25 November 2016, adalah hari spesial
lain yang di dekasikan untuk mereka yang mengabdi bagi pencerdasan kehidupan
bangsa. Tapi saya awali cerita hari ini dengan Hujan.
Pernah mendengar tentang hujan di
bulan november. Seorang temanpun menyukai sekali hujan dan bulan november.
Sampai-sampai pernah memberikan julukan November Rain. Tapi tentu beda cerita
hujan pada hari ini.
Jumat barokah yang sedang di jumpai,
diawali dengan sebuah anugerah dari sang illahi. Adzan shubuh berkumandang di iringi
dengan suara merdu hujan yang membasahi. Alangkah nikmatnya jika bisa memnuhi
panggilan itu dengan senyum berseri. Tapi manusia masih banyak mengabaikannya,
dan menarik selimut lagi.
Sempat ragu karena ingin menuju
rumahNya, namun air dari atas langit deras membasahi ditambah angion sepoy yang
kuat (maksudnya badai sih, hehe). Tapi
masih teringat dan terngiang kata seorang kakak tingkat dulunya. “Hei, kita ini
masih beruntung Cuma hujan air, masa segitu aja takut. Di Palestina sana hujan
peluru tidak kendor ibadahnya” Akhirnya dengan mantap kularikan kaki melewati
hujan dan tersenyum. Tidak lupa membaca doa yang seringkali di anjurkan. Allahumma Shoyyiban nafii’an.
Selesai shubuh dan tilawah, berpikir
hujan akan berhenti. Ingin kembali mencoba datang ke sekolah pagi seperti kamis
kemaren. Namun alhamdulillah, sampai jam di dinding kamar menunjukkan pukul
tujuh, tak kunjung hujan reda. Akhirnya setelah motor yang dibawa adek datang
tanpa pikir panjang, bermodalkan jaket dan kemeja merah, hujan kedua saya
nikmati dalam perjalanan setengah jam itu.
Siapa sih yang tidak kesal dalam
melakukan perjalanan yang ingin diburu, pekerjaan yang ingin cepat
diselesaikan, tapi terhalang oleh manisnya air hujan. Yakinlah sobat, kalau
kita memang menganggapnya sebuah kekacauan dan kesulitan akan terasa berat,
tapi saya melihat peluang disana dan sungguh menikmatinya.
Asumsi pertama saya, jika hujan, ada
kemungkinan polisi yang berjaga menjaga lampu lalu lintas akan sedikit,
sehingga lebih mudah untuk melancarkan kendaraan. Alhasil saya tidak melewati
jalan pantai yang biasa, dan menerobos melalui jalan kota sehingga waktu
perjalanan yang dilakukan menjadi lebih cepat.
Alhamdulillah ketika sampai di
sekolah baju semua basah kuyup sampai ke bagian dalam. Dan tepat ketika sampai berbunyi
bel jam mengajar pertanda masuk. Kaku dan dingin memang, tapi nikmat. Selama
perjalanan hujan, saya bersenandung membiarkan air hujan masuk ke dalam pakaian
dan mulut, plus mandi hujan. Jujur saja ada kerinduan melakukannya. Jadi nggak
usah takut malu kan, he.
Itu cerita pertama saya di tanggal
spesial ini.
Lalu ketika sampai sekolah tempat
mengajar disadarkan dengan hari guru, yang juga ternyata menjadi hari terakhir
saya mengajar di sekolah itu. Lanjut atau tidaknya masih belum tahu memang,
jadi sementara ini saya asumsikan sebagai jadwal terakhir.
Moment terakhir mengajar ini saya
tidak banyak memberikan apa-apa lagi kepada anak murid. Pertama saya mengajar
di kelas tujuh. Dua pertemuan terakhir memang saya membahas ulang materi yang
sudah mereka pelajari untuk persiapan ujian, sehingga mereka tidak akan kaget
dengan materi yang keluar.
Alhamdulillah sebagian besar sudah
bisa memahami kebanyakan materi. Beberapa pun menunjukkan perkembangan. Tapi di
hari terakhir ini, tiga murid terpaksa harus saya hukum karena melakukan sesuatu
yang kurang berkenan. Lalu setelah mata pelajaran selesai, saya kembalikan
mereka tanggung jawabnya ke wali kelas.
Setelah istirahat lima belas menit
saya langsung masuk lagi untuk mengajar di kelas delapan. Kelas dengan murid
yang tidak seberapa namun kemeriahannya luar biasa ini saya tutup dengan
menyenangkan. Materi mereka sudah tidak banyak yang perlu di bahas, karena
secara target semester menyeuaikan degan buku peganagan, mereka sudah selesai. Alhasil
kami menonton beberapa video untuk di amati dan penyegaran.
Setelah selesai pukul 10.30 saya bersiap
kembali ke Kampus menyelesaikan sesuatu. Ketika sedang rehat di kursi depan
sebelum pulang, anak-anak kelas sembilan menarik saya untuk melihat sesuatu ke
dalam. Tidak lama setelah itu, saya hanya melihat sekilas, MasyaAllah ternyata
mereka menyemir semua sepatu guru yang ada. Sayang yang saya pakai sepatu
berbahan kain jadi tidak ikut disemir, hehe.
Dibalik kejahilan mereka, sebuah rasa
hormat yang tidak hilang ditunjukkan. Bahkan hanya lewat dari jauh sekilas
saja, mengkilap sepatu yang disemir sangat tampak. Semoga mereka menjadi anak
yang di ridhoi Allah amiin.
Perjalanan terakhir pada tanggal
spesial ini, terjadi ketika berada di kampus.
Awalnya menunggu surat untuk di
berikan ke dosen. Lalu setelah sholat jumat, saya duduk menunggu para dosen
yang keluar dari acara workshop. Berbincanglah
dengan salah satu staff yang menjaga absen dan sertifikat.
Setelah tanya-tanya tentang apa yang
saya lakukan, beliau mulai bercerita tentang ketiga anaknya yang kuliah. Sebuh perjuangan
yang diceritakan oleh seorang ibu yang bekerja sebagai staff di sebuah
instansi.
Memiliki tiga anak, yang dua di antaranya
sedang kuliah, dan satu sudah bekerja. Penghasilan yang mungkin beberapa
menurut anda tidaklah besar, tapi bagi ibu ini seberapapun sangat berharga. Anak
ketiganya yang sedang kuliah, masih menjalani status mahasiswanya dengan
membayar UKT. Sang ibu masih mencari cara agar anaknya bisa mendapatkan
beasiswa untuk meringankan sppnya.
Bersyukur anaknya yang sebelumnya,
berhasil mendapatkan beasiswa yang mempermudah perjalanan kuliahnya. Semoga semuanya
menjadi anak yang baik dari sebuah pengorbanan dan perjuangan ibu yang lebih
baik.
Yap, sesungguhnya hikmah dan hidayah
ada disekitar kita setiap saatnya. Hanya saja seberapa besar kita tergerak
untuk berusaha menggapainya.
Terkadang memang harus menjadi pendengar
daripada terus berbicara. Di saat yang lain kitalah yang harus membaca dari
buah pikiran orang lain.
Salam kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar