Cieee...
bahas masalah hati lagi nih ya. Emang ada apa sih dengan hati?
Banyak
dong, ini masalah yang bisa menjamah berbagai lini. Dari lini tengah, sayap
kiri, bek kanan, sampai ke gawang, hehe.
Hati
manusia yang rapuh dan susah untuk terungkapkan, menunjukkan kerumitan
tersendiri dalam gejolaknya. Tentu untuk mengaitkan hati ini paling enak dan
nyaman kepada Allah dong, sang maha pemilik hati manusia. Jika sudah
dikembalikan kepadaNya, pasti akan terasa tenang dan nyaman.
Nah
bagaimana jika bersinggungan dengan manusia, apakah hal ini masih bisa
bertahan?
Kalau
sudah memasuki remaja, yang namanya gejolak hati mulai banyak rasanya. Entah
itu rasa suka, kagum, baik itu dengan manusia, sesuatu benda, atupun hal yang
disukainya dalam pekerjaan dan kegiatan.
Apalagi
dengan kita yang dewasa (merasa udah dewasa aja, haha). Masalah hati tentu
menjadi problema yang paling mudah menyerang dan rentan membuat galau. Terlebih
lagi jika umur sudah memasuki angka 20an. Mulai 23, 24, 25, dan seterusnya hati
akan memberontak karena mulai ingin menemukan pasangan hati untuk didiami.
Ribetnya
jika berbicara hati di hadapan manusia banyak sekali hal yang tidak pasti. Dari
kode yang nggak jelas, sampai sikap yang tak tentu arah. Pokoknya ribet deh,
bukannya manusia dewasa ini tidak mau jujur dengan apa yang dirasakan, hanya
saja gengsi dan rasa tidak enaknya lebih besar diatas itu semua.
Namun
ada satu masa dimana semua itu tidak berpengaruh, yaitu masa kecil. Yap, atau gampangnya
berbicaralah dengan anak kecil dengan begitu akan mendapat kejujuran yang
murni.
Meluluhkan
hati anak kecil memang terkadang lebih sulit daripada hati orang dewasa, tapi
kejujuran yang ditampakkan oleh mereka jauh lebih alami dan membuat kita lega.
Anak kecil yang memiliki sifat polos, tidak banyak ribet dan waktu mikir untuk
mengekspresikan dirinya. Apapun yang kita lakukan akan diberikan respon saat
itu juga.
Misalnya
saja, ketika ingin mencoba menggendong anak kecil. Dari yang dibawah satu tahun
sampai berumur lima tahun, akan nampak apakah mereka mau atau tidak. Dari situ
saja bisa ketahuan bahwa anak kecil bisa langsung menilai dan menunjukkan sikap
kepada kita.
Kondisi
lainnya, misal kita membelikan permen, eskrim, ataupun roti kesukaannya. Seorang
anak kecil pada umumnya tidak akan malu-malu untuk mengambil apa yang
ditawarkan olehnya. Dengan cepat dia akan menerima itu apalagi kalau behubungan
dengan makanan.
Diantara
merekapun akan saling berinteraksi layaknya seorang teman. Namun ketika satu
hal tidak sesuai dengan yang lainnya, bisa jadi salah satu akan menangis atau
memukul. Jika berebut mainan tentu akan ada salah satu yang ngotot atau bahkan
dua-duanya yang ngotot untuk memiliki dan memainkannya. Lalu menangis, dan
setelah tenang bermain lagi bersama.
Berbeda
dengan orang dewasa, ada hal yang tidak cocok sedikit saja memang tidak nampak
akan reaksinya saat itu juga. Tapi dibalik itu semua memendam perasaan benci,
tidak suka. Entah hanya karena beda tempat kerja, mengaji, atau yang lainnya.
Sampai-sampai menjadi bahan omongan kepada teman yang lain.
Lihat
betapa sifat kekanak-kanakan itu lebih ada pada orang dewasa sebenarnya. Mereka
yang lebih ingin diperhatikan dengan segala aktivitas yang dilakukan. Suka
dengan pujian dan sangat menentang jika sedikit saja tidak sejalan.
Betapa
murninya anak kecil menjadi pembelajaran bagi kita semua, bahwa apa yang
terjadi di sekitar kita pada dasarnya bukanlah hal besar yang perlu menjadi
keributan. Terlebih lagi jika hal-hal seperti itu hanya hal-hal kecil yang
sebenarnya bisa dicari jalan keluar.
Tak ada
yang tak mungkin untuk diselesaikan. Jika ingin tahu perasaan murni dari sebuah
ekspresi hati, belajarlah dari anak kecil. Mereka akan mengeluarkan semua beban
tanpa ada dendam dan kedustaan, puitis dikit,
hehe.
Yuk
menjadi pribadi yang lebih menyenangkan dan terbuka tanpa perlu saling
mengotori hati. Salam kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar