Jumat, 05 Juni 2020

Spoiler : Potongan Naskah "Gue Berjilbab, Masalah Buat Lo?" cerita ke delapan.


Saat pertama kali mengikuti Risma, keinginan untuk berjilbab belum sedikit pun menaungi hati dan pikiranku. Yang ada dalam benakku hanyalah bagaimana membuat rambutku terlihat rapi dan enak dipandang. Seiring berjalannya waktu aku terus mengikuti kegiatan rohis meskipun terkadang aku mengikuti itu karena terpaksa.

Temanku selalu mengajakku mengikuti kajian mingguan hingga aku merasa tak enak hati jika terus menolak dengan berbagai alasan. Setelah beberapa bulan niatku untuk berjilbab mulai tumbuh menghiasi hatiku, namun sayangnya niat itu tidak kupupuki dengan kesungguhan sehingga yang ada hanyalah niat belaka.
           Ketika duduk di kelas satu, aku berniat akan berjilbab saat kelas dua. Namun ketika kelas dua tak kunjung memakai jilbab dengan alasan ingin menghijabi hati terlebih dahulu. Kurangnya semangat dari orang tua membuatku juga kurang termotivasi untuk berjilbab.
            “Nanti aja berjilbabnya saat kau telah dewasa. Puasilah dulu bergaya. Nanti waktu lagi berjilbab, lagi tren model rambut ini itu kamu mau lepas jilbab.” Kata-kata itulah yang selalu terngiang dalam benakku saat ingin berjilbab.
            Bagiku izin ibu adalah segala-galanya untuk memutuskan segala sesuatu. Karena ibu belum mengizinkan, aku takut hal yang ibu pikirkan akan menjadi kenyataan jika tetap mengikutinya. Aku pun tetap menunda niat baikku meski seorang teman yang merupakan akhwat sejak SMA telah berulang kali membacakan dalil tentang kewajiban berjilbab. Namun hal tersebut tak membuat hatiku takut dan mengikuti perintahNya hingga tiba saatnya hidayah datang mengetuk pintu hati.
Saat hidayah datang menghampiri, kusambut ia dengan sepenuh hati. Hidayah telah menyinari hatiku hingga timbul komitmen di dalam hati untuk terus mengenakan hijab sampai nanti hingga hanya ajal yang dapat menghapus jejakku.
            Ketika pikiran ingin berjilbab muncul dalam benakku, yang aku pikirkan jika terus menghentikan realisasi dari niat awal untuk berjilbab, maka aku tidak akan pernah bisa berjilbab. Meskipun ibu belum terlalu mengizinkan dengan alasan yang sama, aku tetap akan berjilbab saat itu juga karena jika tidak hari ini, kapan lagi akan berjilbab.
Tipu muslihat syetan sangat halus bermain di dalam perasaan manusia. Cepatlah lakukan apa yang kau niatkan sebelum ia mempermainkanmu hingga tak ada celah lagi untuk berlari dari mahluk jahanam itu.
            “Res, kenapa kamu berjilbab? Mau cari hidayah untuk ulangan ya?” Temanku berbicara dengan cukup lantang di hari pertamaku berjilbab.
            Hari pertama aku berjilbab dimulai bersamaan dengan mulainya ujian akhir. Jadi tak heran jika temanku berpikir seperti itu meskipun kenyataannya dugaan tersebut hanya kebetulan saja. Aku hanya tidak ingin menunda niat baik ini lebih lama lagi. Celotehannya pun hanya ku balas dengan senyuman sambil sedikit berkata.
            “Ya, Alhamdulillah dapat hidayah dari Allah di saat yang tepat.”
            Walaupun belum banyak yang bisa dirubah, jilbab telah membuatku perlahan mengubah sifat buruk dalam diriku. Waktu terus berlalu dan jilbab selalu setia menemani. Keceriaan dan kebersamaan telah menghantarkanku pada dimensi waktu panjang yang terasa sangat singkat. Cinta, canda, tawa, air mata, kebersamaan, perjuangan telah terukir dalam sebingkai kenangan yang tak akan lekang oleh waktu.

Semua kenangan itu harus aku letakkan di serpihan hati khusus  agar tak sedikitpun usang termakan waktu. Dan suatu saat nanti akan aku buka serpihan itu dan akan aku tunjukkan pada dunia betapa beruntungnya memiliki teman seperti mereka. Meskipun kini kami terpisah karena telah mengakhiri masa sekolah dan memulai jejak awal masa depan di jurusan yang berbeda-beda

0 komentar:

Posting Komentar

 
;