Minggu, 31 Agustus 2014 0 komentar

my poetry




0 komentar

cerpenku


Ketika Cinta Memanggilmu
Kemuliaan hidup di dalam naungan illahi
Sepi dan sunyi dalam harap menjadi suci
Mencari cinta di balik kepekatan dusta
Aku memang bukan yang sempurna
Tapi aku bisa melengkapi apa yang tiada
Tak ada hidup yang tak bernoda
Tak ada putih tanpa hitam
Menapak sejenak dalam perjalanan hidupku
Ketegaran khadijah kesabaran Aisyah
Menjadi wanita dalam kemurnian-Mu
Ku lihat bait-bait puisi yang ku tulis dua tahun silam. Masih jelas kenanganku tentang masa itu, seorang laki-laki yang mengungkapkan perasaannya kepadaku. Aku yang baru mencapai masa dewasaku hanya terpaku menerima kebenaran yang keluar dari mulut sang laki-laki itu.
Aisyah Nurul Khadijah, sebuah nama pemberian orang tuaku kepadaku.  Entah atas dasar apa sehingga nama ini yang menjdi identitasku saat ini. Dua nama istri rasulullah yang mulia, yang membuatku berpikir, apa aku pantas menyandang nama ini.
Masih dalam termenung ku melihat laut pantai panjang yang begitu indah. Ku nikmati deburan ombak yang begitu bebas mengekspresikan airnya, berbeda dengan diriku yang masih terbelenggu dalam perasaan yang tak menentu. Subhanallah, Allah lebih tahu yang akan di butuhkan oleh hamba-hambanya.
“kak aisyah... pulang yuk...”
Si kecil Nabila mengagetkanku, ternyata waktu sudah sore dan aku harus segera pulang.
“iya, Nabila. Udah main airnya ? “
“udah kak, asyik kak tapi capek, sekarang nabila pengen bobo di rumah”
“ya udah, yuk kita pulang, biar Nabila bisa bobo di rumah”
“oke kak, tapi beli es krim dulu ya kak”
“lho tadi kan udah makan bakso dua mangkok, sama es kelapa tiga gelas, masa mau es krim lagi?”
“untuk dirumah, mau ya kak ya, kak aisyah cantik deh...”
“kamu ni, masih kecil udah bisa merayu, ya udah, kita beli buat ummi, abi, dan mas fajar sekalian”
“hore... kak aisyah emang keren”
Tiap sore aku harus menemani adik kecilku ke pantai untuk bermain. Adikku mempunyai penyakit yang aku tidak tahu apa namanya, tapi yang pasti dia tidak boleh di biarkan berfikir keras, atau dia akan pingsan. Mudah-mudahan Allah selalu melindungimu adikku, amiin.
*****
“Assalamualaikum...”
“Walaikumsalam, maaf dengan siapa ya?”
“ini dengan ukhti Aisyah Nurul Khadijah?”
“iya, afwan dengan siapa ya?”
“ini akhi Yusuf, afwan kalo mengganggu ukh, mau ketemu besok di kantin, ada hal penting, jazakillah ukh.”
Tut...tut...tut...
Ada apa dengan Yusuf pikirku, pertama kalinya dia menghubungiku, dan langsung membuat panik dengan nadanya yang mengagetkanku. Laki-laki yang begitu menjaga dirinya dengan lawan jenis itu tiba-tiba menelponku dan memberikan berita yang membuat berpikir. Mudah-mudahan semua tetap dalam lindungan Allah.
Kembali aku tertegun dalam renunganku, ketika lantunan suci ayat al-quran yang kubaca begitu terasa dalam. Terjemahan surat Ali ‘Imran ayat 91 membuatku berfikir tentang diriku yang masih banyak bergelimang dosa, apa aku bisa menjadi semulia aisyah dan khadijah seperti namaku.
sungguh,  orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas separuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong.(Ali ‘imran, 3:91)”
*****
Di kampus hijau ku tunggu Yusuf dtempat seperti yang di inginkan sebelumnya. Ku  lihat Yusuf bersama seorang muslimah dengan jilbab panjang biru muda di padu gamis pink, begitu anggun dan cantik.tapi aku bertanya-tanya siapa dia, pacarnyakah? Tidak mungkin pikirku. Ku tepis pikiran negatif itu.
“Assalamualaikum, afwan lama nunggu ya...”
“Waalaikumsalam, gx juga . Ada perlu apa?”
“kenalin ini mba’ ku, Annisa Zakiyyah “
“oh iya, ana Aisyah Nurul Khadijah, mba’ salam kenal”
“subhanallah bagus sekali namanya, mudah-mudahan jadi mulia seperti istri rasulullah ya “
Deg, agak malu rasanya di puji seperti itu, tapi aku juga mengaminkan didalam hatiku.
“eh iya, jadi ada perlu apa akhi?”
“hm, biar mba’ ku aja yang ngomong ya, aku ada perlu, mau nemuin dosen bimbingan skripsi, gx apa ya, afwan, assalamualaikum”
Tingkahnya membuat aku bingung, tapi ya aku juga tidak marah.
“dek aisyah, mba’ mau jelasin kenapa kamu di ajak ketemu kesini, mba’ mewakilin keluarga dan Yusuf, mau mengkhitbah kamu untuk menjadi pendamping adek mba’ si Yusuf”
Masyaallah, apa ini ya Allah, cobaan atau ujiankah. Apa aku siap dengan ini, dan bisakah aku menjadi semulia dan setia seperti khadijah dan aisyah. Air mata ini terasa ingin tumpah.
“dek, ada apa? Tidak usah langsung di jawab, boleh kamu pikirin dulu. Kamu kan juga udah semester akhir, jadi mba’ dan keluarga insyaallah setuju dan menerima.”
“iya mba’ ”
Aku tak bisa berkata-kata lagi, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, andai ummi ku masih hidup tentunya beliau bisa memberikanku jalan keluar. Sekarang abiku menikah dengan seorang muslimah lain, memang dia baik, tapi tetap tidak bisa menggantikan sosok ummiku, dan Nabila adalah anak yang di bawa oleh Ummi tiriku.
“ya udah mba’ pamit dulu ya, mba’ berharap kamu bisa memikirkan ini baik-baik, assalamualaikum”
“ waalaikumsalam...”
*****
Aku  terbangun dan aku tidak tahu berada dimana. Aku lihat sekeliling dan sepertinya aku berada di rumah sakit. Jadi bayangan-bayangan tadi di dalam mimpiku. Aku seperti baru saja benar-benar mengalaminya.
“kak aisyah udah bangun, ummi,abi, mas fajar, kak aisyah udah bangun”
“Nabila, udah berapa hari kakak disini?”
“kamu udah seminggu koma aisyah” tiba-tiba abiku masuk ke dalam ruangan
Masyaallah, apa yang terjadi hingga aku koma begitu lama.
“kenapa Aisyah bisa dirumah sakit bi?”
“kamu di tabrak mobil truk dan langsung tidak sadarkan diri, temanmu Yusuf yang memberitahukan kejadian ini”
Aku langsung ingat. Bayangan terakhir dalam mimpiku itu adalah hari dimana aku kecelakaan.
*****
Alhamdulillah sudah tiga hari aku siuman dan sudah bisa menikmati nafasku seperti biasanya, tapi masih di atas tempat tidur, karena kakiku patah dan belum bisa digerakkan. Sambil melihat pemandangan di luar, ku goreskan beberapa bait puisi singkat.
Jantungku tiba-tiba terasa sakit, sangat pedih, dan tiba-tiba terbayang wajah Yusuf. Ku teringat dia yang mengkhitbah melalui mba’nya beberapa waktu lalu. Belum sempat ku beritahu orang tuaku. Aku setuju dan ingin menjadi Khadijah dan Aisyah  untuknya, tapi sekarang aku sudah merasa tidak kuat.
Ku ucapkan dua kalimat syahadat, kulihat beberapa dokter, keluargaku dan keluarga yusuf masuk ke kamar, dan itu yang kulihat terakhir. Tiba-tiba sebuah bayangan putih mendekat, dan memanggilku untuk ikut bersamanya. Aku merasakan ketenangan, terasa sebuah cinta yang begitu damai, Allah memanggilku karena cinta yang mulia.
Ku ingin menjadi semulia Khadijah yang selalu mendampingi rasulullah dalam hidupnya, dan kemuliaan Aisyah yang menjaga rasulullah hingga Rasulullah meninggalkannya.
 
;