Selasa, 25 April 2017

Pacaran, Status atau Aktivitas? Mana yang salah?



Kata yang satu ini masih tidak berubah dan tetap menjadi sebuah hal yang lumrah di sekitar kita. Dari orang biasa sampai yang kaya raya, dari yang kecil, sampai dewasa, dari yang jarang sholat sampai yang rajin sholat. Hal ini masih dianggap biasa.


Di sisi lain, banyak juga aktivis yang melakukan gerakan untuk menolak hal ini. Dari yang mengadakan seminar, membuat aksi turun jalan, meramaikan sosial media dan dunia maya dengan penolakan berbagai macam cara.

Namun masih menjadi pertanyaan tersendiri, apakah pacaran ini sebenarnya?
Jika diartikan sebagai status yang terjadi antara dua orang yang sepakat “katanya” menjalin hubungan yang lebih dekat akhirnya menjadi sah menurut pendapat mereka sendiri, sungguh ini hanyalah sebuah ego yang tidak berdasar.

Kalau di bahasa bengkulu nih katanya sih “metean”. Entah didapat darimana hal yang tidak berdasar ini. Siapa yang memulai dan akhirnya menjadikannya luas juga tidak tahu.

Lalu apa yang terjadi jika sudah sepakat dianatara dua manusia yang biasanya lawan jenis ini untuk menjalin hubungan tidak berdasar tadi dengan nama “pacaran”?

Mereka merasa memiliki hak-hak yang sebenarnya bukan hak mereka. Dari yang laki-laki bebas antar jemput, memberi perhatian, dan mau ngapain aja dengan si perempuan. Tentu akan berbeda perhatian, candaan, atau pun apresiasi memberi hadiah seorang teman yang memang bisa melakukannya dengan siapa saja, daripada mereka yang terikat dengan hubungan itu.

Ada juga yang perempuannya seperti mengekang laki-laki. Ngobrol dengan yang lain seddikit, dicurigai. Sms-an dengan yang lain langsung di wanti-wanti. Kalau memang kamu istrinya ya tidak masalah, lah disini, kamu siapanya dia? Mikir yuk?

Men”sah”kan hal yang sebenarnya tidak sah. Ketika disuruh benar-benar menjadikan hubungannya sah, malah beralasan banyak. Tidak siaplah, belum waktunya, jangan terburu-buru. Lantas apa yang sudah kamu lakukan dengan hubungan itu mana baiknya? Memangnya itu benar? Entahlah, sayapun tidak tahu.

Namun di beberapa kejadian, ada juga yang menjalin kedekatan, dari sms, telponan, saling beri perhatian, dan lainnya, meskipun tidak mengutarakan kesepakatan menjalin hubungan pacaran. Hal semacam ini terjadi di kalangan yang katanya menolak pacaran, mau siap saat menghalalkan, faktanya apa yang dilakukan tidak jauh beda dengan mereka yang pacaran. Namun sayangnya, mereka tidak sadar dengan aktivitas yang dilakukan.

Membungkus taarufan dengan saling janji dan memberi harapan. Padahal tidak tahu kalau tiba-tiba maut memisahkan bukan?

Nah, lalu pada dua kasus ini mana sih yang salah? Sayapun tidak bisa menjawab dengan pasti. Namun sadarilah bahwa keduanya tetap sesuatu yang tidak berdasar.

Jika memang suka memberi hadiah, jangan dikhususkan dengan seseorang saja. memberilah kepada banyak teman dan kawan. Beri perhatian kepada setiap orang yang membutuhkan. Jika memang sifat yang dimiliki seperti itu, ya tidak masalah. Kalau ada yang baper, ya minta maaf sajalah, haha.

Yang jelas, dua hal itu adalah ego yang memang tidak pernah hilang untuk diperuntukkan. Jika kita menyela mereka yang melakukan, percuma saja, hanya akan capek karena mereka selalu punya alasan. Nasehati seperlunya, jika membantah tinggalkan dan banyak di doakan saja. semoga cepat sadar dan tobat.

Salam Kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;