Assalamualaikum sobat pembaca. Dari judul udah menarik lah ya. Secara nama para penulis terkenal yang ditampilkan, setidaknya akan menarik perhatian.
Seperti janji
kemaren yang tertunda. Kali ini akan sedikit bercerita dan sharing terkait apa
yang saya dapatkan mengikuti live facebook sharing seputar dunia kepenulisan.
Langsung praktek
pertama yang saya lakukan seperti di tulisan kali ini, yaitu judul. Menggunakan
personal branding orang lain untuk menarik perhatian. Nah berbicara tentang
personal branding, ini akan jadi bahasan pertama dulu.
Kebetulan ketika
saya mengikuti livenya, ketika moment personal branding lagi dibahas sama kang
Dewa Eka Prayoga. Yang belum tahu Dewa Eka Prayoga bisa searching dulu di
internet. Penulis dan pengusaha sekelas beliau, tentu memiliki banyak cara
untuk mengolah personal branding. Dimana dengan memiliki branding kita akan
lebih mudah dikenal.
Nah, jika
berhubungn dengan tulisan, kalian ingin menjadi penulis seperti apa?
Tahu Aqua,
Vespa, pepsodent? Maaf nih ya menyebut merk. Namun kita telaah sedikit hal ini.
Sering kali ketika menyebutkan hal-hal yang barang dasarnya bukan hal tersebut
namun yang tercetus adalah nama-nama merk tersebut. Seperti Aqua. Padahal yang
kita inginkan air mineral, tapi tetap saja bertanya, ada aqua? Itulah, aqua
memiliki personal branding kuat sampai disebutkan secara tidak sadar oleh kita.
Belum lagi
pepsodent, padahal yang dicari adalah pasta gigi. Pasti sering bertanya dulunya
ketika ke warung, ada pepsodent pak? Meski merknya yang lain namun yang
disebutkan tetap saja hal tersebut. Karena pepsodent sudah memiliki power kuat
dalam brandingnya.
Saya sendiri
dulunya membangun branding ketika masih aktif dalam kegiatan motivasi dan
pelatihan menjadi trainer kepenulisan. Boleh anda coba ketik di google
IMAJIVATORPRENEUR, saya berani jamin, sampai sekarang yang akan keluar adalah
berkaitan dengan blog saya. Memang namanya sedikit rumit, namun perlahan banyak
yang terbiasa dengannya.
Nah, kurang
lebih singkatnya itu bagian tentang branding. Kalau penjelasan lebih panjang
nanti bisa jadi seminar, hehe. Di sesi ini kebetulan saya banyak mendengar
ketika Dewa Eka Prayoga yang sedang berbicara, nah ada slide contoh bagaimana
membangun design brand dengan semua komponenya sehingga tujuan menjadi jelas. Yang
mau hasil screenshootannya boleh komen aja, atau inbox facebook saya.
Lalu mulai
berbincang hal-hal lain terkait dengan buku.
Satu mindset
yang selalu saya ingat, ketika mulai menulis, jadilah penulis. Kenapa? Karena ketika
kita melakukannya sembari merangkap yang lain, tulisan kita tidak akan selesai-selesai.
Jangan jadi editor apalagi penyunting. Dijamin tulisan akan berhenti disana
saja. Lakukan editing setelah selesai tulisan.
Bagi saya
menulis blog ini adalah sebuah kebiasaan agar saya terus bisa ada ruang menulis
dengan rileks santai, sembari menerima kritikan dan masukan untuk perbaikan. Dengan
sering menulis kita akan mudah dan terbiasa menulis.
Maaf kalau
acak yang disampaikan, saya hanya menyampaikan apa yang ingat dan menempel ya. Hehe.
Lalu berbicara
dengan komitmen. Ketika mennjadi penulis, kita perlu berkomitmen pada diri
sendiri dan meluruskan niat selurus-lurusnya, ingin menjadi penulis yang
seperti apa. Hanya sekedar menulis saja lalu sudah. Atau benar-benar menjadikan
tulisan kita bermanfaat untuk orang lain. Bagaimana caranya? Ya tulis dan
publikasikan. Bisa dengan di media sosial, atau dicetak secara massal.
Mbak Asma
sendiri juga menyampaikan bahwa begitu butuhnya mentor dalam menulis. Seperti layaknya
seorang murid yang perlu guru untuk membimbingnya. Itu juga yang mennjadi
cerita awal beliau bersama dengan kakaknya Helvi Tiana Rosa membentuk FLP. Agar
bisa sharing dan saring. Bertukar pikiran dan menambah ilmu.
Sekelas mbak
Asma saja pernah punya pengalaman yang membuat beliau seperti tidak ada
apa-apanya. Beliau bercerita bagaimana ketika pernah diundang untuk ikut
pelatihan kepenulisan seasia. Membawa 10 buku terbitnya, dan beberapa bab
naskah yang sedang diprosesnya. Mbak Asma sendiri mengatakan, bahwa setelah
dikoreksi habis-habisan tiga bab pertama naskah yang sedang digarapnya itu,
beliau langsung merasa semua yang ditulisnya hanyalah halaman kosong saja. Sekelas
beliau saja merasa seperti itu dalam belajar, apalagi kita. Diatas langit
selalu ada langit.
Bermodal nekat,
Allah sempatkan di 2015-2017 untuk bisa membagikan ilmu tentang kepenulisan. Berbagi
dengan teman-teman, membantu menerbitkan, hingga akhirnya muncul
penulis-penulis baru dan mentor-mentor dengan modal yang tak akan membuat malu.
Sekali berkomitmen
untuk menulis dan ingin jadi penulis, maka jangan pernah berhenti memproduksi
dan menulis. Salah satu pesan yang saya tangkap dbagian lainnya. Kalau Kang
Dewa sedang menantang dirinya untuk bisa menulis tujuh buku tahun ini, begitu
juga mbak Asma yang merutinkan dirinya minimal 2-5 buku dalam setahun harus
bisa dihasilkan. Paling minim, satu tahun harus publish satu buku.
Idealnya usahakan
enam bulan satu buku. Begitu pesan lain yang ditangkap dari mbak Asma. Tiga naskah
terpendam, plus dua rencana menulis duet, rasanya bisa menjadi modal untuk
rencana saya publish karya dalam dua tahun kedepan.
Tentunya banyak
lagi ilmu yang disampaikan, namun segini dulu yang mampu dikeluarkan dalam
bentuk tulisan.
Oyasuminasai minna…
Foto-foto yang ada hanya pemanis ya, hehe. Ketika dulu diizinkan Allah bertemu langsung dan belajar dengan Mbak Asma dan Pak Isa, serta buku teman-teman yang terbit dari pelatihan bersama saya 2016 lalu.
0 komentar:
Posting Komentar