Cerita
singkat kali ini diangkat dari kisah nyata. Sebuah kisah yang seharusnya bisa
menjadi refleksi bagi kita semua. Sebuah kesalahan jika dianggap biasa tentu
akan memberikan dampak kepada semuanya.
Mungkin
tulisan yang bahasannya mirip seperti ini sudah pernah saya publikasikan,
namun semoga kembali menjadi pengingat bagi semua.
Betapa
banyak hal yang dianggap lumrah padahal itu salah. Entah itu dalam keluarga,
pendidikan, pertemanan dan yang lainnya. Dalam hal ini yang saya angkat adalah
tentang pendidikan.
Seorang
remaja yang memang pintar dan rajin akhirnya berubah menjadi seseorang yang
pemalas, liar, dan tidak disiplin.
Lelaki
ini seorang anak yang berprestasi semenjak SD. Selalu mendapatkan peringkat
paling atas dan juara kelas. Tidak pernah sekalipun membantah orang tua dan
juga taat akan peraturan. Pemikirannya akan idealisme tentang kebaikan dan
kejujuran yang dipegang tak pernah sekalipun goyah.
Semua
itu mulai menganggu nuraninya ketika memasuki masa SMP.
Kelas
satu sampai tiga juara kelas tidak bergeser dari tangannya. Menjadi anak yang
pintar dan rajin sehingga tidak pernah sekalipun ketidakberaturan ada pada
dirinya. Datanglah saat ujian nasional SMP. Saat ujian dimulai, guru pengawas
memberikan kopelan dan kunci jawaban atas soal yang dikerjakan. Nurani pemuda
ini terusik.
Selama
ini dia memegang kejujuran dan kedisiplinan akan pekerjaan yang dilakukannya,
semua itu runtuh seketika. Secara mentah-mentah dia tolak kunci itu, dan dia
mengerjakan sendiri.
Setelah
lulus dia memasuki SMA. Kembali lagi menjadi seorang yang normal seperti
biasanya. Kembali di kelas satu dan kelas dua meraih peringkat teratas dan
terbaik. Namun ketika di kelas dua semester dua, hal yang merubah sikapnya
menjadi puncak disini.
Ketika
pengumuman akhir kelas dua SMA dan pengumuman peringkat, tergeserlah posisinya.
Temannya yang mendapatkan peringkat pertama di kelas. Namun itu menjadi hal
yang merubah pemuda ini sebelumnya.
Temannya
yang menjadi peringkat pertama itu adalah anak kelas yang suka nyontek, tidak
jujur dan melakukan hal yang tidak pantas untuk mendapatkan nilai. Hal itu
menjadi kekesalan tersendiri bagi sang pemuda. Semenjak itulah semua
kepribadiannya menjadi berubah total.
Pelan-pelan
sang pemuda mulai membolos, dan puncaknya sudah berani membantah orang tua. Untuk apa melakukan kejujuran, jika yang
jelek lebih di hargai dan mendapatkan prestasi. Begitu pikirnya.
Lihatlah,
semua berawal dari common mistake
tentang sebuah hal yang kita tahu kalau hal itu adalah salah, namun
dianggap biasa.
Sayapun
pengalaman ketika smp dan sma yang diberikan secara jelas dan terang-terangan
kunci jawaban ketika mengerjakan ujian nasional. Mencoba teguh pendirian
meskipun saat smp menjadi NEM terendah disekolah.
Betapa
baanyak hal in terjadi disekitar kita. Pernah juga mendengar berita ketika
seorang ibu dan anak murid yang melaporkan ada kecurangan tentang ujian di salah
satu sekolah dasar hal itu malah di respon dengan kurang baik oleh yang
lainnya. Semua orang tua yang lain datang dan memprotes ibu dan anak yang
melaporkan hal tersebut.
Hal ini
menunjukkan bahwa kecurangan dan hal lain yang bagi kebanyakan orang lain
hanyalah’sedikit’ cara yang bisa ditoleransi, ternyata efeknya besar. Karena hal
kecil inilah yang akan memberikan dampak tidak sederhana bagi kebanyakan orang,
apalagi individu.
Memang ketika
melakukannya saat kecil tidak akan terasa sekarang. Namun mental dan mindset
kitalah yang akan terbina ketika di masa yang akan datang.
Bagaimana,
apakah ingin tetap melakukan hal ini dan membiarkannyta terus terjadi?
Menggerakkan
hal dari yang terkecil sangat baik untuk perubahan kebaikan yang lainnya. Berkata
benar, jujur dalam berbuat, membantu dalam kesusahan, tidak ada yang salah
dengan hal itu. Kenapa harus membiarkan kecurangan jika jujur lebih baik.
Semoga idealisme
dan prinsip kebaikan yang kita semua pegang bisa teguh sampai akhir. Semoga apa
yang dilakukan tak ada yang menjadi bumerang bagi sendiri, dan juga bisa saling
mengingatkan satu sama lain.
Biarlah
menunggu lampu merah menjadi hijau meskipun yang lain menerobos. Biarlah antri
untuk mengambil sesuatu walaupun yang lain menyerobot. Tak apa melakukan sunnah
dengan yang diyakini, meski akan dibilang kolot. Tak apalah membicarakan
kebaikan dan mengikuti kegiatan sesuai pilihan, biar harus mendengar label ‘sok
alim’.
Karena hidupmu
adalah pilihanmu, tapi kebaikan adalah hal mutlak yang harus ada pada dirimu.
Salam
kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar