Jumat, 29 Mei 2020

Bingung darimana, Ya Udah tentang sekolah aja.


Assalamualaikum sobat pembaca sekalian. Sudah dari tanggal 13 maret yang biasanya gerak kesana kemari, langsung bergerak dirumah aja sendiri. Yah mesti nggak semua aspek juga sih. Ah, kalau bahas ini sudah pusing dan mumet kali ya. Sudah banyak ahli sana sini dengan berbagai teori memberikan semua saji yang kita lahap sampai tak tertelan lagi.

Lantas apa yang mau saya bahas kali ini, apa yang dekat dengan saya saja. Berhubung tulisan terakhir desember 2019 lalu, jika masih banyak yang kurang sana sini mohon dimaklumi ya. Mau mencoba kembali mengisi blog ini dengan tulisan-tulisan ringan, receh, atau mungkin gaje. Yang penting menulis aja lah ya, hehe. Yang mau berselancar dengan tulisan-tulisan ringan saya di blog ini silahkan ya.

Oke, kembali ke tulisan yang ingin saya bahas kali ini. Tentang sekolah.

Kenapa sekolah, ya karena sekarang saya mengajar di sekolah, dan ini hal yang paling terasa selama stay at home dalam dua bulan lebih ini. Mengajar di salah satu SMP Swasta di Kota Bengkulu selama tiga tahun terkahir ini tentu banyak pembelajaran yang paling terasa dilaksanakan. Meski mungkin posisi status yang bukan tinggi disekolah, namun ilmu itu didapat dari learning by doing selama pembelajaran.

Bahkan untuk sekarang-sekarang teman komunikasi paling banyak didominasi anak murid dan wali murid. Sampai wali murid yang anaknya belum masuk, hehe. Di setiap komunikasi itu selalu mencari celah pembelajaran oleh para orangtua yang tentunya lebih berpengalaman dari segala sisi. Saya hanya memiliki secuil hal yang dimiliki dalam membantu anak-anak mereka. Berbeda dengan para orang tua yang darah daging semua sudah tercurahkan.

Maka, kadang merasa tidak enak yang besar ketka para ananda atau anak walimurid ini lebih mengikuti kata gurunya. Sering sekali kutipan seperti ini terlontar. Namun, hal itu jadi peluang untuk menjadi orangtua kedua bagi para murid. Menyamakan suhu dengan para orangtua, ketika mereka mencurakan beberapa bagian hidupnya kepada kita, apa yang diajarkan dan disampaikan jadi tidak beda jauh dengan apa yang dirasakan di rumah mereka.

Lantas, semua itu berubah ketika Negara api menyerang, #Cirini (Bahasa anak-anak sih gitu)
Yups, dua bulan lebih beradaptasi dengan semua perubahan mendadak dimana harus menolah semua pembelajaran dengan online. Adaptasi dengan aplikasi, keisapan kesigapan dan kematangan dalam melaksanakannya. Kerjasama antara orangtua – Guru – terutama murid sangat diperlukan. Miskomunikasi di satu sampai dua minggu awal tentu hal yang wajar. Karena perubahan ini perlu proses agar terbiasa, tidak seperti power ranger, tinggal bilang Henshin berubah deh dan punya kekuatan.

Dari tidak semua ananda yang memiliki fasilitas smartphone, atau gantian dengan orangtua yang juga mau kerja. Tidak semua ada laptop, dan tidak semua juga bisa mengoperasikan aplikasi pembelajaran yang ada dengan seketika. Gurupun jika mau disatukan suhu tentu ada yang bisa ada yang tidak, otomatis juga menggunakan yang paling bisa dikuasai untuk digunakan dalam proses pembelajaran onlinenya, dan mengakibatkan semua sistem tersedia dengan cara beragam. Di cocok cocokkan ajalah semuanya ya.hehe.

Namun, itu semua kondisi yang membuat kita harus menyesuaikan semuanya. Mau menyalahkan tentu tidak boleh. Semua apa-apa yang terjadi sudah ada ketentuan dan pasti ada hikmahnya. Banyak positif jika berkaca dari sudut pandang yang lain. Dari yang lebih meningkatkan kebersihan diri, menjaga agar tidak asal sentuh, auto tidak salaman dengan yang bukan mahrom, dan hal lainnya.

Kita bisa melihat juga yang lebih peduli dengan orang lain. Siapa yang lebih mengedepankan ego atau simpatinya. Terbuka semua deh sifat kita juga kan. Oke, kita kembali bahas terkait sekolah ya, hehe.

Setelah berjalan dua minggu awal belajar onlen di rumah. Banyak anak-anak yang mulai mengeluh. Rindu sekolah, pusing belajar onlen, dan sebagainya. Dari orangtua pun juga banyak yang memiliki cerita. Harus menjadi guru semua mata pelajaran, menghadapi pertanyaan yang tak tertahankan, dan lain-lainnya.

Para guru tak kalah shocknya dong. Namun terlepas dari itu semua, disini kembali kita memandang hal positifnya adalah bagaimana kita siap menghadapi keadaan dengan semua hal yang dadakan. Sehingga kita tidak menjadi orang yang ketinggalan jaman.

Sekarang kita bisa melihat, peningkatan kasus #Cirini yang semakin melonjak, para dewan atas langit yang entah mau seperti apa, belum lagi para sekitar kita yang masih bandel dengan kepedeannya berkeliaran kemana-mana. Sekarang semua pandangan mulai berubah. Sekolah lebih baik ditunda daripada terjadi apa-apa. Entah benar atau tidak, namun melihat headline salah satu Negara maju yang mencoba sekolah dengan keadaan baru ternyata gagal, dan kembali meliburkan sekolahnya karena ada anak yang terpapar. (koreksi jika salah ya)

Maka dari itu, sebagai salah seorang guru, juga berpendapat bahwa lebih baik berpisah sementara daripada berpisah selamanya. Tak apa mundurkan tahun ajaran baru satu semester, daripada masuk bikin semua pihak keteter. Bersabarlah dan mulai kreatif. Disini keluarkan semua ide dan inisiatif. Namun hanya bisa berpendapat dan menuliskan saja. Apapun keputusan dan kebiajakan atas semua yang ada, akan diikuti nantinya.

Dan dibagian terakhir ini, luaskan pandangan dan pikiran. Salah satunya bersiap dengan karya berikutnya yang inshaAllah akan saya proses terbit. Doakan ya, hehe. Kalau ada rezeki minimal satu judul buku maksimal dua judul buku. Kalau tahun ajaran baru ternyata tetap dilanjutkan juli ini, minimal satu judul buku, kalau ternyata diundur tahun depan  semoga bisa dua judul buku. Katanya kalau ide tidak disampaikan nanti hanya tersimpan saja, jadi saya sampaikan semoga banyak yang mengirimkan doanya, hehe.

So, untuk semua ayah bunda ananda dan semua guru seindonesia. Mari kreatif, banyak inisiatif, dan pinter-pinter otaknya diputer untuk nambah insentif (ups, hehe). Mari cerdaskan anak bangsa dengan segala cara dan jangan lupa selalu kirimkan doa. Salam kebaikan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;