Setelah membersihkan rumah, memasak
dan mencuci. Saya masih bingung ingin melakukan apa. Sembari menunggu nasi
matang, saya putuskan untuk mencoba bercengkrama dengan Clara. Seorang gadis
yang belum lama saya kenal.
Saya perhatikan dengan seksama. Yah memang
kalau memandang sebelah mata, tidak ada yang bagus dari wanita seperti ini. Seorang
pencopet, yang malam suka minum-minum. Sukanya pakai jins dan kaos serta topi. Berjilbab
jangan harap?
Tinggal di Gang perintis, saya merasa
tidak susah menghubunginya. Meskipun jarang megang HP, masih bisa kok telponan
atau sms dengannya. Secara perawakan dirinya memang cantik, tapi karena memang
gaya dan penampilannya yang tidak terlalu dijaga, mengaburkan sisi kewanitaan
dan kecantikannya.
Kenal sama Clara ini sudah hampir
setahun sih, tapi baru dekat beberapa waktu ini. Teman-teman kampus memang
tidak ada yang mengenalnya. Ada satu orang yang juga kenal dengan Clara, bisa
jadi dia sudah memperkenalkan dengan temannya yang lain. Tapi saya masih
menyimpan sendiri sosok Clara ini.
Memang kadang-kadang beliau mencopet
di pasar Minggu Bengkulu, berteman dengan pencopet tidak masalah toh yang
penting tidak ikut mencopet. Setelah sedikit mengorek cerita pagi ini dengan
Clara, dia memiliki masalah broken home. Memiliki ibu yang baik tapi ayah tiri
yang semena-mena.
Pengen sih mengenalkan dia dengan
teman-teman di kampus lainnya, tapi dia pun belum siap. Entahlah baru kenal
sebentar saya sudah berani mengajaknya, semoga tidak ada fitnah.
Seorang Clara, tidak punya mimpi
besar seperti kita sobat. Dia bisa makan sehari-hari aja udah syukur. Tapi ya
mau bagaimana lagi, ayah tirinya yang tidak mau bekerja, menjadikannya seorang
pencopet. Jujur saja, ketika awal saya bertemu dengannya itu ketika tas saya
yang diambil. Laptop, quran, buku, dan beberapa ratus ribu uang di dalamnya.
Kami menjadi teman semenjak ketemu
lagi di Masjid Pasar Minggu. Alhamdulillah, semua tas saya masih utuh isinya. Dia
tidak berani mengutak-atik, ketika melihat al-quran di dalam tas saya. Bersyukur
deh siapa tahu hidayah.
Meskipun orang Bengkulu, Clara tidak
sering menggunakan bahasa Bengkulu. Karena dia besar di Jakarta beberapa tahun.
Jadi kalo lagi ngomong sama Clara, masih sering pakai Lu-Gue, Hehe. Saya yang
tidak biasa kadang kikuk juga kalo lagi ngobrol sama dia.
Nah teman muslimah yang juga kenal
Clara sekarang alhamdulillah sedang mengajak Clara untuk hijrah, tapi masih
belum ada efek dan buktinya sih. Sayangnya ketika teman sesama organisasi di
Kampus tahu, mereka berpikir agak aneh. Huh, yah fitnah lagi ya.
Maksudnya sih pengen ngajak orang
untuk menuju jadi lebih baik. Tapi mau bagaimana lagi, kesukaan dengan
psikologi pada pola pikir orang membuat saya mudah menerima keadaan beliau. Tidak
apalah, semoga beeliau cepat mendapat hidayah. Setidaknya meskipun jarang,
sudah mulai sholat, Bahkan sempat sekali bertemu di Masjid DU, Masjid Kampus
saya.
Karena hidayah milik Allah dan
menyampaikannya tugas kita, jadi nggak perlu pilih-pilih selama memungkinkan
untuk mengajak kebaikan, InshaAllah.
Salam Kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar