Sekolah 1000
aturan, begitu beberapa alumni menjulukinya.
Assalamualaikum
sobat pembaca sekalian, tentu sekolah yang dimaksud adalah sekolah tempat saya
mengajar sekarang. Kenapa begitu? Yap, karena memang banyak aturan disini, yang
mana tentu aturan tersebut bertujuan untuk bersama-smaa meniti perubahan lebih
baik.
Namun,
seberapa dalam sih anak smp bisa memahami peraturan dimana itu adalah proses
belajar dan menambah pengalaman. Sebagaimana judul yang tertera diatas,
beberapa alumni yang masih tetap berkomunikasi bahkan kadang bertemu, memiliki
pendapat dan rasa tersendiri atas yang sudah mereka alami.
Sebuah
sekolah yang merintis dari kelas-kelas yang bertempat di sebuah klinik lama,
hingga sekarang mulai belajar berjalan, berlari dengan kekuatan sendiri, tentu
ada proses yang dileawti. Salah satunya adalah bagaimana atmosfir aturan-aturan
yang ada berjalan.
Tidak hanya
untuk para murid, dibalik itu semua para guru, staff, bahkan sampai para
petinggi memiliki aturan yang harus dipatuhi dan juga untuk kontrol diri.
Contoh kecil,
seperti anak murid yang memiliki kewajiban ibadah yang dilaporkan ketika bulan
ramadhan kemaren, tentu guru juga tak kalah banyak laporannya. Malah setiap
pengajar memiliki standar yang juga dipress oleh sekolah yang jangan sampai
kualitas bidang masing-masing akan hilang.
Tentu aturan-aturan
lain terkait para karyawan tidak bisa dijabarkan satu-satu, itu adalah sebuah
pengontrolan masing-masing dengan tetap menjaga nama baik sekolah tentunya,
hehe.
Kembali dengan
judul kita tadi. Tentu kalau berbicara hal tersebut terkesan sekolah ini
seperti ketat dan tidak membebaskan ekspresi siswanya ya. Eits kata siapa? Alhamdulillah,
untuk prestasi dari bidang seni sampai olahraga sudah pernah ditorehkan, tidak
melulu dalam bidang keagamaan yang tentu menjadi tonjolan dan keunggulan kita
disini.
Namun memang,
sekolah mengawasi sampai hal terkecil sekalipun.
Untuk beberapa
angkatan terdahulu mungkin memiliki suasana tersendiri bagaimana pengetatan
aturan yang dilakukan sekolah terhadap mereka. Merasa seperti ingin pindah
sekolah setiap hari, merasa seperti dipojokkan terus oleh guru, namun itu
sebelum mereka semua tahu tujuan dan apa yang kami para guru ingin sampaikan
melalui pengalaman.
Alhasil, apa
yang mereka rasakan setelah lulus dan menjajaki jenjang yang lebih tinggi. Di
tahun pertama mereka menikmati masa SMA, terutama yang memasuki sekolah yang
berbasis umum, beberapa dari mereka shock. Yang paling pertama adalah bagaimana
ucapan yang keluar dari mulut teman-teman baru mereka dan begitu berbaurnya
antara laki-laki dan perempuan.
Yups, tentu
saja. Begitu kita kontrolnya anak-anak agar mengontrol apa-apa yang keluar dari
mulut mereka. Jangankan mencarut (bahasa orang sini ngomong kotor lah ya), berkata
bodoh untuk temannya saja, itu diingatkan. Dan bisa dibayangakanlah apa-apa
saja kata-kata yang biasa dipakai anak smp jika tidak terkontrol. Apalagi dengan
game online yang kata-katanya lebih tidak beradab dalam komunikasi antar teman
(biasanya sering seperti itu)
Belum lagi
campur baur. Tentu yang berasal dari sekolah berbasis islam, pada umumnya jelas
kelas dipisah. Jikapun belum, ada sekat yang menghalangi agar interaksi tatap
muka antar lawan jenis tidak terlalu bebas. Meski tidak dipungkiri satu sama
lain masih akan terjadi komunikasi.
Dengan masuk
ke jenjang dan suasana baru yang lebih
bebas dan campur, beberapa dari mereka ada yang kaget awalnya, namun tetap
menjaga sebisa mungkin, ada juga yang bertahan dan bisa mengontrol, ada juga
yang proses kembali agar bisa tahu batasan. Tentu semua itu kembali kepada kontrol
diri masing-masing mereka.
Ternyata dengan
tidak ada atauran sampai hal kecil yang mengontrol ucapan, tindakan dan lainnya,
mereka awalnya pada kebingungan meski akhirnya beradapatasi juga dalam beberapa
minggu.
Diluar itu
mungkin mereka memang menjuluki, sekolah 1000 aturan, namun ternyata itulah
yang mereka rindukan. Bagaimana diingatkan manset dan kaoskaki bagi yang
perempuan. Bagaimana botaknya rambut ketika mencontek, rindu maskaan bunda,
yang tak akan ada lagi ketika SMA. Dan banyak lagi aturan yang mereka pikir ketika
saat SMP seperti mengekang, ternyata disanalah semua awal dari pembentukan
diri.
Bahkan ditahun
pertama berpindah jadi anak SMA, masih ada yang bilang nggak enak SMA, mau
balik SMP aja. Padahal di SMP bilangnya mau pindahlah, cepet tamatlah, hehe.
For the last,
untuk semua yang pernah menjadi bagian dari SMP IT Khairunnas, yakinlah disini
yang diinginkan adalah menjadi sama-sama baik. Memang akan selalu ada pahitnya,
dan disanalah saatnya bertahan. Pilihan kalian ingin menetap atau pergi. Namun jika
sudah pergi jangan sampai menyesal keputusan yang telah dijalani.
Salam
kebaikan, Salam Tepar, Oyasuminasai J
0 komentar:
Posting Komentar