Senin, 30 Januari 2017

Berawal dari hinaan dan rasa minder



Bercerita tentang perjalanan awal seseorang semua pasti memilikinya. Saya yang bersyukur dengan keadaan sekarang tentu tidak serta merta meraihnya dengan mudah. Banyak hal yang jadi pengingat saya melakukan hal ini dari yang dulunya tidak memiliki apa-apa. Saya akan benar-benar mundur ke belakang, masuk ketika masih SD.

Memiliki masa kecil yang riang seperti anak pada umumnya. Namun secara kompetisi saya seorang yang masih dibawah rata-rata. Sebagai seseorang yang memiliki starter lambat tapi bertahan, SD bukan sesuatu rekor yang cukup baik dalam catatan sejarah saya.

Cerita pertama teringat ketika masih kelas tiga SD. Mengerjakan soal matematika ketika pertama kali masuk pada semester awal. Logika saya jelas sekali belum bermain. Dari lima soal yang diberikan hanya dua soal yang mampu saya jawab benar, itupun contoh dari yang dituliskan guru. Soalnya hanyalah membuat angka dari tulisan yang ada.

Misalnya, tiga ribu lima. Seharusnya ditulis 3005, namun yang saya tulis benar-benar dengan pemikiran yang polos. Tiga ribu dulu secara penuh, baru angka lima, jadinya seperti ini, 30005. Begitu juga dengan dua soal lain yang salah.

Yap, saya hanya anak yang suka bermain. Dulu yang hanya menjadi bullyan teman-teman dan selalu dianggap anak bawang. Tentu dengan umur yang masih terlalu kecil untuk anak SD, yaitu masuk dengan umur empat tahun sepuluh bulan.

Masih di kelas tiga SD, entah apa sebabnya saya pun pernah dibully dan di palakin jajanan oleh teman sekelas sendiri. Saya yang di ancam dan merasa takut akhirnya menuruti. Selama tiga bulan kurang lebih setiap pagi jajan saya diminta olehnya. Badannya besar dan lebih tinggi daripada saya. Mau bilang apa coba.

Namun setelah ada teman yang mendukung dan menyemangati saya untuk lebih berani, hal itu saya hentikan. Meskipun agak takut tapi saya melawan untuk tidak memberikan jatah jajan kepadanya lagi. Lucunya ketika saya pindah sekolah, dirinyalah yang duluan ke rumah dan minta photo saya untuk dijadikan kenang-kenangan.

Masih dalam lingkungan SD saya ketika di Curup. Kelas lima SD, tulisan yang dijuluki oleh guru sebagai cacing kepanasan dihadapkan kesemua teman sekelas. Tentu hal ini membuat saya saat itu menjadi lebih down lagi. Tidak banyak yang saya lakukan, semua perjalanan SD hanya mengikuti alur saja.

Lucu memang jika mengingat itu semua, tapi inilah titik awal yang sederhana.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;