Kali ini
sedikit me review atau lebih tepatnya komentar saya tentang film baik yang baru
saja ditonton kemaren. Film yag diangkat dari tulisan Karya Bunda Helvy Tiana
Rosa ini cukup membuat saya kembali tertegun. Setelah sebelumnya lebih dulu
mengenal bukunya dan membacanya berulang-ulang.
Hal yang
saya senangi ketika menonton film yang di adaptasi dari karya-karya dua
beradik, Asma Nadia dan Helvy tiana rosa, adalah isinya yang cukup sejalan
dengan bukunya. Gubahan dan penambahan tidak merubah alur dari buku yang sudah
saya baca sendiri.
Meskipun tidak
semuanya saya tonton di bioskop, karena lebih menghindari hal itu sebisa
mungkin, namun beberapa film yang akhirnya tayang sebelum ke layar kaca saya
apresiatif dengan baik karena sesuai cerita yang ditulis dan dimainkan dalam
bentuk peran.
Kembali ke
film.
Satu yang
cukup membedakan dengan film seri pertamanya Ketika mas Gagah Pergi, di seri
kedua dengan judul filmnya Duka Sedalam Cinta ini lebih banyak narasi yang
dimainkan. Benar-benar memberikan pesan dalam sedikitnya adegan.
Jika seri
sebelumnya alur maju, yang ini terkesan lebih banyak alur mundurnya (pandangan
saya aja sih ya).
Tapi semuanya
cukup sangat sejalan dengan apa yang sudah saya baca di bukunya.
Moment-moment
yang menarik adalah di filmnya membuat sebuah benang merah sebuah hubungan
pertemanan yudi dan Mas gagah. Hal ini yang memang tidak terduga namun tidak
mengacaukan isi filmnya,. Apalagi di sesi terakhir ketika melihat foto kecil di
dompet Gagah yang terbelah dua, ternyata dulunya si Yudi lah yang merobeknya.
Memang terkesan
kebetulan sekali, namun pengemasan benang merahnya sangat apik sehingga
terlihat menarik. Sayangnya film ini tidak bisa di tayangkan lama seperti
kebanyakan film lainnya.
Seorang karakter
yang menarik perhatian saya juga seorang ustadz sekaligus guru, yaitu Salim A.
Fillah. Melihat lakonnya di dalam film sungguh tidak ada bedanya ketika beliau
mengisi majelis, dan teringat bahwa sayapun pernah menjadi moderator satu
penggung dengan beliau. Kalau dipikir-pikir lagi MasyaAllah banget berarti ya.
Ketika memberikan
nasehat-nasehat kepada Gagah dan membacakan ayat Al-quran nampak yang dilakukan
sang ustadz adalah kerendahan hati dalam melakukannya.
Duka sedalam
cinta, atau Ketika Mas Gagah pergi, sebuah komponen karya yang memang tidak
biasa. Teringat ketika saya menanyakan karya ini kepada sang penulis secara
langsung Bunda Helvy di acara workshop menulis di jakarta Oktober tahun lalu. Bagaimana
bisa cerita Mas Gagah ini begitu membius?
Jawaban sederhana
yang membuat kami satu ruangan takjub adalah, beliau mengerjakannya ketika
setelah tahajjud, dan diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu jam yang
awalnya itu adalah tugas perkuliahan.
Yaps, mendukung
karya baik dan islami salah satu untuk mengarahkan generasi ini dalam konsumsi
hal-hal yang pantas dan tidak pantas.
Nah sedikit
promosi juga deh, khusus buat kamu yang di Bengkulu, akan ada film pendek amatir
dari para pemula dengan judul “Nikahi atau Akhiri” yuk daftar, batasnya sampai
tanggal 7 lho. Cuma 15.000 aja. Tempat nobarnya di aula Pola kantor gubernur. Sms/wa
Daftar_nama_alamat_no Hp ke 085267175956
Salam
kebaikan, Salam berkarya



0 komentar:
Posting Komentar