Rabu, 07 Juni 2017

Sampaikan kebenaran dengan Cara yang benar



Mendapatkan cerita yang sangat lumrah sebenarnya terjadi, namun masih saja hal ini menjadi perdebatan sana sini. Tanpa ada maksud untuk menghibah, semoga cerita ini bisa menjadi hikmah dan ibrah bagi kita semua.


Sore kemaren baru saja dapat cerita tentang beberapa pemuda yang sempat protes kepada salah seorang petugas ceramah tarawih. Sebenarnya yang diprotes bukan sang penceramah ini, karena ketika jadwalnya beberapa waktu lalu beliau berhalangan lalu digantikan oleh orang lain. Nah yang menggantikan ini menjadi masalah.

Ketika di awal saya diceritakan, penyebabnya karena isi potongan ceramah yang mengatakan bahwa “Doa berbuka puasa yang selama ini dipakai adalah sesat” itu perkataan yang diceritakan ke saya. Dari sini saya sepertinya mulai paham apa yang terjadi.

Setelah itu, beberapa pemuda tersebut protes dan mengancam ingin berkelahi dan sebagainya. Merasa sang penceramah yang menggantikan bapak ini sudah ngawur dan hanya bikin rusuh. Lalu, setelah sibuk berdebat sana-sini ditanyakanlah perihal andil mereka. Sungguh mendapat kesaksian yang sebenarnya sangat tidak pas. Jika hadir saat waktu TKP mungkin bisa saja kita tertawa.

Sang bapak yang ditanya ini bertanya balik dengan lembut di tengah protes beberapa pemuda ini, “Kalian sembahyang dak tadi di mesjid?”

Sontak mereka menjawab “tidak”

Alangkah lucunya ketika tidak sholat, tidak mendengar ceramah, tapi memprotes akan sesuatu yang tidak di alaminya. Usut punya usut ternyata mereka disuruh oleh salah seeorang jamaah yang mendengar ceramah yang diberikan si pengganti tadi.

Tidak hanya itu, beberapa waktu lalu bahkan memang sempat heboh juga hanya karena imam yang tidak membaca bismillah di awal sholat atau bacaannya di pelankan (Sirr). Padahal semua ini ada ketentuannya dan dibolehkan. Karena yang mereka terima hanyalah bacaan yang dikeraskan (jahr).

Nah, ada beberapa hal yang bisa kita ambil dari cerita diatas.

Pertama, sampaikan kebenaran dengan cara yang benar. Sebagai pendakwah atau orang yang menyampaikan kebenaran, tentu ada hal-hal yang tidak bisa kita samakan ketika menyampaikan. Beda tempat beda cara, beda pendengar beda metode.

Jika memang ingin membenarkan sesuatu yang salah, tunjukkan yang benarnya, tanpa perlu harus memberi justifikasi keras atas kesalahan yang sudah lama diperbuat. Membanding-bandingkan sesuatu memang hanya akan menimbulkan persilisihan. Jika sudah kita sampaikan, terima atau tidaknya itu urusan yang mendengar. Ingat, hidayah Allah yang menentukan, bukan kita yang bisa mengambil keputusan.

Berikutnya, jika kita tidak mengetahui kebenaran akan sesuatu jangan terlalu mudah percaya untuk menelannya mentah-mentah. Jangan percaya sepenuhnya dengan orang yang pintar baik itu di akademik dunia, atau agamanya. Kita manusia memiliki fitrah untuk berbuat salah, maka dari itu jika mendengar sesuatu alangkah baiknya diklarifikasi kebenarannya dulu.

Bukankah sering mendengungkan jangan menilai orang dari luarnya saja, lalu mana realisasinya? Jangan mentang-mentang orang yang berbicara itu memiliki kedudukan langsung ditelan mentah-mentah tanpa tahu penyampaian ceramah yang didengarkan secara keseluruhan.

Jangan ada hal yang samar-samar dalam meyampaikan kebenarannya. Selama punya dalil dan sumber yang kuat silahkan pegang dan teguhkan prinsip. Jika tidak bisa mengikuti yang lain, tapi mereka juga memiliki landasan yang kuat ya tidak masalah, tidak perlu sampai adu urat kan?

Nah, semoga cerita singkat ini tetap menjadikan kita berkepala dingin dalam mengambil keputusan. Jangan sampai apa yang kita lakukan hanyalah menjadi sebuah hinaan karena landasan yang berdasarkan ikut-ikutan. Hanya Allah pemilik segala kebenaran.

Wallahua’lam, Salam kebaikan

0 komentar:

Posting Komentar

 
;