Sabtu, 18 Maret 2017

Entrepreneur training, Asyiknya sama Bang Agie



Umur sama pencapaian berbeda, itu yang sempat saya tulis di status beberapa jam lalu. Ini hanyalah penggambaran acara yang akan saya ikuti. Menjadi seorang moderator atas pembicara yang sudah memiliki pencapaian yang sangat luar biasa.

Muhammad Ghifari Ismail, dari awal mendengar namanya dalam sebuah acara yang diadakan oleh BEM Universitas Bengkulu, entah kenapa akan ada feel yang mengatakan akan menjadi sebuah ketertarikan sendiri.

Ketika melihat photonya dalam brosur yang dipublikasikan, saya berpikir pasti orangnya bakal unik gayanya. Terbukti memang benar dan dirinya benar-benar memutuskan kesenjangan yang ada sebagai seorang fasilitator dan silaturahim dengan teman-teman panitia.

Berbeda, ketika beberapa orang mengira dia seorang Chinese. Sedikitpun saya tidak terpikir kesana. Maklumlah, dengan hal yang sedang ramai dibincangkan tentang beberapa hal di Indonesia pasti kamu akan tahu kenapa beberapa orang sedikit sensitif dengan hal tersebut. Mungkin karena bang agie sipit dan putih ya, saya karena pernah dijuluki sipit jadi tidak merasa terganggu dengan hal itu. Bawa mudah ajalah jangan terlalu mempermasalahkan hal yang bukan masalah lah ya.

Kembali dengan materi dan asyiknya bareng Bang Agie, sapaan akrabnya.

Malam, sebelum hari H dipertemukan dengan sang pemateri untuk menyamakan suhu. Awalnya tentu saja segan dan takut. Secara kita hanya orang biasa saja kan, hehe. Namun hal yang mengejutkan terjadi.

Setelah membahas alur seminar yang akan diadakan, serta konep dari Bang Agie langsung ingin membawakan seperti apa, terceletuklah hal yang tak di duga. Setelah memperkenalkan diri sebagai moderatornya, permintaan dari Bang Agie kepada saya untuk bisa membacakan puisi sebelum memanggil beliau. Tentu shock dong.

Saya yang sedari awal hanya berpikir untuk menjadi moderator tanpa banyak hal lainnya, merasa dapat tantangan tersendiri. Awalnya akan menolak, tapi teman-teman panitia yang juga saya kenal langsung mulai mengiyakan dan mendukung tanpa sempat saya menyelanya. Klik, tak ada yang bisa dirubah saya akan membacakan puisi. Kirain bebas, ternyata itupun di request. Sayapun bersiap untuk membawakan puisi Cahaya Bulan, dari Soe Hok gie.

Pagi ini bersiap dengan mencari puisi dan mencari di youtube bagaimana cara membawakan puisi ini. Entahlah, tak pernah terbayangkan akan menampilkan puisi di depan khalayak umum lagi. Terakhir kalau tidak salah, satu tahun lalu saya melakukannya dalam acara launching buku anak Bengkulu dan penampilan di rumah makan Ayam lepas.

Jam sembilan sampai sepuluh pembukaan acara secara formal. Setelah pembawa acara turun panggung jantung berdag-dig-dug ria. Bingung dan gugup akan menampilkan hal yang diluar dugaan. Dalam beberapa detik mencari cara yang paling mengejutkan untuk membawakan puisi. Awalnya ingin berjalan elegan, namun setelah microphone diberikan, semua berubah total, langsung saja saya lari keatas panggung, dan berakting seperti orang tergopoh. Barulah, mulai membaca puisi Cahaya Bulan itu.

Selesai membaca puisi, selingan dengan sedikit ice breaker sebelum memanggil sang pemateri. Lalu membacakan CV yang sudah tertera di power point dan melihat video pembukaan yang memiliki pesan mendalam.

Setelah video singkat itu selesai, langsung saya panggil Kak Agie dengan diiringi sedikit beatbox. Agak berantakan sih lama tidak berbeatbox. Lalu semua kondisi di ambil alih oleh beliau, sayapun memperhatikan sembari duduk di kursi moderator.

Sekitar 90 menit kak Agie mmeberikan presentasinya yang saya apresiasi touching banget. Tanpa basa-basi dan menutupi karakter khasnya semua disampaikan mengalir dan nikmat.


Masih ingat dengan beberapa statistik yang beliau paparkan tentang kota Bengkulu.. Pertama tentang kekayaan laut. Ternyata menurut data yang didapat oleh Kak Agie, setiap tahunnya lebih dari 50.000 ton ikan didapat pada perairan laut Bengkulu.

Lalu masuk pada pariwisata. Lebih dari 250.000 turis dalam dan luar negeri yang mengunjungi Bengkulu tiap tahunnya kalo nggak salah. Mengejutkan lagi ketika data tentang konsumtifnya orang Bengkulu. Rata-rata ternyata menghabiskan satu juta tujuh ratus ribuan perbulan, dan 57%nya dihabiskan untuk pengeluaran makanan.

Data-data sederhana yang dijadikan dalam bentuk games ini membuat semua peserta berpikir, apa bisnis yang bisa dijalankan di Bengkulu dengan kondisi seperti ini?

Beberapa penekanan yang juga saya ingat dalam presentasi materi yang dipaparkan Kak Agie, bahwa menjadi seorang entrepreneur bukan hanya kreatif dalam menciptakan peluang bisnis. Yang terpenting adalah bagian dimana bisnis yang kita tawarkan nantinya adalah menjadi pemecahan masalah bagi orang banyak.

Tentu ini cukup mengena dalam penuturannya kepada seluruh peserta.

Semua presentasi akhirnya ditutup dengan sebuah puisi, dan beberapa pertanyaan yang rata-rata lebih mengena pada perjalanan memulai bisnis dari Kak Agie sendiri. Satu hal lagi yang masih menempel dalam benak saya tentang quotenya sendiri yaitu, SURPRISING PEOPLE EVERYDAY.


So, be brave, be challenging, to be entrepreneur.

Salam kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;