Mencari ilmu itu mudah, yang susah
membangun kemauan dan keinginan kuat untuk mendapatkannya.
Kamu pernah merasa kesal dengan
temanmu yang berhasil?
Merasa kecewa kenapa temanmu lebih
cepat dan banyak mencapai sesuatu dibanding dirimu?
Sebelum menyalahkan dan kesal kepada
mereka coba lihat juga beberapa hal ini.
Apakah pernah temanmu mengajak
mengikuti pelatihan atau seminar tapi kamu menolaknya. Ada beberapa kelompok berbagi ilmu,
tapi kamu mengabaikannya. Ketika ada yang mengajak berbayar
kamu beralasan tidak punya uang, ketika ada pelatihan gratis kamu berdalih
bahwa ada kesibukan, dan belum tentu berkualitas karena gratis. Lalu ketika
temanmu yang dulu mengajak menjadi berhasil dari pelatihan, atau memiliki bisnis
dari seminar, bahkan menghasilkan karya dari sebuah perkumpulan, kamu
menyalahkan mereka.
Kamu merasa temanmu tidak adil dan
ingin menang sendiri serta tidak mau membagi kesempatan kepada kamu
Tidak ingatkah
ketika kamu menyepelekan seminar yang diadakannya?
Apakah lupa ketika kamu
memilih tiduran dan jalan-jalan daripada ikut pelatihan yang ditawarkan?
Lantas sekarang kamu menyalahkan
orang lain?
Berpikir lagi melihat balik kedalam
diri. Hal ini sering sekali kita lakukan. Melihat teman yang punya usaha besar.
Mendengar kabar teman yang telah memiliki karya dimana-mana. Membaca tulisan
tentang teman yang sudah menjelajah negeri orang. Ketika melihatnya ada perasaan
marah kepada mereka, tapi sebenarnya marah itu kepada diri sendiri.
Betapa banyak orang yang hanya ingin
tapi tidak melakukan?
Sedikit hal berkaitan dengan ini ada
yang saya rasakan. Mengadakan sebuah pelatihan untuk bisa membagikan ilmu yang
dipunya tentu cukup susah hanya bermodalkan semangat dan tenaga. Dari pelatihan
pertama untuk mencoba respon yang saya adakan gratis, dari lima orang peserta
public speaking dan sepuluh orang peserta menulis, tidak ada satupun yang
laki-laki. Tentu awalnya saya bingung, namun karena mereka sendiri yang mencari
ilmu, tetap saya lanjutkan.
Lalu pelatihan menulis dan public
speaking yang kedua mulai saya coba berbayar dengan fasilitas yang lebih
tentunya. Dari tiga puluh orang yang mendaftar, hanya enam orang laki-laki. Dan
di pelatihan public speaking yang terakhir dari sembilan orang peserta empat orang
laki-laki.
Ada moment yang membuat saya
menghentikan pelatihan ketika ditegur oleh salah seorang katakan saja ustadzah
yang melihat saya berkumpul dengan beberapa perempuan di dekat danau kampus. Dalam
anjurannya meminta menghentikan kegiatan yang saya lakukan. Sebenarnya saat itu
ada juga peserta laki-laki, namun mereka muntaber (mundur tanpa berita), karena
pelatihan sudah tinggal mencapai tahap akhir, namun dengan teguran itu mau
tidak mau diberhentikan.
Saya tidak mau memperpanjang lebar urusan.
Namun seluruh peserta sempat ingin membuat petisi dan protes kepada beliau, yah
saya yang bertanggung jawab atas pelatihan ini tentu tidak ingin terjadi
keributan, akhirnya tanpa ada balasan balik, pelatihan diberhentikan. Namun semua
peserta masih mendesak dan mencari cara agar tetap bisa pelatihan.
Sekarang setelah melewati beberapa
proses pelatihan yang saya lakukan, alhamdulillah beberapa bukti terbentuk. Dari
pelatihan menuli sudah tujuh orang karyanya benar-benar terbit dan launching di
pasaran. Maaf, dan memang kesemuanya perempuan. Dalam public sepaking beberapa
juga mulai bisa naik ke permukaan untuk menggunakan kemampuan berbicaranya, dan
lagi-lagi sebagian besar peserta perempuan.
Pernah ditanya apakah saya ini sengaja
merekrut perempuan dan mengumpulkannya. Jawabannya tentu saja tidak. Asal tahu
saja, semenjak setelah pelatihan pertama dan kedua, banyak laki-laki baik
secara kelompok maupun pribadi yang juga ingin mengembangkan dirinya di bidang
yang saya bagi itu. Namun hanya sebatas ingin, sedikit sekali yang sampai tahap
pembuktian apalagi jadi.
Fakta yang memang membuktikan bahwa
perempuan cenderung lebih haus akan ilmu ketimbang laki-laki, ini hanya dari
apa yang saya lihat, jadi tidak mengeneralisir ya. Maka dari itu, jangan sampai
terjadi penyesalan yang sia-sia. Selalu ada investasi untuk kesuksesan.
Ingat, jangan menunggu bukti baru
menyesal atas diri sendiri tapi menyalahkan orang lain. Namun buat bukti atas
kemampuan diri, barulah akhirnya mengajak orang lain untuk mencapainya juga.
Tidak ada satupun hal yang ditunggu
untuk menjadi bukti, namun dengan membuktikannya lah maka hal itu terjadi.
Salam berkarya.
0 komentar:
Posting Komentar