Berumur 22 tahun enam belas hari lalu
menunjukkan sebuah perjalan hidup yang tidak sebentar. Tentu banyak yang sudah
dilewati.
Menjadi anak Sulung di keluarga
memiliki amanah besar. Menjadi contoh, panutan dan yang pertama dalam melakukan
sesuatu agar bisa dicontoh dan diikuti oleh adik-adik. Bersyukur kami berempat
memiliki gaya dan passion masing-masing sehingga tidak memiliki ketergantungan
yang berlebihan satu sama lain. Memiliki kemampuan di bidang yang dikuasai
menjadikan kami terus tampil maksimal dari apa yang dipegang.
Namun, menjadi yang cepat dalam
proses menjadikan itu semua berkebalikan dalam lingkungan. Memulai sekolah
dasar pada umur empat tahun sepuluh bulan menjadikan anak termuda secara umur
di kelas, dan juga badan yang kecil. Ketika sd pertumbuhan masih lambat. Namun memang
belum diterima ketika ingin dimasukkan di SD dekat rumah, SD 6 Curup. Akhirnya di
masukkan ke SD yang mau menerima yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Barulah ketika
kelas dua dipindahkan ke SD dekat Rumah.
Masih ingat ketika sudah mencapai
kelas lima SD, dan hampir menuju kenaikan kelas enam SD. Ummi memberi usul
bahwa tidak usah naik kelas dulu, dipikir masih terlalu cepat. Saat itu saya
tidak masalah, mengikuti apa saja yang terjadi. Namun akhirnya tetap saja naik
kelas enam SD.
Dua minggu setelah menjalani kelas
enam di SD 6 Curup, saya harus pindah bersama keluarga ke Bengkulu Utara,
Argamakmur. Dan disana langsung mendaftar di SD 17 Argamakmur.
Ketika menyesuaikan dengan kondisi
yang baru saya masih sedikit tertinggal, lagi-lagi menjadi anak paling kecil di
kelas. Alhamdulillah dalam beberapa bulan, meskipun menjadi yang bungsu di
lingkungan sekitar, saya menjadi delegasi Bengkulu bersama teman-teman untuk
mengikuti perlombaan puitisasi al-quran di jakarta timur.
Sekitar umur 10 tahun saya lulus SD,
dan masuk ke SMP 2 Argamakmur. Yah, tidak jauh kondisinya seperti ketika SD
sebelumnya, menjadi seorang yang kecil di kelas. Bukan hanya kecil umur, namun
mental sayapun di SMP ini, semakin kecil. Duduk satu tahun di sebelah preman
kelas, membuat saya tertindas, hehe. Benar-benar dimanfaatkan deh.
Umur 13 tahun lulus SMP, dan masuk
SMA. Di lingkungan SMA saya tidak terlalu menjadi yang bungsu lagi, mulai ada
beberapa orang yang seumuran dengan saya, namun mereka yang ketika SMPnya
melalui program percepatan kelas. Sehingga secara umum mereka juga mampu lulus
lebih cepat. Pernah terbayang jika saja saya ikut program percepatan, maka saya
pasti sudah lebih cepat lagi sekolahnya.
Umur 16 tahun lebih saya lulus SMA,
dan di umur 17 tahun hari pertama masuk kuliah. Awalnya sempat berpikir apakah
menjadi yang termuda lagi? Secara tahun umur masih ada yang sama-sama 94, namun
secara bulan, ya saya masih termasuk yang paling kecil.
Tapi sekarang apakah bisa mengatakan
seperti itu? Tentu tidak. Karena kedewasaan dan kematangan tidak bisa diukur
oleh umur. Bukan berarti saya mengatakan diri saya sendiri sudah dewasa, hanya
orang yang bisa menilainya.
Namun beberapa kali masuk ke dunia
kerja, kembali saya menjadi anak bungsu. Terakhir sekarang di SMP yang menjadi
tempat saya mengajar sekarang. Saya kira ada yang sepantaran. Namun setelah
tahu, ternyata saya menjadi yang paling bungsu disini. Memang secara semester
kuliah, ada beberapa yang tahun angkatannya masih di bawah saya. Namun secara
umur saya masih menjadi yang paling bungsu. Haha, tapi kalau dikatakan
kelahiran 94, apalagi bulan-bulan akhir, masih banyak yang tidak percaya. Sampai-sampai
KTP saja dibilang palsu, hehe.
Yang penting bukan seberapa muda atau
tua umur, tapi seberapa cekatan dan baik menghadapi keadaan yang ada disekitar.
Karena umur tua bisa jadi tingkahnya anak-anak, dan umur muda pemikiran dan
sikapnya sudah dewasa.
Salam Semangat.
0 komentar:
Posting Komentar