Mendapatkan
cerita yang sangat lumrah sebenarnya terjadi, namun masih saja hal ini menjadi
perdebatan sana sini. Tanpa ada maksud untuk menghibah, semoga cerita ini bisa
menjadi hikmah dan ibrah bagi kita semua.
Sore
kemaren baru saja dapat cerita tentang beberapa pemuda yang sempat protes
kepada salah seorang petugas ceramah tarawih. Sebenarnya yang diprotes bukan
sang penceramah ini, karena ketika jadwalnya beberapa waktu lalu beliau
berhalangan lalu digantikan oleh orang lain. Nah yang menggantikan ini menjadi
masalah.
Ketika
di awal saya diceritakan, penyebabnya karena isi potongan ceramah yang
mengatakan bahwa “Doa berbuka puasa yang selama ini dipakai adalah sesat” itu
perkataan yang diceritakan ke saya. Dari sini saya sepertinya mulai paham apa
yang terjadi.
Setelah
itu, beberapa pemuda tersebut protes dan mengancam ingin berkelahi dan
sebagainya. Merasa sang penceramah yang menggantikan bapak ini sudah ngawur dan
hanya bikin rusuh. Lalu, setelah sibuk berdebat sana-sini ditanyakanlah perihal
andil mereka. Sungguh mendapat kesaksian yang sebenarnya sangat tidak pas. Jika
hadir saat waktu TKP mungkin bisa saja kita tertawa.
Sang
bapak yang ditanya ini bertanya balik dengan lembut di tengah protes beberapa
pemuda ini, “Kalian sembahyang dak tadi di mesjid?”
Sontak
mereka menjawab “tidak”
Alangkah
lucunya ketika tidak sholat, tidak mendengar ceramah, tapi memprotes akan
sesuatu yang tidak di alaminya. Usut punya usut ternyata mereka disuruh oleh salah
seeorang jamaah yang mendengar ceramah yang diberikan si pengganti tadi.
Tidak
hanya itu, beberapa waktu lalu bahkan memang sempat heboh juga hanya karena
imam yang tidak membaca bismillah di awal sholat atau bacaannya di pelankan
(Sirr). Padahal semua ini ada ketentuannya dan dibolehkan. Karena yang mereka
terima hanyalah bacaan yang dikeraskan (jahr).
Nah, ada
beberapa hal yang bisa kita ambil dari cerita diatas.
Pertama,
sampaikan kebenaran dengan cara yang benar. Sebagai pendakwah atau orang yang
menyampaikan kebenaran, tentu ada hal-hal yang tidak bisa kita samakan ketika
menyampaikan. Beda tempat beda cara, beda pendengar beda metode.
Jika
memang ingin membenarkan sesuatu yang salah, tunjukkan yang benarnya, tanpa
perlu harus memberi justifikasi keras atas kesalahan yang sudah lama diperbuat.
Membanding-bandingkan sesuatu memang hanya akan menimbulkan persilisihan. Jika
sudah kita sampaikan, terima atau tidaknya itu urusan yang mendengar. Ingat,
hidayah Allah yang menentukan, bukan kita yang bisa mengambil keputusan.
Berikutnya,
jika kita tidak mengetahui kebenaran akan sesuatu jangan terlalu mudah percaya
untuk menelannya mentah-mentah. Jangan percaya sepenuhnya dengan orang yang
pintar baik itu di akademik dunia, atau agamanya. Kita manusia memiliki fitrah
untuk berbuat salah, maka dari itu jika mendengar sesuatu alangkah baiknya
diklarifikasi kebenarannya dulu.
Bukankah
sering mendengungkan jangan menilai orang dari luarnya saja, lalu mana
realisasinya? Jangan mentang-mentang orang yang berbicara itu memiliki kedudukan
langsung ditelan mentah-mentah tanpa tahu penyampaian ceramah yang didengarkan
secara keseluruhan.
Jangan ada
hal yang samar-samar dalam meyampaikan kebenarannya. Selama punya dalil dan
sumber yang kuat silahkan pegang dan teguhkan prinsip. Jika tidak bisa
mengikuti yang lain, tapi mereka juga memiliki landasan yang kuat ya tidak
masalah, tidak perlu sampai adu urat kan?
Nah,
semoga cerita singkat ini tetap menjadikan kita berkepala dingin dalam
mengambil keputusan. Jangan sampai apa yang kita lakukan hanyalah menjadi
sebuah hinaan karena landasan yang berdasarkan ikut-ikutan. Hanya Allah pemilik
segala kebenaran.
Wallahua’lam,
Salam kebaikan
0 komentar:
Posting Komentar