Minggu, 17 Desember 2017 0 komentar

Seperti Hinata Shoyo ketika menyusup di Pelatihan Imitasi pemain muda berbakat.

Melihat judulnya mungkin banyak yang agak memiringkan kepala berpikir. Kalau tidak ya alhamdulillah. Menggunakan anime sebagai bagian dari judul yang bukan hal umum orang suka. Tapi ini yang saya suka.

Sebelum ke pokok tulisan, perlu tahu dulu siapa itu Hinata shoyo (Semoga penulisan namanya benar). Hinata yang saya bawa adalah salah satu peran utama dalam sebuah manga sekaligus anime jepang dengan judul Haikyuu. Sebuah anime yang menceritakan tentang permainan bola voli.

Judul yang saya ambil adalah moment dimana cerita manganya pada bagian Hinata mengikuti Tsukishima rekan setimnya yang di undang pelatih shiratorizawa untuk mengikuti camp pelatihan pemain muda yang dikumpulkan dari perfektur di wilayahnya. Sayangnya sang pelatih hanya mengambil pemain-pemain yang memiliki tinggi 180cm ke atas untuk ukuran anak SMA.

Setelah iri dengan Kageyama rekan setimnya yang mengikuti camp pelatihan nasional, Hinata tidak tinggal diam ketika Tsukishima juga diundang meski di tempat yang berbeda. Dengan diam-diam Hinata mengikuti Tsukishima dan menyusup kedalam camp pelatihan.

Singkat cerita Hinata sempat bikin bingung pelatih Shiratorizawa, yang akhirnya diterima tapi tidak diperkenankan mengikuti latihan. Hanya menjadi anak bola. Tukang bantu-bantu para pemain. Dari mengepel, mencucikan baju menyiapkan minuman, dan memungut bola-bola yang keluar lapangan.

Namun, dalam kondisi yang tidak legal untuk bisa ikut latihan itu, Hinata tetap belajar dengan cara apapun dan mengambil pelajaran dari manapun.

Selama beberapa waktu camp sampai akhir, banyak yang shoyo perhatikan. Dari melihat para bloker tinggi menghalang bola, melihat cara libero menerima bola dengan baik, dan terus mengadaptasi teknik dan cara-cara para pemain camp yang ada di shiratorizawa, meskipun sampai akhir camp tetap menjadi anak bola.

Oke setelah sedikit banyak saya menceritakan tentang ini, lalu apa yang saya ingin sampaikan? Yah saya sedang mengalami kondisi seperti itu, kurang lebih.

Menjadi pendamping mengurusi banyak hal dan harus memperhatikan kebutuhan anak tentu bukan hal yang mudah. Harus peka dan mengerti setiap kewajiban dan tugas.

Kegiatan di pare yang seyogyanya menuntut anak-anak harus belajar disiplin mandiri dan tidak lupa untuk mengikuti kelas 6 kali dalam sehari. Lalu saya yang hanya mendampingi ngapain? Itu sempat jadi pertanyaan dan juga ditanyakan.

Yah memang tidak bisa banyak hal yang saya lakukan dan menuntut apa-apa. Ketika mendapat kondisi ini di hari ke lima berpikir, harus ada yang bisa saya capai dan lakukan. Pertama saya kembali ke salah satu aktivitas yang suka saya lakukan, yaitu membaca.

Menemukan toko buku murah menjadi godaan terbesar untuk saya sendiri. Melihat komik, novel, dan beberapa buku lain yang menarik dengan harga wow banget buat dibeli berhasil menarik godaan saya untuk mengambil dan membawanya pulang. Alhasil itu benar-benar saya lakukan, di hari ke tujuh saya di Pare mendampingi anak-anak belajar di Kampung Inggris, sudah membaca 17 buku. Terdiri dari komik dan novel.

Lalu, berikutnya saya mencoba mengambil metode mengajar para tutor disini. Memang tidak secara langsung saya mengikuti dan mengamatinya dari kelas, namun saya selalu bertanya kepada anak-anak tentang kejadian dan apa yang dilakukan para tutor di kelas. Melihat tugas mereka dan bagaimana penanganan para tutor dengan beberapa hal yang tidak disiplin, dengan begitu saya akan bisa menggunakannya dalam pengajaran ketika pulang nanti.

Nah semakin kesini saya juga belajar bagian lainnya, yaitu bisnis dan keramahannya. Memang harga kebutuhan disni jauh lebih murah. Bilapun harganya sama dengan yang ada di Bengkulu namun servicenya jauh lebih baik. Kalau makanan katakanlah lebih banyak porsinya. Ini sedang saya olah bagaimana bisa untuk di bawa di Bengkulu nanti.

Andai saja bisa membawa harga miring ini ke Bengkulu nanti dan membuka setidaknya kedai sederhana, rasanya lumayanlah. Dan juga memanfaatkan buku obralan murah disini untuk ditawarkan kepada teman-teman di Bengkulu yang sedikit bisa bermanfaat dan membantu.


Yaps, mungkin saja kita sedang berada di suatu tempat dengan tidak melakukan apa-apa sesuai yang sedang ada di tempat itu. Tapi yakinlah akan ada sesuatu yang bisa diambil dimanapun kamu berada, meskipun hanya seujung kuku.
0 komentar

Khairunnas Goes To Pare

Berawal dari diskusi orang tua yang akhirnya disampaikan kesekolah. SMP IT Khairunnas mengadakan sebuah study wisata perdana mengunjungi Kampung inggris. Eits, bukan sekedar mengunjungi tapi benar-benar belajar.

Sekitar satu bulan memilah milih dan diadakan tes singkat untuk memilih sepuluh siswa yang berhak berangkat, alhasil hanya delapan siswa yang benar-benar sanggup untuk ikut. Banyak yang urung karena berbagai hal teknis yang menjadi pertimbangan.

Yups penentuan setelah ujian tengah semester delapan orang yang jadi untuk berangkat. Satu bulan sebelum keberangkatan terpilih tiga orang tilmidzat (baca : murid perempuan), dan lima orang talamidz (baca : murid laki-laki)

Marella Haldis, Senangun Tiandani, Zahra Nabilah Syifa, M. Rafif, Ahmad Nugrahadi, Naufal Nadzif, M. Arya Dhiwa, A. Rafid Fatwa. Bersama dua guru pendamping yang mengampu pelajaran Bahasa Inggris, dan Bahasa Arab.

Sabtu jam 5 pagi kami sudah berkumpul di bandara Fatmawati Bengkulu, untuk menaiki maskapai keberangkatan jam 6 pagi. Sempat hampir ketinggalan, karena langsung check ini dengan satu rombongan sepuluh orang.

Salah satu dari kami ada yang baru pertama kali naik pesawat, jadi cukup medebarkan bagi dirinya. Sekitar satu jam kurang lebih kami sampai di bandara soekarno-Hatta Jakarta. Jam 7 kami sudah disana dan mencari ruang tunggu untuk transit penerbangan berikutnya ke Surabaya.

Sekitar tiga jam.an kami menunggu transit, tidak banyak yang kami lakukan. Dari yang main hp, beli makan, ngobrol sama ibu-ibu, gantian dhuha, sampai ada yang mencari pokemon (Permainan Pokemon Go).

Yaps, mendekati pukul sebelas kami mulai masuk untuk chek boarding dan duduk di kursi masing-masing.  Disinilah ketegangan bermula.

Setelah lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta menuju Surabaya, pesawat yang kami naiki masuk ke dalam gumpalan awan putih dan mengalami guncangan yang lumayan. Sedikit naik turun seperti jatuh bebas tapi naik lagi. Ini belum seberapa.

Tidak lama setelah itu, setengah perjalanan pesawat, kembali masuk ke dalam gumpalan awan yang lebih tebal dan besar. Kali ini guncangan naik turun lebih hebat dari yang tadi. Sekilas saya langsung terbayang film Final Destination 1. Sebuah alur kematian yang terjadi di pesawat. Atau beberapa keelakaan pesawat yang terjadi, membayangkan film Detective Conan yang mencari cara mendaratkan darurat dan menstabilkan pesawat.

Tapi diatas itu semua satu yang saya pikirkan. Bagaimana teman kami yang baru naik pesawat ini di kursi depan ya?

Sekitar satu setengah jam perjalanan kami di atas pesawat rasanya campur aduk dan macam-macam. Ketika turun dan berjalan keluar, ternyata teman kami itu cukup shok dan sempat lemas. Antara simpati dan lucu. Dia berkali-berkali berucap dan mukanya pucat pasi.

Yah, kecemasan berakhir karena kami sudah sampai di Bandara surabaya, dan siap di jemput travel untuk melanjutkan perjalanan menuju tempat kursus kami di TEST English School.

Sekitar jam 2 kami sampai di Bandara, mengambil barang, lalu langsung kontak Travel yang sudah kami booking jauh-jauh hari. Pak Saipul nama supirnya, kami berangkat dengan mini bus jenis Elf, nggak bisa terbang kok karena mobil bukan peri sungguhan.

Perjalanan yang kami tempuh cukup lama. Karena jalanan yang cukup macet menambah waktu perjalanan. Sekitar setengah lima kami berhenti di rumah makan, untuk mengisi tenaga, dan melaksanakan sholat, serta melaksanakan “Panggilan Alam” hehehe.

Sekitar 45 menit kami menyelesaikan itu semua, kembali berangkat menuju lokasi kursus. Kurang lebih satu jam lewat dikit kami sampai di TEST English School. Tepat di kantornya kami meletakkan semua barang dan melakukan registrasi. Setelah mendapatkan kamar sementara, langsung saja kami mencari makan dan merehatkan badan.


Perjalanan kami baru dimulai untuk 1 bulan ke depan. Meski langsung ada yang nanya kapan pulang ketika kami baru sampai, hehe.
Sabtu, 02 Desember 2017 0 komentar

Duka Sedalam cinta (KMGP 2)

Kali ini sedikit me review atau lebih tepatnya komentar saya tentang film baik yang baru saja ditonton kemaren. Film yag diangkat dari tulisan Karya Bunda Helvy Tiana Rosa ini cukup membuat saya kembali tertegun. Setelah sebelumnya lebih dulu mengenal bukunya dan membacanya berulang-ulang.

Hal yang saya senangi ketika menonton film yang di adaptasi dari karya-karya dua beradik, Asma Nadia dan Helvy tiana rosa, adalah isinya yang cukup sejalan dengan bukunya. Gubahan dan penambahan tidak merubah alur dari buku yang sudah saya baca sendiri.

Meskipun tidak semuanya saya tonton di bioskop, karena lebih menghindari hal itu sebisa mungkin, namun beberapa film yang akhirnya tayang sebelum ke layar kaca saya apresiatif dengan baik karena sesuai cerita yang ditulis dan dimainkan dalam bentuk peran.

Kembali ke film.

Satu yang cukup membedakan dengan film seri pertamanya Ketika mas Gagah Pergi, di seri kedua dengan judul filmnya Duka Sedalam Cinta ini lebih banyak narasi yang dimainkan. Benar-benar memberikan pesan dalam sedikitnya adegan.

Jika seri sebelumnya alur maju, yang ini terkesan lebih banyak alur mundurnya (pandangan saya aja sih ya).

Tapi semuanya cukup sangat sejalan dengan apa yang sudah saya baca di bukunya.

Moment-moment yang menarik adalah di filmnya membuat sebuah benang merah sebuah hubungan pertemanan yudi dan Mas gagah. Hal ini yang memang tidak terduga namun tidak mengacaukan isi filmnya,. Apalagi di sesi terakhir ketika melihat foto kecil di dompet Gagah yang terbelah dua, ternyata dulunya si Yudi lah yang merobeknya.

Memang terkesan kebetulan sekali, namun pengemasan benang merahnya sangat apik sehingga terlihat menarik. Sayangnya film ini tidak bisa di tayangkan lama seperti kebanyakan film lainnya.

Seorang karakter yang menarik perhatian saya juga seorang ustadz sekaligus guru, yaitu Salim A. Fillah. Melihat lakonnya di dalam film sungguh tidak ada bedanya ketika beliau mengisi majelis, dan teringat bahwa sayapun pernah menjadi moderator satu penggung dengan beliau. Kalau dipikir-pikir lagi MasyaAllah banget berarti ya.

Ketika memberikan nasehat-nasehat kepada Gagah dan membacakan ayat Al-quran nampak yang dilakukan sang ustadz adalah kerendahan hati dalam melakukannya.

Duka sedalam cinta, atau Ketika Mas Gagah pergi, sebuah komponen karya yang memang tidak biasa. Teringat ketika saya menanyakan karya ini kepada sang penulis secara langsung Bunda Helvy di acara workshop menulis di jakarta Oktober tahun lalu. Bagaimana bisa cerita Mas Gagah ini begitu membius?

Jawaban sederhana yang membuat kami satu ruangan takjub adalah, beliau mengerjakannya ketika setelah tahajjud, dan diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu jam yang awalnya itu adalah tugas perkuliahan.

Yaps, mendukung karya baik dan islami salah satu untuk mengarahkan generasi ini dalam konsumsi hal-hal yang pantas dan tidak pantas.

Nah sedikit promosi juga deh, khusus buat kamu yang di Bengkulu, akan ada film pendek amatir dari para pemula dengan judul “Nikahi atau Akhiri” yuk daftar, batasnya sampai tanggal 7 lho. Cuma 15.000 aja. Tempat nobarnya di aula Pola kantor gubernur. Sms/wa Daftar_nama_alamat_no Hp ke 085267175956



Salam kebaikan, Salam berkarya
Jumat, 01 Desember 2017 0 komentar

Tukang rumput sholeh

Banyak yang mengatakan bahwa hati-hati dari siapa kamu mengambil ilmu dan belajar, tapi rasanya tidak salah jika dikatakan, mengambil pembelajaran boleh dari siapa saja.

Kali ini sebuah kekaguman sederhana yang saya dapat dari seorang pemotong rumput. Kejadian ini kurang lebih satu minggu lalu., memangnya apa yang membuatnya istimewa?

Pertama kali yang tidak disangka adalah ketika ingin mencari sang bapak yang bekerja di tempat pemadam kebakaran. Ketika saya dan teman menanyakan siapa yang biasa memotong rumput disana karena ingin meminta bantuannya, seorang ibu-ibu menunjuk seorang bapak dengan rambut yang sudah memutih dan mengenakan baju batik. Saya dan teman pun sempat berpandangan sejenak karena tidak menyangka dengan apa yang dilihat.

Akhirnya bertepatan dengan adzan ashar kami singgah di masjid untuk sholat sekaligus menanyakan perihal memotong rumput tersebut kepada bapak itu. Setelah bertemu di masjid dan yakin bapak dengan kacamata dan baju batik itu yang akan memotong rumput kamipun pulang.

Awalnya hanya berhenti disitu, kekaguman dengan penampilan yang tidak menunjukkan bahwa sang bapak dengan penampilan berbaju batik dan kacamata sederhana adalah seorang pemotong rumput.

Esoknya ketika sang bapak datang meskipun agak telat karena  paginya ada tamu dirumahnya, langsung mempersiapkan alat untuk memotong rumput. Sekitar tiga jam sang bapak melaksankan pekerjaannya, seperempat lahan yang dipangkas selesai. Terlihat sang bapak pergi ke kamar mandi sekolah dan mengganti bajunya. Awalnya tidak berpikir apa-apa, namun setelah itu beliau sudah siap-siap untuk melaksanakan sholat dzuhur.

Hal itu sedikit menarik perhatian.

Berlanjut ketika sholat ashar. Kami yang sedikit terlambat, melihat dari dalam kelas sang bapak menjadi imam beberapa jama’ah yang sudah duluan sholat. Dan ternyata memang itu terus dilakukan.

Keesokan harinya ketika melanjutkan sedikit lagi pemotongan rumput yang dilakukannya, lima menit tepat sebelum dzuhur mengganti bajunya dan kekamar mandi untuk siap-siap sholat dzuhur. Asoy yang selalu dibawanya adalah baju ganti untuk sholat. Yah, kelihatannya kecil tapi ini yang sering kita lupakan dan tinggalkan.

Betapa sang pemotong rumput yang bisa selalu bersiap-siap untuk menghadap sang pemberi rezeki. Bagaimana dengan kita. Guru, dosen, pengusaha, direktur, sudah seberapa sibukkah pekerjaan kita. Bahkan menghadap sang pencipta dengan baju apa adanya.

Bagaimana ingin mendapatkan yang terbaik, jika yang kita berikan kepadaNya adalah yang biasa-biasa saja bahkan yang terburuk?

Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah Yang Kamu Dustakan?


Salam Kebaikan
 
;