Tengah malam, belum bisa tidur setelah mati lampu dan ide memaksa untuk keluar. Ya sudahlah, mungkin akan bergadang pake banget, besok tinggal tidur siang aja deh ya.
Assalamualaikum sobat pembaca. Kembali
bercerita jejak angkatan 6 yang terlintas secara acak. Kali ini akan bercerita
seorang anak tilmidzat yang saya sepakat jika tidak pernah dipanggil karena
masalahnya. Dan selalu menyandang minimal dua penghargaan bintang disetiap semester
diangkatannya.
Annisa Zaahiyah nama lengkapnya. Nisa
atau ica sapaan akrab oleh teman-temannya.
Di awal masuk penyuka warna biru ini
terkenal dengan kepolosannya bahkan sampai sekarang pun iya. Momen pertama
kepolosan yang paling melekat, saat itu adalah ulangan bahasa Indonesia, dan
kebetulan saya menjadi pengawas dikelas mereka. Lalu bertanyalah dengan
benar-benar bertanya arti dari kata dangkal itu apa. Saya yang penasaran
membaca dulu soal dan pilihan gandanya. Akhirnya tidak bisa membalas tanggapan,
karena dangkal adalah jawabannya.
Awalnya tidak percaya, apa sebegitu
tidak tahunya atau main-main nih. Hehe. Soalnya dengan beberapa angkatan
sebelumnya terkadang kalau tidak mengecek soal, terjebak dengan bertanya
seolah-olah ada soal yang tidak dipahami namun ternyata petunjuk untuk
jawabannya.
Setelah ditelisik memang tidak tahu
sama sekali artinya. Namun tetap tak bisa diberitahu ketika ulangan dong
artinya, hehe.
Setelah makin lama, dalam keseharian
barulah disadari memang kosakata yang tidak biasa Si Nisa, begitu saya biasa
memanggilnya, tidak ada dalam pemahaman nisa. Banyaklah terkadang terjadi
kelucuan dengan beliau karena begitu banyaknya hal yang terkadang beliau belum
bisa langsung mencernanya. Dan julukan si polos itu memang cukup melekat.
Namun di tengah-tengah itu ada hal
yang akhirnya saya sadari. Betapa terjaganya sang hafizhah ini. Ditengah candaan,
saya sering berpikir bagaimana penjagaannya dirumah, didikan orangtuanya dan
semua hal, sampai istilah umum apalagi yang kurang baik beliau tidak
mengetahuinya. Salah kalau dibilang itu kebodohan, tapi saya menyebutnya
kemurnian. Sebuah pribadi yang bersih terjaga dari pengaruh luar. Semoga tidak
berlebihan ya, hehe.
Setelah beberapa kali berbincang
dengan ayahnya. Barulah saya bisa memhami bagaimana atmosfir kemurnian itu
didapat. Keluarga yang dibentuk, prinsip yang ditekankan, ah, tak mampu
langsung mencernanya sekaligus, namun bisa dipahami.
Keisengan tentu menjadi ciri khas
saya. Sekali mencoba usil dengan sedikit marah dengan beliau. Yang akhirnya hampir
menangis. Tentu setelah minta maaf kembali cair. Hehe, maaf sudah jahil ya nak.
Beranjak kelas dua, tentu
perkembangan beliau juga Alhamdulillah. Salah satu yang paling menonjol
dibidang hafalan. Dan saudaranya yang memiliki karakter 360 derajat namun tetap
saling peduli, satu sekolah dan masuk menjadi adik kelasnya. Oke, kita belum akan
membahas si ilak ya, hehe.
Karena ketika nisa di kelas satu yang
saat itu saya menjadi guru Konseling untuk kelas 7 talamidz dan tilmidzat,
begitu banyak menerima curahan ceritanya.
Masih ingat bagaimana si Nisa sering
kali dengan kepolosannya, sangat mudah terbawa suasana, dan juga sulit untuk
menolak hal-hal tertentu. Dengan empati yang tinggi, selalu membawa pemilik
ketawa khas ini sesekali terjebak dengan kebaikannya yang tulus.
Sebagai guru konseling, cukup sering
untuk menjadi tempat ceritanya. Awalan cerita sebelum memulai dengan gaya lucu
bicaranya dan jari telunjuk yang menghadap keatas, pasti bilang gini, “tapi
janji ustadz nggak bilang siapa-siapa ya” plus cengiran atau kemurungannya. Tergantung
kondisinya saat itu. Cukup banyak hal-hal rahasia bagi dirinya atau solusi yang
ingin dipikirkannya didiskusikan. Sebagian besar masih agak menempel
cerita-ceritanya.
Sampai, ketika sudah naik kelas dan
tidak lagi mengajar di kelas delapan saat itu. Masih sesekali nisa mencari
waktu untuk bertanya dan cerita. Sampai adiknya ilak, kata si Nisa pernah
dibilangin “kok mbak sering ceritanya ke ustadz uus” kurang lebih gitu lah. Kami
ketawa aja ketika nisa menceritakan itu. Eh ila belum tahu ya hal ini, hehe.
Di kelas Sembilan saya fokus dipembagian
kelas laki-laki, hanya sesekali melihat kegiatan kelas yang dulu pernah diajar.
Ah, satu kali pernah masuk ketika menggantikan ustadz merwan sebentar saat
beliau ada keperluan di kantor. Mengajarkan tentang internet dan computer
(pindah lagi kan mapelnya)
For the last, meski tak akan bisa
diceritakan semua secara detail, dengan berbagai momen dan rasa perpisahan,
Seorang yang namanya hanya beda satu huruf dengan nama karakter cerpen yang
saya buat beberapa tahun lalu bisa lihat di tulisan bagian https://izzuddinalqosam5.blogspot.com/2016/09/review-cerpen-dalam-kumcer-surat-dari.html ya, hehe. Meninggalkan
tangisan yang pecah di hari pelepasan. Sampai tangan bergetar saat diminta
memfotonya dengan guru lainnya.
Doa terbaik semoga istiqomah, dan
bertambah 5 juznya sampai nanti 30 juz. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar