Ketika
Cinta Memanggilmu
Kemuliaan hidup di
dalam naungan illahi
Sepi dan sunyi dalam
harap menjadi suci
Mencari cinta di balik
kepekatan dusta
Aku memang bukan yang
sempurna
Tapi aku bisa
melengkapi apa yang tiada
Tak ada hidup yang tak
bernoda
Tak ada putih tanpa
hitam
Menapak sejenak dalam
perjalanan hidupku
Ketegaran khadijah
kesabaran Aisyah
Menjadi wanita dalam
kemurnian-Mu
Ku
lihat bait-bait puisi yang ku tulis dua tahun silam. Masih jelas kenanganku
tentang masa itu, seorang laki-laki yang mengungkapkan perasaannya kepadaku.
Aku yang baru mencapai masa dewasaku hanya terpaku menerima kebenaran yang
keluar dari mulut sang laki-laki itu.
Aisyah
Nurul Khadijah, sebuah nama pemberian orang tuaku kepadaku. Entah atas dasar apa sehingga nama ini yang
menjdi identitasku saat ini. Dua nama istri rasulullah yang mulia, yang
membuatku berpikir, apa aku pantas menyandang nama ini.
Masih
dalam termenung ku melihat laut pantai panjang yang begitu indah. Ku nikmati
deburan ombak yang begitu bebas mengekspresikan airnya, berbeda dengan diriku
yang masih terbelenggu dalam perasaan yang tak menentu. Subhanallah, Allah
lebih tahu yang akan di butuhkan oleh hamba-hambanya.
“kak
aisyah... pulang yuk...”
Si
kecil Nabila mengagetkanku, ternyata waktu sudah sore dan aku harus segera
pulang.
“iya,
Nabila. Udah main airnya ? “
“udah
kak, asyik kak tapi capek, sekarang nabila pengen bobo di rumah”
“ya
udah, yuk kita pulang, biar Nabila bisa bobo di rumah”
“oke
kak, tapi beli es krim dulu ya kak”
“lho
tadi kan udah makan bakso dua mangkok, sama es kelapa tiga gelas, masa mau es
krim lagi?”
“untuk
dirumah, mau ya kak ya, kak aisyah cantik deh...”
“kamu
ni, masih kecil udah bisa merayu, ya udah, kita beli buat ummi, abi, dan mas
fajar sekalian”
“hore...
kak aisyah emang keren”
Tiap
sore aku harus menemani adik kecilku ke pantai untuk bermain. Adikku mempunyai
penyakit yang aku tidak tahu apa namanya, tapi yang pasti dia tidak boleh di
biarkan berfikir keras, atau dia akan pingsan. Mudah-mudahan Allah selalu
melindungimu adikku, amiin.
*****
“Assalamualaikum...”
“Walaikumsalam,
maaf dengan siapa ya?”
“ini
dengan ukhti Aisyah Nurul Khadijah?”
“iya,
afwan dengan siapa ya?”
“ini
akhi Yusuf, afwan kalo mengganggu ukh, mau ketemu besok di kantin, ada hal
penting, jazakillah ukh.”
Tut...tut...tut...
Ada
apa dengan Yusuf pikirku, pertama kalinya dia menghubungiku, dan langsung
membuat panik dengan nadanya yang mengagetkanku. Laki-laki yang begitu menjaga
dirinya dengan lawan jenis itu tiba-tiba menelponku dan memberikan berita yang
membuat berpikir. Mudah-mudahan semua tetap dalam lindungan Allah.
Kembali
aku tertegun dalam renunganku, ketika lantunan suci ayat al-quran yang kubaca
begitu terasa dalam. Terjemahan surat Ali ‘Imran ayat 91 membuatku berfikir
tentang diriku yang masih banyak bergelimang dosa, apa aku bisa menjadi semulia
aisyah dan khadijah seperti namaku.
“sungguh,
orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima
(tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas separuh bumi,
sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang
mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong.(Ali ‘imran, 3:91)”
*****
Di
kampus hijau ku tunggu Yusuf dtempat seperti yang di inginkan sebelumnya.
Ku lihat Yusuf bersama seorang muslimah
dengan jilbab panjang biru muda di padu gamis pink, begitu anggun dan
cantik.tapi aku bertanya-tanya siapa dia, pacarnyakah? Tidak mungkin pikirku.
Ku tepis pikiran negatif itu.
“Assalamualaikum,
afwan lama nunggu ya...”
“Waalaikumsalam,
gx juga . Ada perlu apa?”
“kenalin
ini mba’ ku, Annisa Zakiyyah “
“oh
iya, ana Aisyah Nurul Khadijah, mba’ salam kenal”
“subhanallah
bagus sekali namanya, mudah-mudahan jadi mulia seperti istri rasulullah ya “
Deg,
agak malu rasanya di puji seperti itu, tapi aku juga mengaminkan didalam
hatiku.
“eh
iya, jadi ada perlu apa akhi?”
“hm,
biar mba’ ku aja yang ngomong ya, aku ada perlu, mau nemuin dosen bimbingan
skripsi, gx apa ya, afwan, assalamualaikum”
Tingkahnya
membuat aku bingung, tapi ya aku juga tidak marah.
“dek
aisyah, mba’ mau jelasin kenapa kamu di ajak ketemu kesini, mba’ mewakilin
keluarga dan Yusuf, mau mengkhitbah kamu untuk menjadi pendamping adek mba’ si
Yusuf”
Masyaallah,
apa ini ya Allah, cobaan atau ujiankah. Apa aku siap dengan ini, dan bisakah
aku menjadi semulia dan setia seperti khadijah dan aisyah. Air mata ini terasa
ingin tumpah.
“dek,
ada apa? Tidak usah langsung di jawab, boleh kamu pikirin dulu. Kamu kan juga
udah semester akhir, jadi mba’ dan keluarga insyaallah setuju dan menerima.”
“iya
mba’ ”
Aku
tak bisa berkata-kata lagi, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, andai
ummi ku masih hidup tentunya beliau bisa memberikanku jalan keluar. Sekarang
abiku menikah dengan seorang muslimah lain, memang dia baik, tapi tetap tidak
bisa menggantikan sosok ummiku, dan Nabila adalah anak yang di bawa oleh Ummi
tiriku.
“ya
udah mba’ pamit dulu ya, mba’ berharap kamu bisa memikirkan ini baik-baik,
assalamualaikum”
“
waalaikumsalam...”
*****
Aku terbangun dan aku tidak tahu berada dimana.
Aku lihat sekeliling dan sepertinya aku berada di rumah sakit. Jadi
bayangan-bayangan tadi di dalam mimpiku. Aku seperti baru saja benar-benar
mengalaminya.
“kak
aisyah udah bangun, ummi,abi, mas fajar, kak aisyah udah bangun”
“Nabila,
udah berapa hari kakak disini?”
“kamu
udah seminggu koma aisyah” tiba-tiba abiku masuk ke dalam ruangan
Masyaallah,
apa yang terjadi hingga aku koma begitu lama.
“kenapa
Aisyah bisa dirumah sakit bi?”
“kamu
di tabrak mobil truk dan langsung tidak sadarkan diri, temanmu Yusuf yang
memberitahukan kejadian ini”
Aku
langsung ingat. Bayangan terakhir dalam mimpiku itu adalah hari dimana aku
kecelakaan.
*****
Alhamdulillah
sudah tiga hari aku siuman dan sudah bisa menikmati nafasku seperti biasanya,
tapi masih di atas tempat tidur, karena kakiku patah dan belum bisa digerakkan.
Sambil melihat pemandangan di luar, ku goreskan beberapa bait puisi singkat.
Jantungku
tiba-tiba terasa sakit, sangat pedih, dan tiba-tiba terbayang wajah Yusuf. Ku
teringat dia yang mengkhitbah melalui mba’nya beberapa waktu lalu. Belum sempat
ku beritahu orang tuaku. Aku setuju dan ingin menjadi Khadijah dan Aisyah untuknya, tapi sekarang aku sudah merasa
tidak kuat.
Ku
ucapkan dua kalimat syahadat, kulihat beberapa dokter, keluargaku dan keluarga
yusuf masuk ke kamar, dan itu yang kulihat terakhir. Tiba-tiba sebuah bayangan
putih mendekat, dan memanggilku untuk ikut bersamanya. Aku merasakan
ketenangan, terasa sebuah cinta yang begitu damai, Allah memanggilku karena
cinta yang mulia.
Ku ingin menjadi semulia
Khadijah yang selalu mendampingi rasulullah dalam hidupnya, dan kemuliaan
Aisyah yang menjaga rasulullah hingga Rasulullah meninggalkannya.
Langganan:
Postingan (Atom)