Kata
yang satu ini masih tidak berubah dan tetap menjadi sebuah hal yang lumrah di
sekitar kita. Dari orang biasa sampai yang kaya raya, dari yang kecil, sampai
dewasa, dari yang jarang sholat sampai yang rajin sholat. Hal ini masih
dianggap biasa.
Di sisi
lain, banyak juga aktivis yang melakukan gerakan untuk menolak hal ini. Dari
yang mengadakan seminar, membuat aksi turun jalan, meramaikan sosial media dan
dunia maya dengan penolakan berbagai macam cara.
Namun
masih menjadi pertanyaan tersendiri, apakah pacaran ini sebenarnya?
Jika
diartikan sebagai status yang terjadi antara dua orang yang sepakat “katanya”
menjalin hubungan yang lebih dekat akhirnya menjadi sah menurut pendapat mereka
sendiri, sungguh ini hanyalah sebuah ego yang tidak berdasar.
Kalau
di bahasa bengkulu nih katanya sih “metean”. Entah didapat darimana hal yang
tidak berdasar ini. Siapa yang memulai dan akhirnya menjadikannya luas juga
tidak tahu.
Lalu
apa yang terjadi jika sudah sepakat dianatara dua manusia yang biasanya lawan
jenis ini untuk menjalin hubungan tidak berdasar tadi dengan nama “pacaran”?
Mereka
merasa memiliki hak-hak yang sebenarnya bukan hak mereka. Dari yang laki-laki
bebas antar jemput, memberi perhatian, dan mau ngapain aja dengan si perempuan.
Tentu akan berbeda perhatian, candaan, atau pun apresiasi memberi hadiah
seorang teman yang memang bisa melakukannya dengan siapa saja, daripada mereka yang
terikat dengan hubungan itu.
Ada
juga yang perempuannya seperti mengekang laki-laki. Ngobrol dengan yang lain seddikit,
dicurigai. Sms-an dengan yang lain langsung di wanti-wanti. Kalau memang kamu
istrinya ya tidak masalah, lah disini, kamu siapanya dia? Mikir yuk?
Men”sah”kan
hal yang sebenarnya tidak sah. Ketika disuruh benar-benar menjadikan
hubungannya sah, malah beralasan banyak. Tidak siaplah, belum waktunya, jangan
terburu-buru. Lantas apa yang sudah kamu lakukan dengan hubungan itu mana
baiknya? Memangnya itu benar? Entahlah, sayapun tidak tahu.
Namun
di beberapa kejadian, ada juga yang menjalin kedekatan, dari sms, telponan,
saling beri perhatian, dan lainnya, meskipun tidak mengutarakan kesepakatan
menjalin hubungan pacaran. Hal semacam ini terjadi di kalangan yang katanya
menolak pacaran, mau siap saat menghalalkan, faktanya apa yang dilakukan tidak
jauh beda dengan mereka yang pacaran. Namun sayangnya, mereka tidak sadar
dengan aktivitas yang dilakukan.
Membungkus
taarufan dengan saling janji dan memberi harapan. Padahal tidak tahu kalau
tiba-tiba maut memisahkan bukan?
Nah,
lalu pada dua kasus ini mana sih yang salah? Sayapun tidak bisa menjawab dengan
pasti. Namun sadarilah bahwa keduanya tetap sesuatu yang tidak berdasar.
Jika
memang suka memberi hadiah, jangan dikhususkan dengan seseorang saja.
memberilah kepada banyak teman dan kawan. Beri perhatian kepada setiap orang
yang membutuhkan. Jika memang sifat yang dimiliki seperti itu, ya tidak
masalah. Kalau ada yang baper, ya minta maaf sajalah, haha.
Yang
jelas, dua hal itu adalah ego yang memang tidak pernah hilang untuk
diperuntukkan. Jika kita menyela mereka yang melakukan, percuma saja, hanya
akan capek karena mereka selalu punya alasan. Nasehati seperlunya, jika
membantah tinggalkan dan banyak di doakan saja. semoga cepat sadar dan tobat.
Salam
Kebaikan.
0 komentar:
Posting Komentar