Beberapa
hari ini menjadi sorotan dan pikiran sendiri atas beberapa hal yang terjadi. Anak-anak
pada masa usia tanggung yang sedang galau antara kebebasan dan keteraturan
dihadapkan oleh beberapa kenyataan yang tak terelakkan.
Seorang
ayah adalah penentu dari pembentukan karakter bagi anak. Terlepas anak laki-laki
atau perempuan, peran ayah tetaplah sama, menjadi seorang yang mengajarkan
karakter dan berbagai macam hal yang berhubungan dengan sikap seorang anak.
Secara umum,
Ibu mengajarkan kasih sayang dan kelembutan, ayah memberikan sebuah
kedispilinan dalam bersikap. Meskipun hal ini bukanlah mutlak, setiap keluarga
memiliki cara dan metodenya masing-masing dalam mendidik anak.
Hal yang
perlu diingat bahwa ayah dan ibu memiliki posisi yang sama sebagai pemegang
tanggung jawab dalam kondisi anak. Dari mereka kecil sampai nanti beranjak
dewasa. Pendidikan yang diberikan sejak dini dari rumahlah yang akan menjadikan
seorang anak seperti apa sebenarnya.
Beberapa
kasus ditemukan terkadang seorang anak malah takut oleh ayahnya bukan karena
rasa hormat atau rasa kagum, namun kekerasan yang dilakukan oleh ayah itu
sendiri. Hal ini menjadikan dampak yang tidak kecil bagi sang anak dan hasilnya
pun beragam.
Ada beberapa
anak melampiaskannya di sekolah. Entah melakukan tindak pelanggaran kecil
sampai yang besar. Bisa jadi ada yang merokok, ada yang nakal, ada juga yang
melawan dengan gurunya. Nah hal ini dampak-dampak yang tidak disadari bisa
menjadikan masa depannya akan susah untuk diarahkan.
Tidak hanya
berhenti sampai disitu, parah-parahnya bisa sampai melakukan tindak kejahatan
yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya dari orang tua. Hal ini tidak lain
hal yang ditimbulkan dari ketidaksengajan sang ayah mengingatkan sang anak
dengan cara yang tidak seharusnya.
Memukul,
menampar, melecutnya dengan sabuk, dan lainnya. Hal ini sungguh sangat buruk
bagi pengaruh jiwa sang anak. Jika diterapkan dengan anak umur delapan tahun
kebawah, kalau tidak jadi pemberontakan, bisa jadi pendiam yang tidak biasa. Kalau
dilakukan umur anak SMP ke atas, bisa jadi besarnya adalah pemberontakan dan
pembangkangan.
Tidak
menutup kemungkinan akan menjadikan anak laki-laki ini menjadi benci laki-laki
tapi melampiaskannya dengan menjadi seorang penyuka sesama jenis, tentu ini
sebuah gangguan mental yang sangat buruk.
Kumpulan
kalimat dari tema “Anak Belajar Dari Kehidupan” dari Homeschooling U_Care Bengkulu,
yang diambil dari seorang ahli ini, mungkin bisa sedikit membuka pikiran
bagaimana kita sebaiknya bersikap terhadap seorang anak.
Jika
anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika
anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika
anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
Jika
anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia
belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia
belajar kedengkian
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan,
ia belajar merasa bersalah
Jika
anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
Jika
anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
Jika
anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
Jika
anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai
Jika
anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika
anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi,
ia belajar kedermawanan
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan
keterbukaan, ia belajar kebenaran dan
keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia
belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan persahabatan,
ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia
belajar berdamai dengan pikiran
(Dorothy Law Nolte)
Untuk
Yang belum, akan, dan sudah menjadi ayah, semoga menjadi pelajaran agar bisa
menjadikan anak kita seorang teman dan sahabat yang menyenangkan, bukan sasaran
pelampiasan .yang perlu dibinasakan
Wallahu a’lam
Salam
kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar