Umur
sama pencapaian berbeda, itu yang sempat saya tulis di status beberapa jam
lalu. Ini hanyalah penggambaran acara yang akan saya ikuti. Menjadi seorang
moderator atas pembicara yang sudah memiliki pencapaian yang sangat luar biasa.
Muhammad
Ghifari Ismail, dari awal mendengar namanya dalam sebuah acara yang diadakan
oleh BEM Universitas Bengkulu, entah kenapa akan ada feel yang mengatakan akan
menjadi sebuah ketertarikan sendiri.
Ketika
melihat photonya dalam brosur yang dipublikasikan, saya berpikir pasti orangnya
bakal unik gayanya. Terbukti memang benar dan dirinya benar-benar memutuskan
kesenjangan yang ada sebagai seorang fasilitator dan silaturahim dengan
teman-teman panitia.
Berbeda,
ketika beberapa orang mengira dia seorang Chinese. Sedikitpun saya tidak
terpikir kesana. Maklumlah, dengan hal yang sedang ramai dibincangkan tentang
beberapa hal di Indonesia pasti kamu akan tahu kenapa beberapa orang sedikit
sensitif dengan hal tersebut. Mungkin karena bang agie sipit dan putih ya, saya
karena pernah dijuluki sipit jadi tidak merasa terganggu dengan hal itu. Bawa
mudah ajalah jangan terlalu mempermasalahkan hal yang bukan masalah lah ya.
Kembali
dengan materi dan asyiknya bareng Bang Agie, sapaan akrabnya.
Malam,
sebelum hari H dipertemukan dengan sang pemateri untuk menyamakan suhu. Awalnya
tentu saja segan dan takut. Secara kita hanya orang biasa saja kan, hehe. Namun
hal yang mengejutkan terjadi.
Setelah
membahas alur seminar yang akan diadakan, serta konep dari Bang Agie langsung
ingin membawakan seperti apa, terceletuklah hal yang tak di duga. Setelah
memperkenalkan diri sebagai moderatornya, permintaan dari Bang Agie kepada saya
untuk bisa membacakan puisi sebelum memanggil beliau. Tentu shock dong.
Saya
yang sedari awal hanya berpikir untuk menjadi moderator tanpa banyak hal
lainnya, merasa dapat tantangan tersendiri. Awalnya akan menolak, tapi
teman-teman panitia yang juga saya kenal langsung mulai mengiyakan dan
mendukung tanpa sempat saya menyelanya. Klik, tak ada yang bisa dirubah saya
akan membacakan puisi. Kirain bebas, ternyata itupun di request. Sayapun
bersiap untuk membawakan puisi Cahaya Bulan, dari Soe Hok gie.
Pagi
ini bersiap dengan mencari puisi dan mencari di youtube bagaimana cara membawakan
puisi ini. Entahlah, tak pernah terbayangkan akan menampilkan puisi di depan
khalayak umum lagi. Terakhir kalau tidak salah, satu tahun lalu saya
melakukannya dalam acara launching buku anak Bengkulu dan penampilan di rumah
makan Ayam lepas.
Jam
sembilan sampai sepuluh pembukaan acara secara formal. Setelah pembawa acara
turun panggung jantung berdag-dig-dug ria. Bingung dan gugup akan menampilkan
hal yang diluar dugaan. Dalam beberapa detik mencari cara yang paling
mengejutkan untuk membawakan puisi. Awalnya ingin berjalan elegan, namun
setelah microphone diberikan, semua berubah total, langsung saja saya lari
keatas panggung, dan berakting seperti orang tergopoh. Barulah, mulai membaca
puisi Cahaya Bulan itu.
Selesai
membaca puisi, selingan dengan sedikit ice breaker sebelum memanggil sang
pemateri. Lalu membacakan CV yang sudah tertera di power point dan melihat
video pembukaan yang memiliki pesan mendalam.
Setelah
video singkat itu selesai, langsung saya panggil Kak Agie dengan diiringi
sedikit beatbox. Agak berantakan sih lama tidak berbeatbox. Lalu semua kondisi
di ambil alih oleh beliau, sayapun memperhatikan sembari duduk di kursi
moderator.
Sekitar
90 menit kak Agie mmeberikan presentasinya yang saya apresiasi touching banget.
Tanpa basa-basi dan menutupi karakter khasnya semua disampaikan mengalir dan
nikmat.
Masih
ingat dengan beberapa statistik yang beliau paparkan tentang kota Bengkulu..
Pertama tentang kekayaan laut. Ternyata menurut data yang didapat oleh Kak
Agie, setiap tahunnya lebih dari 50.000 ton ikan didapat pada perairan laut
Bengkulu.
Lalu
masuk pada pariwisata. Lebih dari 250.000 turis dalam dan luar negeri yang
mengunjungi Bengkulu tiap tahunnya kalo nggak salah. Mengejutkan lagi ketika
data tentang konsumtifnya orang Bengkulu. Rata-rata ternyata menghabiskan satu
juta tujuh ratus ribuan perbulan, dan 57%nya dihabiskan untuk pengeluaran
makanan.
Data-data
sederhana yang dijadikan dalam bentuk games ini membuat semua peserta berpikir,
apa bisnis yang bisa dijalankan di Bengkulu dengan kondisi seperti ini?
Beberapa
penekanan yang juga saya ingat dalam presentasi materi yang dipaparkan Kak
Agie, bahwa menjadi seorang entrepreneur bukan hanya kreatif dalam menciptakan
peluang bisnis. Yang terpenting adalah bagian dimana bisnis yang kita tawarkan
nantinya adalah menjadi pemecahan masalah bagi orang banyak.
Tentu ini
cukup mengena dalam penuturannya kepada seluruh peserta.
Semua presentasi
akhirnya ditutup dengan sebuah puisi, dan beberapa pertanyaan yang rata-rata
lebih mengena pada perjalanan memulai bisnis dari Kak Agie sendiri. Satu hal
lagi yang masih menempel dalam benak saya tentang quotenya sendiri yaitu,
SURPRISING PEOPLE EVERYDAY.
So, be
brave, be challenging, to be entrepreneur.
Salam
kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar