Senin, 19 September 2016

Menyesal Setelah Ada Bukti, Tidak Perlu Menyalahkan Orang Lain.



Mencari ilmu itu mudah, yang susah membangun kemauan dan keinginan kuat untuk mendapatkannya.

Kamu pernah merasa kesal dengan temanmu yang berhasil?

Merasa kecewa kenapa temanmu lebih cepat dan banyak mencapai sesuatu dibanding dirimu?

Sebelum menyalahkan dan kesal kepada mereka coba lihat juga beberapa hal ini.

Apakah pernah temanmu mengajak mengikuti pelatihan atau seminar tapi kamu menolaknya. Ada beberapa kelompok berbagi ilmu, tapi kamu mengabaikannya. Ketika ada yang mengajak berbayar kamu beralasan tidak punya uang, ketika ada pelatihan gratis kamu berdalih bahwa ada kesibukan, dan belum tentu berkualitas karena gratis. Lalu ketika temanmu yang dulu mengajak menjadi berhasil dari pelatihan, atau memiliki bisnis dari seminar, bahkan menghasilkan karya dari sebuah perkumpulan, kamu menyalahkan mereka.

Kamu merasa temanmu tidak adil dan ingin menang sendiri serta tidak mau membagi kesempatan kepada kamu

Tidak ingatkah ketika kamu menyepelekan seminar yang diadakannya? 

Apakah lupa ketika kamu memilih tiduran dan jalan-jalan daripada ikut pelatihan yang ditawarkan?

Lantas sekarang kamu menyalahkan orang lain?

Berpikir lagi melihat balik kedalam diri. Hal ini sering sekali kita lakukan. Melihat teman yang punya usaha besar. Mendengar kabar teman yang telah memiliki karya dimana-mana. Membaca tulisan tentang teman yang sudah menjelajah negeri orang. Ketika melihatnya ada perasaan marah kepada mereka, tapi sebenarnya marah itu kepada diri sendiri.

Betapa banyak orang yang hanya ingin tapi tidak melakukan?

Sedikit hal berkaitan dengan ini ada yang saya rasakan. Mengadakan sebuah pelatihan untuk bisa membagikan ilmu yang dipunya tentu cukup susah hanya bermodalkan semangat dan tenaga. Dari pelatihan pertama untuk mencoba respon yang saya adakan gratis, dari lima orang peserta public speaking dan sepuluh orang peserta menulis, tidak ada satupun yang laki-laki. Tentu awalnya saya bingung, namun karena mereka sendiri yang mencari ilmu, tetap saya lanjutkan.

Lalu pelatihan menulis dan public speaking yang kedua mulai saya coba berbayar dengan fasilitas yang lebih tentunya. Dari tiga puluh orang yang mendaftar, hanya enam orang laki-laki. Dan di pelatihan public speaking yang terakhir dari sembilan orang peserta empat orang laki-laki.

Ada moment yang membuat saya menghentikan pelatihan ketika ditegur oleh salah seorang katakan saja ustadzah yang melihat saya berkumpul dengan beberapa perempuan di dekat danau kampus. Dalam anjurannya meminta menghentikan kegiatan yang saya lakukan. Sebenarnya saat itu ada juga peserta laki-laki, namun mereka muntaber (mundur tanpa berita), karena pelatihan sudah tinggal mencapai tahap akhir, namun dengan teguran itu mau tidak mau diberhentikan.

Saya tidak mau memperpanjang lebar urusan. Namun seluruh peserta sempat ingin membuat petisi dan protes kepada beliau, yah saya yang bertanggung jawab atas pelatihan ini tentu tidak ingin terjadi keributan, akhirnya tanpa ada balasan balik, pelatihan diberhentikan. Namun semua peserta masih mendesak dan mencari cara agar tetap bisa pelatihan.

Sekarang setelah melewati beberapa proses pelatihan yang saya lakukan, alhamdulillah beberapa bukti terbentuk. Dari pelatihan menuli sudah tujuh orang karyanya benar-benar terbit dan launching di pasaran.  Maaf, dan memang kesemuanya perempuan. Dalam public sepaking beberapa juga mulai bisa naik ke permukaan untuk menggunakan kemampuan berbicaranya, dan lagi-lagi sebagian besar peserta perempuan.

Pernah ditanya apakah saya ini sengaja merekrut perempuan dan mengumpulkannya. Jawabannya tentu saja tidak. Asal tahu saja, semenjak setelah pelatihan pertama dan kedua, banyak laki-laki baik secara kelompok maupun pribadi yang juga ingin mengembangkan dirinya di bidang yang saya bagi itu. Namun hanya sebatas ingin, sedikit sekali yang sampai tahap pembuktian apalagi jadi.

Fakta yang memang membuktikan bahwa perempuan cenderung lebih haus akan ilmu ketimbang laki-laki, ini hanya dari apa yang saya lihat, jadi tidak mengeneralisir ya. Maka dari itu, jangan sampai terjadi penyesalan yang sia-sia. Selalu ada investasi untuk kesuksesan.

Ingat, jangan menunggu bukti baru menyesal atas diri sendiri tapi menyalahkan orang lain. Namun buat bukti atas kemampuan diri, barulah akhirnya mengajak orang lain untuk mencapainya juga.

Tidak ada satupun hal yang ditunggu untuk menjadi bukti, namun dengan membuktikannya lah maka hal itu terjadi.

Salam berkarya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;