Selasa, 28 Maret 2017 0 komentar

Jatuh Cinta Bukan Sebuah Pilihan



Bagaimana kabarnya hari ini? Masih dipenuhi dengan kegembiraan dan cinta yang berlimpah kah? Atau hanya kosong dan meratapi kesedihan yang sedang dihadapi?


Lagi-lagi membahas cinta ya, tapi memang itu tidak pernah lepas dari kehidupan kita, bahkan setiap detik jika bukan karena sebuah cinta yang besar belum tentu kita bisa bertahan hidup di dunia ini.

Memiliki dan mendapatkan cinta tentu sangat nikmat rasanya, apalagi jika itu cinta yang benar-benar murni dan alami. Yuk kita coba lihat sudah berapa banyak cinta yang diberikan pada hari ini. Dimulai dari cinta utama yang paling luar biasa untuk dirasakan.

Sudahkah jatuh cinta pada Allah? kalau masih belum perlu bertanya lagi kepada diri sendiri bahwa kita sudah menolak cintaNya, padahal perhatiannya kepada kita begitu besar. Apakah masih susah untuk bisa mencintai Allah secara utuh? Yah memang tidak sempurna tapi setidaknya kita terus mencoba, karena cinta kepadaNya bukanlah sebuah pilihan, melainkan keharusan.

Oke, diam dan renungkan sejenak beberapa hal ini.

Kalau bukan rasa cinta yang begitu besar kepada semua makhluknya, sudah pasti semua yang menentang tinggal diberi azab tanpa perlu lama-lama bertahan. Tapi kenapa masih banyak mereka yang melalaikan semua rasa cintaNya diberikan penangguhan untuk meminta maaf dan mohon ampunan atas semua yang dilakukan. Tentu ini bukan tidak berdasar.

Dia sang maha cinta, mengerti bahwa kita pasti akan selalu lupa akan apa yang seharusnya dilakukan dan dicapai. Namun kita tidak sekalipun menghiraukan semua itu. Panggilan indahnya lima kali sehari untuk bisa bertemu, dan mempersilahkan menjadi tamu dirumahNya. Berbincang dengan firman dan kalimat indahNya. Tidakkah sadar akan hal itu semua.

Terlebih lagi hal Itu tidak dilakukan kepada orang tertentu saja. orang kaya, haji, ulama, orang jenius, tidak ada yang dikhususkan. Semua dia persilahkan mendatangi rumahNya yang beragam dan tersebar di bumi untuk bisa bercengkrama.

Padahal kita sebagai sesama makhluk saja, hanya untuk bisa berbincang dan membuat janji susahnya minta ampun. Seakan-akan semua kesibukan kita adalah hal terpenting. Lantas kita masih saja memberikan cinta kepada sesama makhluk yang lebih sering mementingkan diri. Ditemui susah, rumah saja dibuat pagarnya tinggi-tinggi dan pagar ditutup, padahal cuma punya rumah satu. Sombong sekali ya.

Masihkah kita akan berpaling dari CintaNya. Yakinlah tidak akan ada rasa sesal jatuh cinta kepadaNya dengan sepenuh hati. Bahkan setiap yang dilakukan dipersembahkan untukNyapun kita tidak akan rugi. Bukan hanya sekedar memberikan coklat di hari yang “katanya sih” kasih sayang nggak jelas dan kampungan itu. Dia bahkan membuka kasih sayangnya setiap hari bahkan setiap detik dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Jatuh cinta kepadaNya memang sungguh nikmat. Ketika malam, bangun, curhat kepadaNya dengan air mata berlinang atau perasaan tenang bahagia. Sungguh dia memberikan jawaban atas semua curhat kita. Tidak sekedar membuat status diumbar, lalu dijadikan aib bagi banyak orang, syukur-syukur jika ada yang mau memberi solusi, kalau hanya mencemooh dan menghina diri apa bagusnya?

Terbukti memang jatuh cinta bukanlah sebuah pilihan. Karena hanya SANGAT AMAT KHUSUS kepadaNYA, tidak perlu memilih untuk memeberikan rasa cinta. Bahkan jika semua cinta yang dipunya diambil paksa olehNYA tak akan ada kerugian sedikitpun.

Kekurangan rezekipun tak pernah dipersulitnya. Dengan rahmat cintaNya, dia membolehkan kita untuk bersedekah di awal pagi hanya dengan menyisihkan waktu sebentar dengan meminta kepadanya. Apakah terlalu berat? Coba hitung, sebanyak apakah permintaan dariNya untuk ditemui dibandingkan permintaan kita yang terus menerus tiada henti. Bahkan sering permintaan kita pun hanyalah untuk kepentingan diri, namun DIA tidak pernah menurunkan kadar CintaNYA kepada kita semua.

Yakinlah ketika kita merasa semuanya kurang, bukan cintaNya yang menghilang, tapi diri kita yang tidak pernah datang kepadaNya untuk mengagungkan cinta yang diberikanNYA.

Masih kah sombong diri ini untuk terus berkutat kepada diri sendiri akan merasa bangga dengan kemampuan yang dimiliki. Padahal untuk memberikan ketenangan cukup ingat dirinya dan memujinya sebanyak dan sesering mungkin.

Lha kita, minta tolong teman saja terkadang sulitnya minta ampun, boro-boro ditolong di respon aja alhamdulillah ya.

Jadi, sudah sejauh mana kita jatuh cinta kepada Allah? kalau belum sama sekali masih ada kesempatan kok selama masih hidup. Jangan sia-siakan cintaNYA, hanya karenanya. Ingat, hidup Cuma sekali, jadi hiduplah dengan makna dan berarti.

Salam Kebaikan
Minggu, 26 Maret 2017 0 komentar

Jangan Keluar Rumah Dengan Cemberut



Bagaimana harimu? Sudah terasa nyaman atau masih tetap gundah gulana? Semoga sebelum tidur sudah bisa tenang dan rileks ya.


Makin ke sini merasa makin menyimpang di perjalanan. Kalau kata rekan guru tadi, awalanya saya yang berada di persimpangan, sekarang sudah benar-benar menyimpang. Yah tidak menyangka apa yang diinginkan, tidak melalui jalur formal, adalah hal yang benar-benar dilakukan dalam keseharian.

Bertemu dengan salah seorang wali murid lagi siang ini, bercerita dan menanyakan bagaimana anaknya di sekolah. Saya mendengarkan apa yang beliau sampaikan membuat senyum-senyum sendiri karena Alhamdulillah apa yang terjadi pada kondisi si anak baik di sekolah maupun di rumah, tidak terlalu jauh beda. Dengan begini bisa menjadikan kerjasama yang baik dalam proses pembelajarannya.

Nah, tentu saya tidak akan membahas apa yang terjadi pada si anak dan yang diceritakan oleh wali murid. Karena ini menjadi rahasia tertutup yang harus diselesaikan dimana salah satunya menjadi tanggung jawab sebagai guru Koseling.

Satu kalimat yang terekam sampai sekarang adalah ketika sang wali murid mengatakan, “Kalau saya berusaha pokoknya tidak ada yang keluar rumah dengan cemberut. Dengan begitu apa yang dilakukannya sepanjang hari juga akan membawakan kebahagiaan” sungguh ini cukup mengena pada pikiran saya.

Jarang sekali menemukan langsung sebuah keluarga yang memiliki konsep pemikiran yang sangat menarik seperti ini. Beliau yang juga seorang guru sangat mengerti bagaimana harus menjadikan suasana hati pada semua muridnya menikmati pelajaran.

Jadi ada apa dengan cemberut jika keluar rumah. Sebenarnya jika menerapkan apa yang telah Islam perintahkan dan mengikuti Rasulullah bagaimana memulai harinya agar bersemangat tentu ini akan sangat berpengaruh.

Contoh sederhana saja, ketika seorang muslim yang taat, mendapatkan satu hari yang kurang baik. Diawali dengan tahajud yang terlewat dan sholat shubuh yang telat. Tentu ini akan menjadikan kegalauan yang berkepanjangan. Tidak percaya coba saja?

Pagi-pagi bingung melihat rumah yang berantakan, belum sarapan dan pekerjaan yang masih belum terseleaikan. Akhirnya stress sendiri dan tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya sampai mau tidur lagipun bawaan hanya menggerutu dan mengeluh akan semua yang sedang dikerjakan.

Nah, jika memulai hari saja sudah dengan cemberut, bagaimana menjalaninya. Muka yang menghasilkan senyuman jauh lebih baik dan membuat tubuh menjadi lebih ringan dibandingkan dengan cemberut lho.

Ketika perasaan merasa berat dan raut mukapun sudah tak sedap, tubuhpun merespon dengan tidak nyaman. Kepala tiba-tiba terasa pusing, makanpun tak terasa enak, melakukan kegiatan juga hanya merasa sia-sia. Mau tidurpun bawaannya gelisah. Sederhananya hati kita yang mungkin sedang jauh dari barokahNya.

Pastikan lagi setiap pagi sebelum anda memulai aktivitas dan keluar rumah, tak ada beban yang sedang menggantung. Pastikan dapat tahajud, atau minimal sholat fajar dan shubuhnya dapat tepat waktu. InshaAllah akan membuat hati tenang tanpa gundah.

Sebelum tidur, kamu bisa cek apa-apa saja yang sudah kamu lakukan hari ini. Adakah yang kurang, atau yang masih perlu diselesaikan? Buatlah daftar kesalahan yang mungkin sudah dilakukan, pahami bahwa setiap kita memang memiliki hal yang tidak baik. Relakan juga kesalahan orang lain yang sudah terjadi hari ini, lepaskan semua perasaan tidak baik yang ada. Yakinlah setiap orang memang memiliki kesalahannya sendiri.

Nah, Besok pastikan jangan ada yang cemberut ya. Kalau masih cemberut berkaca lagi dan lihat deh betapa jeleknya muka karena cemberut di depan cermin. Lalu ubahlah jadi senyuman, istighfar, dan minta barokah Allah untuk menjalani hari. Semangat untuk terus tersenyum.

Salam kebaikan.
0 komentar

Plisss, Professional dong Aktivis



Menjadi mahasiswa tentu banyak sekali hal yang menjadi ekspektai untuk dilakukan. Salah satunya menjadi seorang aktivis. Makna aktivis sendiri berbeda dan banyak definisinya bagi setiap orang. Tapi apa yang menjadi pemikiran umum, aktivis adalah seseorang yang melakukan banyak kegiatan terutama berada di sebuah organisasi.

Entah itu di organisasi politik kampus, dakwah kampus, seni, ataupun keilmuan mereka para mahasiswa yang berkecimpung di bagian sini seringkali disebut sebagai seorang aktivis. Lalu, apa sih yang seharusnya dilakukan ketika menjadi seorang aktivis?

Banyak yang menganggap seorang yang telah mencapai status mahasiswa, memiliki kemampuan di banyak bidang, padahal seyogayanya mereka hanya lebih memfokuskan sesuatu di satu bidang saja. Mendalami hal itu dan menjadikannya kemampuan untuk di tonjolkan dari kemampuan lain sehingga menjadi lebih terarah.

Salah satu yang sering menjadi hal yang dilakukan aktivis dengan menggelar seminar dan pertemuan keilmuan. Apapun bidang dan namanya, hal seperti ini pasti akan menjadi salah satu program bagi setiap organisasi dengan banyak aktivis didalamnya.

Berbicara dengan salah seorang aktivis yang cukup aktif dalam kegiatannya di kampus pada masa jayanya sebagai mahasiswa, menghasilkan sebuah pemikiran yang juga membuat saya terangguk-angguk. Tanpa maksud ingin membandingkan, tapi sepertinya memang semangat dan gerak langkah aktivis makin ke sini, makin nampak loyo, ujar sang aktivis tersebut.

Kenapa ya loyo? Apa karena tidak ada tenaga dan tidak mampu bergerak?

Bisa dikatakan seolah seperti itu. Kenapa sampai terlontar pernyataan ini, tentunya ada sesuatu yang terperhatikan sehingga menjadi seperti ini.

Menjadi seorang aktivis tentu bukan hanya sekedar nama panggilan yang menjadi umum dibicarakan oleh banyak orang. Menjadi aktivis seharusnya menjadi lompatan untuk bisa berperilaku professional dalam setiap hal. Kembali ke contoh kita ketika sekumpulan aktivis mengadakan sebuah program berbentuk seminar atau pelatihan.

Kembali dengan perbincangan seorang aktivis yang pernah melanglang buana pada masanya. Menanyakan perkembangan pergerakan aktivis sekarang yang menurutnya sudah cukup menurun.

Misalnya jika mengundang pemateri dari luar kota apalagi sekelas nasional. Biasanya kita akan mencari dengan bayaran yang murah bila perlu gratis. Biasalah, dana sampai sekarang masih menjadi salah satu kendala utama kebanyakan organisasi yang dihuni oleh banyaknya aktivis muda.

Lalu dimana letak salahnya? Memang tidak salah jika mengundang mereka yang gratis lalu tidak memberikan apa-apa. Tapi sebagai pola pikir seorang professional apa itu pantas. Seringkali pola pikir yang terlalu dangkal dan belum terbiasa dengan pengorbanan membayar untuk sesuatu yang lebih besar membuat diri kita menjadi manja akan banyak hal.

Mentang-mentang gratis, apakah etis jika hanya memberikan piagam lalu plakat. Adakah yang terpikirkan untuk memberikannya sesuatu yang lebih bermanfaat. Seorang pemateri saja, setidaknya setingkat kota atau wilayah, secara rasional mendapatkan bayaran kisaran lima ratus ribua ke atas. Bisa lebih murah atau lebih mahal tergantung apa yang diisinya ataupun berapa lama waktu dia mengisi.

Jika melihat pola yang ada di sekitar kita memang penghargaan untuk ilmu itu cukup murah. Para guru honor yang dibayar tidak seberapa. Guru mengaji yang bahkan bayarannya lebih rendah dari tukang sapu jalan. Pernah melihat sebuah list di beberapa tempat, bayaran untuk seorang yang mengajar ngaji untuk anak-anak kisaran tiga ratus sampai lima ratus ribu. sungguh ini sebenarnya keterlaluan. Masih teringat cerita teman di singapura yang disana seorang guru ngaji di bayar sebesar empat ribu dollar.

Nah inilah yang perlu di rubah tentang pola pikir kita akan sebuah pengorbanan. Misalnya seorang aktivis dakwah, anggaplah mengundang ustadz/ustadzah dalam mengisi materi ceramah. Apakah cukup hanya dengan kue kotak, ucapan syukron dan afwan. Rasanya ada rasa hormat yang lebih dalam memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat. Bukan berarti kita menginginkan menjadi seorang yang materialistis.

Adapun aktivis keilmuan lainnya. Tidak cukup hanya sekedar piagam, plakat, atau cinderamata khas daerah yang diberikan kepada seorang pemateri apalagi setingkat nasional.

Dalam banyak agendapun terlihat betapa takutnya ketika ingin memasang pendaftaran dengan nominal lima puluh ribu ke atas. Hal ini lah yang membangun mindset kebanyakan orang menganggap ilmu itu adalah murah. Ketika diberikan yang gratis malah menolak menganggap kurang berkualitas. Lalu jadi serba salah kan?

Yah, tentu tidak ada yang mau disalahkan. Saya pun hanya menuliskan saja beberapa tanggapan yang terjadi akan seberapa “menggigitnya” aktivis zaman sekarang. Tak ada yang disinggung dan maksud untuk menyinggung, karena menjadi seorang yang berkualitas dan professional dalam banyak hal itu harus. Dengan menempa mental dari awal, lalu dikembangkan ke tingkatan yang lebih tinggi.

Semoga semua dari diri kita mampu terus meningkatkan kapasitas diri untuk melakukan seuatu.

Salam kebaikan.
Jumat, 24 Maret 2017 0 komentar

Tak perlu menjadi seorang Ikhwan



Tak perlu menjadi seorang ikhwan
Jika dirimu masih ingin Pacaran
Meskipun hanya memberi sebuah perhatian
Yang kau pikir masih dalam batas aman

Tak perlu menjadi seorang ikhwan
Jika musik masih menjadi sebuah kenikmatan
Padahal kau tahu itu adalah kesalahan
sedikitpun tak ada kebermanfaatan

Tak perlu menjadi seorang Ikhwan
Jika hanya untuk mencari ketenaran
Kau bisa dengan cukup bermodal harta warisan
membeli kemewahan untuk dipamerkan

Pun Tak perlu menjadi seorang Ikhwan
Untuk menjadi hamba yang dermawan
itu hanyalah sebuah panggilan
yang tak akan mengubah status keimanan

Pun Tak perlu menjadi seorang Ikhwan
Jika ingin menjadi hamba dalam ketaatan
Karena hal itu bukanlah sebuah penentuan
yang akan membuatmu menjadi Laki-Laki idaman

Pun Tak perlu menjadi seorang ikhwan
Messkipun Hafal Hadist dan Hafal Al-Quran
Sekali lagi itu hanyalah sebuah panggilan
Tanpa itupun kau masih bisa beriman

Menjadi ikhwan bukan untuk sebuah kebanggaan
Meski pada umumnya banyak yang salah mengartikan

Menjadi Ikhwan adalah sebuah amanah menjadi percontohan
Baik di keluarga sendiri apalagi dalam luasanya pergaulan

Bukan sebutan Ikhwan yang kau kejar untuk kau patenkan
melainkan iman yang harus terus kau tingkatkan
Bukan sebutan Ikhwan yang akan menaikkan derajat di depan para kawan
namun seberapa baik ketika kau mengambil sebuah keputusan

Tak perlu menjadi Ikhwan
Yang kau perlukan adalah pengakuan Tuhan
 
;