Kamis, 04 Mei 2017

Sedekap Tangan di atas dada, atau di atas perut?



Hari ini menjadi hal yang cukup tidak biasa. Setelah menunggu Ummi dan Abi di Bandara kembali kerumah dan mampir mencicip teh thailand. Rasanya yang unik masih terasa gigit di lidah, yuk cobain (hehe malah promosi).

Setelah pulang, entah kenapa muncul saja di kepala ingin mengunjungi tempat mengajar sebelumnya di Islamic School U_Care. Kangen dan rindu kepada anak-anak yang pernah menjadi bagian hidup (ciee, agak lebay) ingin melihat kembali wajah riang yang siapa tahu bisa menjadi stimulus dalam melakukan beberapa hal.
 
foto lama kegiatan peregangan sebelum memanah
Sekitar jam 11 sampai di lokasi dan langsung mendapatkan salam dan senyum beberapa anak yang tidak asing, dan beberapa juga yang baru. Alya yang sudah semakin tinggi dan besar langsung mendatangi dan digendong. Duh udah makin berat, dan lagi sudah lima tahun sekarang umurnya.

Bertemu juga dengan Fatah yang sudah gondrong sebahu. Wah-wah hampir tidak terkenali deh. Terucap sesuatu yang cukup membuat haru baru datang ini ketika saya bilang, “Siapa ini?” sambil menunjuk ke diri sendiri.

“Sir Uus, Fatah masih inget kok.” Jawab lugu Fatah yang hanya membuat saya semakin tersenyum.

Lalu ada Hana yang sebelumnya sudah pernah saya lihat, dan Aurel yang baru saya lihat. Ada Azzam yang juga adiknya dari Alya, sudah semakin besar juga. Nayla, Faris, dan beberapa anak lain yang tidak lagi saya temui. Ada yang sudah SD, ada juga yang pindah karena orang tuanya yang pindah kerja.

Tidak lama setelah datang, waktupun menjelang dzuhur dan masjid sudah berbunyi. Otomatis sedang berada di posisi yang sudah jarang untuk anak-anak, siap-siap menjadi imam sholat bagi mereka.

Baru saja semalam belajar lagi tentang cara menyempurnakan wudhu, dan semkin hati-hati lagi bagaimana wudhu ini harus sangat baik dilakukan. Karena jika wudhu sendiri tidak benar dilakukannya, tentu sholatnya pun tidak akan diterima.

Setelah berwudhu, saya melihat Al-Fatah yang masih enam tahun ini sudah menyusun dan membentang sajadah dengan posisi imam dan makmum dua baris. MasyaAllah, semakin berkembang dan melekat dengan semua yang dipelajarinya.

Akhirnya setelah adzan selesai berkumandang saya langsung mengambil posisi untuk sholat sunnah qabliyah yang mana dua hari kemaren tidak bisa dilakukan. Setelah takbir seperti biasa bersedekap tangan kanan di atas tangan kiri.

Sebuah hal terjadi yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Setelah melakukan dua rokaat yang pertama, saya berdiri lagi untuk melanjutkan sunnah dua rokaat berikutnya. Pada dua rokaat bagian kedua ini anak-anak melihat saya sholat. Melihat posisi saya yang melakukan bersedekap beberapa komentar tercuap dari mereka.

Posisi mereka yang berdiri disamping saya, otomatis membuat saya mendengar apa yang merka ucapkan. Pertama ada Aurel dan Hana yang berkomentar posisi tangan saya yang bersedekap di depan dada,

“Eh kok tangannya kayak gitu ya, bukannya disini” posisi Aurel bersedekap tangannya di atas perut.

Fatah pun menimpali,”Bukan, Sir Uus bener emang kayak gitu”

Masih tidak mau kalah, Aurel dan Hana kembali bertanya, “Kenapa kayak gitu, bukannya kayak gini?”

Fatah menjawab yang disambung Alya,”Kalau tangannya diperut nanti setannya masuk ke hati. Jadi sedekapnya di depan dada biar bisa lindungin hatinya “

Sebuah jawaban yang tak pernah terpikir sebelumnya. Sembari mereka berdebat masalah sedekap yang saya lakukan, saya pun mengakhiri sholat sunnah qabliyah. Setelah salam masih terdengar Fatah yang mengatakan hal tersebut.

Saya hanya tersenyum melihat mereka, Alya pun langsung pangku dan duduk di depan saya. Bertanya kepada saya yang baru saja selesai sholat tentang sedekap yang saya lakukan. Lalu saya menengahi dengan memberi tanda kepada mereka,”Yang terpenting kita semua tetap sho...”

“Lat...” Kompak anak-anak menjawab dengan senyum. Saat itu juga mereka berhenti dan tidak berdebat, bersiap untuk melakukan sholat dzuhur.

Teman-teman sekalian, andai kita di posisi mereka kata-kata apakah yang keluar? Dalil, menghardik, mengharamkan, menyalahkan, atau apakah? Karena masalah sedekap, belum lagi yang lain.

Saya ulang sekali lagi apa kata seorang anak yang berumur enam tahun tadi ketika ada yang bertanya kenapa tangan harus di sedekapkan di depan dada bukan di perut,

“Kalau sedekap tangannya di perut nanti setannya masuk kedalam hati lewat dada”

Betapa sebuah jawaban yang polos tapi menyentuh. Namun ketika saya katakan jangan sampai tidak sholat, mereka setuju dan mengangguk. Sungguh sebuah penyelesaian yang sederhana untuk menyatukan pendapat dalam sebuah kelompok kecil yang masih mampu berpikir sehat.

Semoga kita bisa menjadi seorang yang sederhana dalam berbicara, dan dakwah dengan hikmah dan bijaksana.

Salam kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;