Minggu, 06 November 2016

Pagi bersama Clara.




Setelah membersihkan rumah, memasak dan mencuci. Saya masih bingung ingin melakukan apa. Sembari menunggu nasi matang, saya putuskan untuk mencoba bercengkrama dengan Clara. Seorang gadis yang belum lama saya kenal.

Saya perhatikan dengan seksama. Yah memang kalau memandang sebelah mata, tidak ada yang bagus dari wanita seperti ini. Seorang pencopet, yang malam suka minum-minum. Sukanya pakai jins dan kaos serta topi. Berjilbab jangan harap?

Tinggal di Gang perintis, saya merasa tidak susah menghubunginya. Meskipun jarang megang HP, masih bisa kok telponan atau sms dengannya. Secara perawakan dirinya memang cantik, tapi karena memang gaya dan penampilannya yang tidak terlalu dijaga, mengaburkan sisi kewanitaan dan kecantikannya.

Kenal sama Clara ini sudah hampir setahun sih, tapi baru dekat beberapa waktu ini. Teman-teman kampus memang tidak ada yang mengenalnya. Ada satu orang yang juga kenal dengan Clara, bisa jadi dia sudah memperkenalkan dengan temannya yang lain. Tapi saya masih menyimpan sendiri sosok Clara ini.

Memang kadang-kadang beliau mencopet di pasar Minggu Bengkulu, berteman dengan pencopet tidak masalah toh yang penting tidak ikut mencopet. Setelah sedikit mengorek cerita pagi ini dengan Clara, dia memiliki masalah broken home. Memiliki ibu yang baik tapi ayah tiri yang semena-mena.

Pengen sih mengenalkan dia dengan teman-teman di kampus lainnya, tapi dia pun belum siap. Entahlah baru kenal sebentar saya sudah berani mengajaknya, semoga tidak ada fitnah.

Seorang Clara, tidak punya mimpi besar seperti kita sobat. Dia bisa makan sehari-hari aja udah syukur. Tapi ya mau bagaimana lagi, ayah tirinya yang tidak mau bekerja, menjadikannya seorang pencopet. Jujur saja, ketika awal saya bertemu dengannya itu ketika tas saya yang diambil. Laptop, quran, buku, dan beberapa ratus ribu uang di dalamnya.

Kami menjadi teman semenjak ketemu lagi di Masjid Pasar Minggu. Alhamdulillah, semua tas saya masih utuh isinya. Dia tidak berani mengutak-atik, ketika melihat al-quran di dalam tas saya. Bersyukur deh siapa tahu hidayah.

Meskipun orang Bengkulu, Clara tidak sering menggunakan bahasa Bengkulu. Karena dia besar di Jakarta beberapa tahun. Jadi kalo lagi ngomong sama Clara, masih sering pakai Lu-Gue, Hehe. Saya yang tidak biasa kadang kikuk juga kalo lagi ngobrol sama dia.

Nah teman muslimah yang juga kenal Clara sekarang alhamdulillah sedang mengajak Clara untuk hijrah, tapi masih belum ada efek dan buktinya sih. Sayangnya ketika teman sesama organisasi di Kampus tahu, mereka berpikir agak aneh. Huh, yah fitnah lagi ya.

Maksudnya sih pengen ngajak orang untuk menuju jadi lebih baik. Tapi mau bagaimana lagi, kesukaan dengan psikologi pada pola pikir orang membuat saya mudah menerima keadaan beliau. Tidak apalah, semoga beeliau cepat mendapat hidayah. Setidaknya meskipun jarang, sudah mulai sholat, Bahkan sempat sekali bertemu di Masjid DU, Masjid Kampus saya.

Karena hidayah milik Allah dan menyampaikannya tugas kita, jadi nggak perlu pilih-pilih selama memungkinkan untuk mengajak kebaikan, InshaAllah.

Salam Kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;