Selasa, 24 Januari 2017

Ketika Hal yang Salah Tidak Lagi Dianggap Salah



Cerita singkat kali ini diangkat dari kisah nyata. Sebuah kisah yang seharusnya bisa menjadi refleksi bagi kita semua. Sebuah kesalahan jika dianggap biasa tentu akan memberikan dampak kepada semuanya.


Mungkin tulisan yang bahasannya mirip seperti ini sudah pernah saya publikasikan, namun semoga kembali menjadi pengingat bagi semua.

Betapa banyak hal yang dianggap lumrah padahal itu salah. Entah itu dalam keluarga, pendidikan, pertemanan dan yang lainnya. Dalam hal ini yang saya angkat adalah tentang pendidikan.

Seorang remaja yang memang pintar dan rajin akhirnya berubah menjadi seseorang yang pemalas, liar, dan tidak disiplin.

Lelaki ini seorang anak yang berprestasi semenjak SD. Selalu mendapatkan peringkat paling atas dan juara kelas. Tidak pernah sekalipun membantah orang tua dan juga taat akan peraturan. Pemikirannya akan idealisme tentang kebaikan dan kejujuran yang dipegang tak pernah sekalipun goyah.

Semua itu mulai menganggu nuraninya ketika memasuki masa SMP.

Kelas satu sampai tiga juara kelas tidak bergeser dari tangannya. Menjadi anak yang pintar dan rajin sehingga tidak pernah sekalipun ketidakberaturan ada pada dirinya. Datanglah saat ujian nasional SMP. Saat ujian dimulai, guru pengawas memberikan kopelan dan kunci jawaban atas soal yang dikerjakan. Nurani pemuda ini terusik.

Selama ini dia memegang kejujuran dan kedisiplinan akan pekerjaan yang dilakukannya, semua itu runtuh seketika. Secara mentah-mentah dia tolak kunci itu, dan dia mengerjakan sendiri.

Setelah lulus dia memasuki SMA. Kembali lagi menjadi seorang yang normal seperti biasanya. Kembali di kelas satu dan kelas dua meraih peringkat teratas dan terbaik. Namun ketika di kelas dua semester dua, hal yang merubah sikapnya menjadi puncak disini.

Ketika pengumuman akhir kelas dua SMA dan pengumuman peringkat, tergeserlah posisinya. Temannya yang mendapatkan peringkat pertama di kelas. Namun itu menjadi hal yang merubah pemuda ini sebelumnya.

Temannya yang menjadi peringkat pertama itu adalah anak kelas yang suka nyontek, tidak jujur dan melakukan hal yang tidak pantas untuk mendapatkan nilai. Hal itu menjadi kekesalan tersendiri bagi sang pemuda. Semenjak itulah semua kepribadiannya menjadi berubah total.

Pelan-pelan sang pemuda mulai membolos, dan puncaknya sudah berani membantah orang tua. Untuk apa melakukan kejujuran, jika yang jelek lebih di hargai dan mendapatkan prestasi. Begitu pikirnya.

Lihatlah, semua berawal dari common mistake tentang sebuah hal yang kita tahu kalau hal itu adalah salah, namun dianggap  biasa.

Sayapun pengalaman ketika smp dan sma yang diberikan secara jelas dan terang-terangan kunci jawaban ketika mengerjakan ujian nasional. Mencoba teguh pendirian meskipun saat smp menjadi NEM terendah disekolah.

Betapa baanyak hal in terjadi disekitar kita. Pernah juga mendengar berita ketika seorang ibu dan anak murid yang melaporkan ada kecurangan tentang ujian di salah satu sekolah dasar hal itu malah di respon dengan kurang baik oleh yang lainnya. Semua orang tua yang lain datang dan memprotes ibu dan anak yang melaporkan hal tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa kecurangan dan hal lain yang bagi kebanyakan orang lain hanyalah’sedikit’ cara yang bisa ditoleransi, ternyata efeknya besar. Karena hal kecil inilah yang akan memberikan dampak tidak sederhana bagi kebanyakan orang, apalagi individu.

Memang ketika melakukannya saat kecil tidak akan terasa sekarang. Namun mental dan mindset kitalah yang akan terbina ketika di masa yang akan datang.

Bagaimana, apakah ingin tetap melakukan hal ini dan membiarkannyta terus terjadi?

Menggerakkan hal dari yang terkecil sangat baik untuk perubahan kebaikan yang lainnya. Berkata benar, jujur dalam berbuat, membantu dalam kesusahan, tidak ada yang salah dengan hal itu. Kenapa harus membiarkan kecurangan jika jujur lebih baik.

Semoga idealisme dan prinsip kebaikan yang kita semua pegang bisa teguh sampai akhir. Semoga apa yang dilakukan tak ada yang menjadi bumerang bagi sendiri, dan juga bisa saling mengingatkan satu sama lain.

Biarlah menunggu lampu merah menjadi hijau meskipun yang lain menerobos. Biarlah antri untuk mengambil sesuatu walaupun yang lain menyerobot. Tak apa melakukan sunnah dengan yang diyakini, meski akan dibilang kolot. Tak apalah membicarakan kebaikan dan mengikuti kegiatan sesuai pilihan, biar harus mendengar label ‘sok alim’.

Karena hidupmu adalah pilihanmu, tapi kebaikan adalah hal mutlak yang harus ada pada dirimu.

Salam kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;