Hari
ini menjadi hal yang cukup tidak biasa. Setelah menunggu Ummi dan Abi di
Bandara kembali kerumah dan mampir mencicip teh thailand. Rasanya yang unik
masih terasa gigit di lidah, yuk cobain (hehe malah promosi).
Setelah
pulang, entah kenapa muncul saja di kepala ingin mengunjungi tempat mengajar
sebelumnya di Islamic School U_Care. Kangen dan rindu kepada anak-anak yang
pernah menjadi bagian hidup (ciee, agak lebay) ingin melihat kembali wajah
riang yang siapa tahu bisa menjadi stimulus dalam melakukan beberapa hal.
Sekitar
jam 11 sampai di lokasi dan langsung mendapatkan salam dan senyum beberapa anak
yang tidak asing, dan beberapa juga yang baru. Alya yang sudah semakin tinggi
dan besar langsung mendatangi dan digendong. Duh udah makin berat, dan lagi
sudah lima tahun sekarang umurnya.
Bertemu
juga dengan Fatah yang sudah gondrong sebahu. Wah-wah hampir tidak terkenali
deh. Terucap sesuatu yang cukup membuat haru baru datang ini ketika saya
bilang, “Siapa ini?” sambil menunjuk ke diri sendiri.
“Sir
Uus, Fatah masih inget kok.” Jawab lugu Fatah yang hanya membuat saya semakin
tersenyum.
Lalu
ada Hana yang sebelumnya sudah pernah saya lihat, dan Aurel yang baru saya
lihat. Ada Azzam yang juga adiknya dari Alya, sudah semakin besar juga. Nayla,
Faris, dan beberapa anak lain yang tidak lagi saya temui. Ada yang sudah SD,
ada juga yang pindah karena orang tuanya yang pindah kerja.
Tidak
lama setelah datang, waktupun menjelang dzuhur dan masjid sudah berbunyi. Otomatis
sedang berada di posisi yang sudah jarang untuk anak-anak, siap-siap menjadi
imam sholat bagi mereka.
Baru
saja semalam belajar lagi tentang cara menyempurnakan wudhu, dan semkin
hati-hati lagi bagaimana wudhu ini harus sangat baik dilakukan. Karena jika
wudhu sendiri tidak benar dilakukannya, tentu sholatnya pun tidak akan
diterima.
Setelah
berwudhu, saya melihat Al-Fatah yang masih enam tahun ini sudah menyusun dan
membentang sajadah dengan posisi imam dan makmum dua baris. MasyaAllah, semakin
berkembang dan melekat dengan semua yang dipelajarinya.
Akhirnya
setelah adzan selesai berkumandang saya langsung mengambil posisi untuk sholat
sunnah qabliyah yang mana dua hari kemaren tidak bisa dilakukan. Setelah takbir
seperti biasa bersedekap tangan kanan di atas tangan kiri.
Sebuah
hal terjadi yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Setelah melakukan dua
rokaat yang pertama, saya berdiri lagi untuk melanjutkan sunnah dua rokaat berikutnya.
Pada dua rokaat bagian kedua ini anak-anak melihat saya sholat. Melihat posisi
saya yang melakukan bersedekap beberapa komentar tercuap dari mereka.
Posisi
mereka yang berdiri disamping saya, otomatis membuat saya mendengar apa yang
merka ucapkan. Pertama ada Aurel dan Hana yang berkomentar posisi tangan saya
yang bersedekap di depan dada,
“Eh kok
tangannya kayak gitu ya, bukannya disini” posisi Aurel bersedekap tangannya di
atas perut.
Fatah
pun menimpali,”Bukan, Sir Uus bener emang kayak gitu”
Masih
tidak mau kalah, Aurel dan Hana kembali bertanya, “Kenapa kayak gitu, bukannya
kayak gini?”
Fatah
menjawab yang disambung Alya,”Kalau tangannya diperut nanti setannya masuk ke
hati. Jadi sedekapnya di depan dada biar bisa lindungin hatinya “
Sebuah
jawaban yang tak pernah terpikir sebelumnya. Sembari mereka berdebat masalah
sedekap yang saya lakukan, saya pun mengakhiri sholat sunnah qabliyah. Setelah
salam masih terdengar Fatah yang mengatakan hal tersebut.
Saya
hanya tersenyum melihat mereka, Alya pun langsung pangku dan duduk di depan
saya. Bertanya kepada saya yang baru saja selesai sholat tentang sedekap yang
saya lakukan. Lalu saya menengahi dengan memberi tanda kepada mereka,”Yang
terpenting kita semua tetap sho...”
“Lat...”
Kompak anak-anak menjawab dengan senyum. Saat itu juga mereka berhenti dan
tidak berdebat, bersiap untuk melakukan sholat dzuhur.
Teman-teman
sekalian, andai kita di posisi mereka kata-kata apakah yang keluar? Dalil,
menghardik, mengharamkan, menyalahkan, atau apakah? Karena masalah sedekap,
belum lagi yang lain.
Saya
ulang sekali lagi apa kata seorang anak yang berumur enam tahun tadi ketika ada
yang bertanya kenapa tangan harus di sedekapkan di depan dada bukan di perut,
“Kalau sedekap
tangannya di perut nanti setannya masuk kedalam hati lewat dada”
Betapa
sebuah jawaban yang polos tapi menyentuh. Namun ketika saya katakan jangan
sampai tidak sholat, mereka setuju dan mengangguk. Sungguh sebuah penyelesaian
yang sederhana untuk menyatukan pendapat dalam sebuah kelompok kecil yang masih
mampu berpikir sehat.
Semoga
kita bisa menjadi seorang yang sederhana dalam berbicara, dan dakwah dengan
hikmah dan bijaksana.
Salam
kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar