebagai penganut ajaran islam melaksanakan apa yang seharusnya atau tidak.

Kelemahan kita bukanlah karena keislaman yang kita anut, tapi kurangnya akan apa yang dipelajari dan dimaknai tentang islam itu sendiri. Untuk bisa melakukannya kita harus men-tasfiyah diri. Membersihkan dosa-dosa yang bersemayam yang akhirnya mendapatkan tarbiyah atau pendidikan untuk memahami dan memaknai islam.

Kita semua pasti rindu akan kejayaan Islam yang bisa mengatur segala hal dengan damai dan tenteram. Semoga dengan niat yang tulus dan rahmatNya, jalan yang kita tempuh adalah murni untuk mendapatkan ridhonya.

Jangan hanya jadikan Islam sebagai sebuah pelajaran, tapi jadikan diri belajar akan sebuah keislaman. Semoga kita semua dimudahkan dan diridhoi olehNya.

(ringkasan kajian ust. Hafidz dalam acara Kajian rutin FIMADINA Fakultas kedokteran Universitas Bengkulu)

Mohon maaf jika ada salah semoga bermanfaat, salam kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;